Era digital membuka selubung pembicaraan masyarakat begitu luas. Tak berhasil mengadu secara langsung, masyarakat mengeluh melalui media sosial.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·5 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Warga antre membeli minyak goreng curah di salah satu penyalur di ibu kota Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (14/4/2022). Pembeli minyak goreng curah seharga Rp 15.500 per kilogram di tempat itu dibatasi maksimal 600 orang per hari. Sebagian besar pembeli adalah para pedagang makanan yang bergantung pada ketersediaan minyak goreng dalam menjalankan usahanya.
JAKARTA, KOMPAS — Media sosial menjadi saluran keluh kesah konsumen atas naiknya harga sejumlah komoditas penting, seperti minyak goreng, bahan bakar minyak atau BBM, kedelai, daging sapi, dan elpiji. Penting bagi pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat lewat pemberian sejumlah insentif. Publik juga mendesak pemerintah mengusut tuntas pihak-pihak yang menyebabkan harga minyak goreng mahal dan langka.
Keluh kesah konsumen di media sosial, Twitter, atas kenaikan harga sejumlah komoditas tersebut disampaikan Natasha Yulian, Data Analyst Continuum Data Indonesia dalam webinar ”Keluh Kesah Masyarakat, Saat Harga Pangan dan Energi Meningkat” secara virtual di Jakarta, Kamis (14/4/2022). Analisis keluh kesah masyarakat ini menggunakan pendekatan mahadata di media sosial. Pengumpulan data dilakukan pada 30 Maret-10 April 2022 dengan jumlah respons publik mencapai 96.057 pembicaraan dari 81.083 akun, yang mana sekitar 76 persen berasal dari masyarakat yang tinggal di Jawa.
Sejumlah kenaikan harga komoditas tersebut, antara lain harga minyak goreng yang naik dari Rp 14.000 per liter menjadi Rp 23.000 per liter, daging sapi Rp 110.000 per kilogram menjadi Rp 165.000 per kilogram, BBM jenis pertamax naik dari Rp 9.000 per liter menjadi Rp 12.500 per liter, daging ayam naik dari Rp 32.000 per kilogram menjadi Rp 37.800 per kilogram, elpiji nonsubsidi naik dari Rp 13.500 per kilogram menjadi Rp 15.500 per kilogram, dan kedelai naik dari Rp 12.600 per kilogram menjadi Rp 13.800 per kilogram.
Menurut Natasha, kenaikan sejumlah bahan pokok menjelang Ramadhan adalah hal wajar. Namun, kenaikan kali ini, yang melibatkan sejumlah komoditas strategis, terasa memberatkan sejumlah masyarakat yang tampak dari respons publik lewat media sosial. Ada yang mendorong berunjuk rasa menolak kenaikan harga, tetapi ada juga yang membandingkan kenaikan harga komoditas tersebut dengan harga yang diberlakukan di negara lain.
”Jika dilihat pembicaraannya, tren ini meningkat pada 31 Maret 2022 terkait kenaikan harga minyak goreng. Kemudian, pada 7 April 2022, muncul pula pembicaraan yang mengajak unjuk rasa terkait kenaikan harga pertamax,” kata Natasha.
Data yang dikumpulkan Continuum Data Indonesia menyebutkan, sebesar 53 persen perbincangan berisi respons masyarakat terhadap kenaikan harga pertamax. Disusul kemudian oleh perbincangan minyak goreng sebesar 39 persen dan elpiji sebesar 4 persen.
Kenaikan harga daging paling banyak dikeluhkan masyarakat karena sentimen negatifnya paling banyak, sebesar 88 persen. Disusul kemudian sentimen negatif terhadap kenaikan pertamax dan elpiji. Hanya pembicaraan komoditas kedelai yang lebih banyak mendapat sentiment positif, yaitu sebesar 61 persen.
Kenaikan harga daging paling banyak dikeluhkan masyarakat karena sentimen negatifnya paling banyak, sebesar 88 persen. Disusul kemudian sentimen negatif terhadap kenaikan pertamax dan elpiji.
