Uni Eropa dan Indonesia berkomitmen mendorong kerja sama ekonomi kedua negara di tengah tantangan pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19 dan dampak perang Rusia-Ukraina.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perdagangan Indonesia-Uni Eropa terus meningkat dalam setahun terakhir, dengan surplus perdagangan terhadap Eropa mencapai hampir 9 miliar euro atau sekitar Rp 159 triliun. Indonesia dan Uni Eropa berkomitmen terus mendorong kerja sama perdagangan kedua negara, termasuk melanjutkan negosiasi kesepakatan kerja sama ekonomi komprehensif Indonesia-UE (IEU CEPA).
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia HE Vincent Piket mengemukakan, hubungan dagang Indonesia-Uni Eropa menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam setahun terakhir. Pada tahun 2021, meski dalam kondisi pandemi Covid-19, nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa melonjak 26 persen hingga mencapai 16,5 miliar euro. Lonjakan itu, antara lain, didorong kenaikan harga komoditas, seperti sawit. Ekspor sawit ke negara-negara Uni Eropa tumbuh 9 persen.
Sebaliknya, nilai impor Indonesia dari Eropa juga meningkat 10 persen atau sekitar 8 miliar euro, antara lain berupa mesin untuk kebutuhan manufaktur dan sektor energi di Indonesia. Secara keseluruhan, Indonesia memiliki surplus dagang terhadap Uni Eropa hampir 9 miliar euro atau sekitar Rp 159 triliun. Kinerja positif juga terlihat dari sisi investasi. Investasi langsung Eropa ke Indonesia mencapai 2,5 miliar euro atau meningkat 32 persen pada 2021.
”Investasi perusahaan di Uni Eropa yang datang ke Indonesia dan membuka lapangan kerja diharapkan membantu Indonesia mencapai tingkat produktivitas lebih tinggi lagi,” ujarnya, dalam peluncuran EuroCham Position Paper 2022 dan Webinar ”Strengthening the Indonesian Economy Post-Pandemic”, Kamis (14/4/2022). Kamar dagang eropa di Indonesia (EuroCham) mewakili 1.200 perusahaan Eropa yang berinvestasi di Indonesia.
Di sisi lain, perekonomian dunia tengah diliputi ketidakpastian sebagai dampak perang Rusia-Ukraina. Dampak perang membawa masalah di sektor energi, ketahanan pangan, dan rantai pasok, termasuk bagi Indonesia dan Eropa. Tantangan besar itu muncul di saat perekonomian dunia masih dalam tahap pemulihan pasca-pandemi Covid-19.
”(Perang) itu menimbulkan ketidakpastian besar dalam sektor ekonomi dan terjadi bersamaan dengan upaya dunia dalam pemulihan pasca-Covid-19,” ujarnya.
Tantangan global itu mendorong Indonesia dan Uni Eropa untuk bekerja sama lebih erat lagi. Kedua pihak diharapkan secara paralel menjalankan proses reformasi ekonomi lebih gigih, serta memastikan perdagangan dan investasi mampu memperkuat pertumbuhan ekonomi. Negosiasi kemitraan ekonomi IEU-CEPA perlu terus dilanjutkan guna menghasilkan kemajuan pertumbuhan.
”Uni Eropa akan terus menjadi mitra Indonesia. Kami berharap terus melanjutkan negosiasi perjanjian perdagangan IEU-CEPA. IEU-CEPA bisa menghasilkan pertumbuhan yang lebih kuat terhadap Indonesia, dan ini sudah berjalan,” lanjut Vincent.
Menteri Koordinator Perekonomian RI Airlangga Hartarto mengemukakan, tantangan geopolitik akibat perang di Ukraina itu berdampak pada agenda pemulihan ekonomi Indonesia. Kenaikan harga pangan dan energi berdampak besar. Setiap negara sedang berupaya mengatasi tantangan di rantai pasok.
Perekonomian Indonesia pada 2022 diharapkan tumbuh 5,2 persen. Dari sisi permintaan, pertumbuhan itu akan didorong oleh konsumsi, manufaktur, investasi dan ekspor. Dr sisi suplai, semua sektor meraih pertumbuhan positif karena sisi permintaan terus meningkat.
Tahun lalu, total surplus perdagangan Indonesia mencapai lebih dari 30 miliar dollar AS atau sekitar Rp 432 triliun. Investasi penanaman modal asing mencapai lebih dari 30 miliar dollar AS, sejumlah 20 miliar dollar AS di antaranya berasal dari negara-negara Uni Eropa. Pemerintah Indonesia berkomitmen meningkatkan iklim investasi, serta akselerasi investasi, antara lain melalui sistem pelayanan terpadu satu pintu (OSS), serta penyediaan dana abadi negara (SWF) untuk pendanaan proyek infrastruktur.
”Uni Eropa merupakan mitra penting, terutama dalam sektor ekonomi. Indonesia berusaha meningkatkan hubungan ekonomi yang sudah terjalin, baik secara bilateral, regional, dan multilateral,” ujar Airlangga.
Ia menambahkan, momentum Presidensi G20 yang saat ini dipimpin Indonesia menjadi peluang mengatasi tantangan global. Konflik Rusia-Ukraina merupakan tantangan geopolitik yang dihadapi negara-negara G20, khususnya terkait kenaikan harga pangan dan energi. Konflik itu juga berdampak ke kehidupan sehari-sehari masyarakat. ”Indonesia mengajak pimpinan negara-negara turut serta dalam KTT G20, karena dialog menjadi cara baik untuk mengelola kondisi ini,” lanjut Airlangga.
Proyek Berkelanjutan
Deputi bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Nurul IChwan, mengemukakan, saat ini Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah menawarkan 47 proyek investasi berkelanjutan. Sejumlah 47 proyek yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia itu memiliki total nilai investasi indikatif sebesar Rp 155,12 triliun. Proyek-proyek itu mencakup sejumlah sektor, di antaranya pariwisata, kawasan ekonomi, industri dan infrastruktur.
Mulai tahun 2023, Indonesia juga mendorong penarikan investasi yang masuk dalam kategori ekonomi hijau, ekonomi biru, dan ekonomi sirkular. Indonesia tidak hanya menargetkan penyerapan dan pengurangan emisi karbon, tetapi juga mendorong peluang bagi rantai pasok perdagangan karbon.
”Indonesia memiliki kekayaaan sumber daya kehutanan dan pesisir sehingga diharapkan berkontribusi besar terhadap industri dan menjadi pemasok bagi rantai suplai perdagangan karbon melalui investasi dan pengembangan sektor pesisir,” ujarnya.
Ketua Kelompok Kerja Ekspor-Impor EuroCham Rachmat Hidayat menilai adanya tren pemulihan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi pelaku usaha dan pemerintah untuk menjaga momentum percepatan proses pemulihan ekonomi. Dari sisi peluang, juga terbuka banyak peluang investasi.
Ia menambahkan, Uni Eropa akan terus menjadi mitra dagang penting bagi Indonesia dan berkontribusi terhadap surplus perdagangan Indonesia. Saat ini, kedua negara masih dalam proses negosiasi IEU-CEPA, kerja sama ekonomi yang diharapkan memperkuat hubungan ekonomi kedua negara.
”Ada banyak peluang positif. Indonesia masih menjadi pasar terbesar kawasan. Pemerintah juga mengundang lebih banyak investor dalam dan luar negeri,” ujar Rachmat, yang juga Direktur Hubungan Pemerintah Danone Indonesia.