Stabilitas Sistem Keuangan Dihantui Gejolak Perekonomian Global
Stabilitas sistem keuangan nasional masih terjaga meski dihantui ketidakpastian perekonomian global akibat konflik geopolitik dan normalisasi kebijakan moneter negara maju.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Stabilitas sistem keuangan nasional di sepanjang tiga bulan pertama tahun 2022 masih terjaga. Meski begitu, otoritas tetap mewaspadai berbagai risiko rambatan kondisi global yang berpotensi memengaruhi sisi inflasi, nilai tukar, dan kinerja perekonomian secara keseluruhan.
Dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Rabu (13/4/2022), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, stabilitas sistem keuangan Indonesia dalam kondisi normal di tengah tekanan eksternal yang meningkat akibat operasi militer Rusia di Ukraina.
”Perang memicu kenaikan harga komoditas global secara signifikan pada komoditas pangan, energi, dan logam sehingga berdampak pada inflasi global. Situasi ini menciptakan tantangan bagi normalisasi moneter di negara maju dan meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan global,” ujarnya.
Perang memicu kenaikan harga komoditas global secara signifikan pada komoditas pangan, energi, dan logam sehingga berdampak pada inflasi global. Situasi ini menciptakan tantangan bagi normalisasi moneter di negara maju dan meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan global. (Sri Mulyani Indrawati)
Terjaganya stabilitas sistem keuangan nasional pada triwulan I-2022 terlihat dari surplus neraca perdagangan pada Februari 2022 yang meningkat hingga 3,83 miliar dollar AS. Surplus ini didukung surplus neraca perdagangan nonmigas, terutama meningkatnya harga komoditas global, seperti batubara, bahan baku minyak goreng (CPO), besi, dan baja.
Sementara itu, hingga Maret 2022, cadangan devisa berada pada tingkat tinggi mencapai 139,1 miliar dollar AS. Nilai ini setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor dan pembiayaan utang luar negeri pemerintah.
Dari sisi stabilitas nilai tukar, meski pada triwulan I-2022 rata-rata nilai tukar rupiah terdepresiasi 0,33 persen dari posisi triwulan IV-2020, besaran depresiasi masih lebih rendah dibandingkan dengan mata uang sejumlah negara berkembang lain, seperti ringgit malaysia (1,15 persen), India (1,72 persen), dan Thailand (3,15 persen).
”Stabilitas nilai tukar rupiah terjaga oleh kinerja ekspor yang mengalami peningkatan signifikan. Tetapi, perkembangan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global yang terancam oleh perang Rusia dan Ukraina tetap perlu diwaspadai,” kata Sri Mulyani.
Ia menegaskan, meningkatnya ketidakpastian kondisi global berpotensi memengaruhi inflasi dan kinerja perekonomian dalam negeri. KSSK akan terus memperkuat koordinasi pemantauan bersama dan bersinergi merumuskan respons kebijakan dalam menjaga ritme pemulihan ekonomi nasional.
Antisipasi inflasi
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, pihaknya akan berupaya mengantisipasi potensi kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), sebanyak tujuh kali pada tahun ini. Langkah itu direncanakan the Fed untuk merespons inflasi AS yang melonjak tinggi, bahkan mencapai 8,5 persen secara tahunan (year on year) pada Maret 2022.
”Terus meningkatnya imbal hasil US Treasury tentu akan berimplikasi pada penyesuaian imbal hasil surat berharga negara (SBN),” katanya.
BI bersama Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan berbagai langkah serta akan terus berupaya mengantisipasi dampak dari kenaikan suku bunga The Fed sehingga stabilitas sistem keuangan di dalam negeri tetap terjaga.
Meski demikian, Perry belum dapat memastikan apakah suku bunga acuan BI akan dinaikkan, seiring dengan naiknya suku bunga The Fed dan meningkatnya inflasi di dalam negeri. Ia hanya mengatakan, kenaikan suku bunga acuan BI hanya akan dilakukan ketika inflasi telah memberikan dampak rambatan secara fundamental.
Saat ini suku bunga acuan BI sebesar 3,5 persen, yang merupakan level terendah sepanjang sejarah. Pada tahun ini, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi berada dalam kisaran 4,7-5,5 persen. Adapun laju inflasi akan terkendali dalam sasaran 2-4 persen.
Intermediasi membaik
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, kredit perbankan tumbuh 6,33 persen pada Februari 2022 jika dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya. Perkembangan ini ditopang oleh kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta korporasi yang masing-masing tumbuh 8,75 persen dan 5,83 persen.
”Dengan demikian, intermediasi perbankan per Februari 2022 melanjutkan tren peningkatan. Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) terus melanjutkan pertumbuhan mencapai 11,11 persen secara tahunan,” ujarnya.
Ia menegaskan, OJK akan terus mengamati dampak perang Rusia-Ukraina, percepatan normalisasi kebijakan moneter negara maju, serta kenaikan inflasi global terhadap kondisi perekonomian dan stabilitas sektor jasa keuangan di dalam negeri.
OJK juga terus bersinergi bersama KSSK dalam memperkuat ketahanan sektor jasa keuangan dan menjaga stabilitas sistem keuangan serta meningkatkan peran sektor jasa keuangan dalam mendorong akselerasi pemulihan ekonomi nasional, termasuk ekonomi hijau.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, lembaganya akan turut menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui sejumlah program penjaminan simpanan dan resolusi bank yang kredibel.
LPS juga berupaya mempertahankan tingkat bunga penjaminan (TBP) di level yang rendah. TBP rupiah di bank umum dan BPR untuk periode berlaku 29 Januari-27 Mei 2022, masing-masing 3,5 persen dan 6 persen. Sementara TBP valas untuk bank umum dipertahankan 0,25 persen.
”Kebijakan ini berkontribusi dalam memberikan ruang untuk menjaga biaya dana perbankan tetap rendah sehingga diharapkan dapat mendorong kredit dengan bunga yang terjangkau,” kata Purbaya.