Natasha menyebutkan, sebesar 65 persen perbincangan masyarakat mengaitkan kenaikan harga komoditas tersebut dengan Presiden Joko Widodo. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan ini menjadi masalah besar bagi masyarakat sehingga mereka mengaitkan masalah ini dengan orang nomor satu di Indonesia saat ini.
Secara rinci, perbincangan kenaikan minyak goreng dikaitkan dengan Presiden Jokowi sebesar 82 persen, disusul Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi (6 persen), Menteri BUMN Erick Thohir (4,5 persen), dan Ketua DPR Puan Maharani (3 persen). Adapun kenaikan harga pertamax dikaitkan dengan Presiden Jokowi (53,1 persen), Menteri BUMN Erick Thohir (21.8 persen), dan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama (17,8 persen).
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTAT
Nelayan, Saini, bersiap pulang saat gagal mendapatkan solar akibat mobil tangki pertamina tidak kunjung tiba di sebuah SPBU di Kota Pasuruan, Jawa Timur, Rabu (6/4/2022).
Sementara kenaikan harga elpiji, tokoh yang menjadi perbincangan terbesar diarahkan kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan (45,8 persen) dan disusul Presiden Jokowi (35,3 persen). Kenaikan harga kedelai, perbincangan mengaitkannya dengan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi (61 persen), disusul Presiden Jokowi (17,7 persen), Ketua DPR Puan Maharani (11,3 persen), dan Menteri BUMN Erick Thohir (9,9 persen).
Tak hanya keluhan, respons masyarakat juga menyangkut bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng. Ada 24.429 pembicaraan dari 15.541 akun yang dikumpulkan selama 31 Maret-11 April 2022. Sentimen negatif terhadap BLT minyak goreng sebesar 43 persen, sedangkan sentimen positif mencapai 56 persen.
Sentimen negatif menunjukkan, antara lain, masyarakat tidak begitu membutuhkan insentif, tetapi mendesak dibongkarnya mafia minyak goreng yang dipandang menyebabkan kenaikan harga. Sementara itu, sentimen positif berisi tentang ucapan terima kasih kepada pemerintah atas penyaluran BLT tersebut. Sentimen positif tetap dibarengi dengan desakan penurunan harga dan tindakan tegas pemerintah terhadap mafia minyak goreng.
Jaga daya beli
Ketua Center of Digital Economy and SMEs pada Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eisha M Rachbini, di acara yang sama, mengatakan, kenaikan harga sejumlah komoditas tersebut sudah dirasakan masyarakat sejak akhir 2021 sebagai pengaruh dari pandemi Covid-19. Apalagi, ekonomi Indonesia terkontraksi 2,1 persen pada 2020. Daya beli sebagian masyarakat melemah akibat kehilangan pekerjaan dan angka kemiskinan yang naik.
Namun, seiring dengan digencarkannya vaksinasi sehingga pandemi Covid-19 mulai terkendali, ekonomi mulai membaik dan tumbuh 3,7 persen pada 2021. Sinyalemen perbaikan ekonomi mulai dirasakan masyarakat. Sayangnya, permintaan yang meningkat tidak didukung maksimal dari sisi pernawaran atau suplai barang.
Ditambah lagi, kondisi tersebut turut terpengaruh oleh konflik bersenjata Rusia-Ukraina yang menyebabkan kenaikan sejumlah harga komoditas, terutama minyak mentah dan gas alam. Begitu juga harga minyak sawit mentah (CPO) yang turut naik beserta naiknya harga sejumlah komoditas mineral, seperti nikel dan tembaga.
”Risiko ke depan, kalau harga-harga kebutuhan pokok dan energi semakin meningkat dan tidak terkontrol, itu akan mendorong inflasi,” ujar Eisha.
Di saat daya beli belum dapat pulih, seperti sebelum Covid-19, menjaga daya beli masyarakat harus menjadi prioritas utama pemerintah. Jika kenaikan harga ke depan terus meningkat dan tidak terhindarkan, sangat terasa sekali terhadap daya beli dan konsumsi masyarakat.