Bantuan Subsidi Upah Dapat Memperlebar Kesenjangan Pendapatan
Seharusnya, pekerja yang dirumahkan tanpa upah, pekerja yang belum didaftarkan ke BP Jamsostek atau sudah terdaftar tetapi iurannya tertunggak, dan pekerja informal yang pendapatannya tak tentu menjadi target prioritas.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)
Pekerja keluar dari proyek properti di kawasan Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat, saat jam istirahat, Selasa (28/9/2021). Pemerintah berencana memperluas cakupan wilayah penerima bantuan subsidi upah ke daerah lain yang tidak menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat level 3 dan 4 dikarenakan terdapat sisa anggaran senilai Rp 1,79 triliun yang dapat dimanfaatkan untuk mendistribusikan subsidi gaji ke pekerja di wilayah-wilayah tersebut.
JAKARTA, KOMPAS — Jika pemerintah tidak memperbaiki sasaran penerima, program bantuan subsidi upah yang akan digulirkan untuk kali ketiga dapat memperuncing kesenjangan pendapatan di kalangan pekerja. Perluasan akses bantuan diperlukan agar program tersebut efektif menjaga daya beli pekerja dan mendorong konsumsi masyarakat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, pekerja terimpit kenaikan harga sejumlah barang kebutuhan pokok dan energi akibat imbas persoalan ekonomi global. Laju inflasi tahunan per Maret 2022 adalah 2,64 persen, naik dari inflasi tahunan per Februari 2022 sebesar 2,06 persen. Bank Indonesia memprediksi inflasi Indonesia pada 2022 bisa mencapai 4 persen.
Tren kenaikan inflasi itu terjadi di tengah kenaikan rata-rata upah minimum 2022 nasional yang hanya 1,09 persen di bawah angka inflasi. Ketimpangan antara pendapatan dan biaya hidup sehari-sehari itu membuat upah riil dan daya beli pekerja menurun.
Di tengah kondisi itu, pemerintah mengeluarkan program bantuan subsidi upah (BSU) yang sebenarnya berpotensi membantu pekerja, tetapi kurang efektif dan tidak tepat sasaran. Pasalnya, program yang akan digulirkan untuk kali ketiga itu masih menyasar kelompok pekerja formal yang merupakan peserta aktif di BP Jamsostek, yang notabene masih lebih beruntung dari kalangan pekerja lainnya.
Menurut rencana, bantuan akan ditujukan bagi pekerja dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta. Besaran yang diterima adalah Rp 1 juta per orang. Ada 8,8 juta pekerja yang akan menjadi sasaran penerima. Pemerintah menyiapkan anggaran senilai Rp 8,8 triliun untuk menjalankan program tersebut.
”Peserta yang terdaftar aktif itu artinya masih rutin membayar iuran, yang berarti pekerja itu masih mendapat upah bulanan,” kata Timboel, Selasa (12/4/2022).
Ia mengatakan, semua pekerja saat ini mengalami penurunan daya beli. Namun, pekerja yang paling terdampak adalah pekerja formal yang tidak terdaftar di BP Jamsostek serta pekerja informal. Pekerja yang tidak terdaftar sebagai peserta aktif di BP Jamsostek itu biasanya mengalami penurunan upah, iuran Jamsostek yang tersendat, serta pembayaran tunjangan hari raya (THR) yang ditunda atau dicicil.
”Jadi, pekerja formal yang jadi peserta aktif BP Jamsostek itu di bulan April ini akan menerima upah bulanan, THR, dan bantuan subsidi upah sekaligus. Sementara pekerja formal yang bukan peserta BP Jamsostek, pekerja berbasis online, dan pekerja informal lainnya, justru tidak mendapatkannya,” ujarnya.
Padahal, seharusnya bantuan subsidi upah itu memperkecil kesenjangan pendapatan dengan membuka akses bantuan bagi pekerja lainnya.
Seharusnya, pekerja yang dirumahkan tanpa upah, pekerja yang belum didaftarkan ke BP Jamsostek atau sudah didaftarkan tetapi iurannya tertunggak, dan pekerja informal (seperti pekerja berbasis online atau pekerja penjaga toko di mal) menjadi target prioritas. Namun, sudah dua kali program subsidi upah bergulir, pemerintah masih mendiskriminasi pekerja formal non-BP Jamsostek dan pekerja informal.
”Akan terjadi kesenjangan pendapatan yang semakin besar antarkelompok pekerja itu. Padahal, seharusnya bantuan subsidi upah itu memperkecil kesenjangan pendapatan dengan membuka akses bantuan bagi pekerja lainnya,” kata Timboel.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Aktivitas warga mencari kebutuhan pokok sehari-hari di Pasar Perumnas Klender, Jakarta Timur, Selasa (29/3/2022). Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada awal tahun ini akan kembali bekerja keras untuk meredam dampak negatif dari kenaikan harga bahan pokok. Pemerintah memanfaatkan APBN sebagai instrumen untuk memastikan inflasi tidak mengganggu daya beli masyarakat yang tengah beranjak pulih dari pandemi Covid-19.
Tidak signifikan
Direktur Eksekutif Center for Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, disparitas pendapatan akan terjadi di level vertikal dan horizontal di masyarakat. Artinya, akan ada kesenjangan antara masyarakat kelas ekonomi menengah ke atas dan kelompok ekonomi menengah ke bawah.
Lebih lanjut, akan ada kesenjangan pula secara horizontal di antara sesama masyarakat dari kelas ekonomi menengah ke bawah karena penyaluran bantuan subsidi upah yang tidak menyentuh kalangan pekerja paling rentan. ”Ketika ada bantuan subsidi upah untuk pekerja formal sementara yang informal tidak dapat apa-apa, maka akan ada kesenjangan antarsesama golongan pekerja,” ujarnya.
Secara agregat, ia menilai, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi pun tidak akan terlalu signifikan. Terlebih, data BP Jamsostek tidak selalu menggambarkan kondisi sebenarnya. Misalnya, data besaran upah yang tercatat tidak selalu merupakan yang terbaru. Artinya, kemungkinan salah sasaran bantuan juga akan terulang, sebagaimana yang terjadi pada tahun 2020 dan 2021.
”Ketika bantuan diberikan kepada kelompok yang income-nya masih stabil, maka uang tidak dibelanjakan dan tidak bisa menggerakkan konsumsi agregat dan pertumbuhan ekonomi,” kata Faisal.
Ia pun menyarankan pemerintah untuk memperluas cakupan penerima bantuan kali ini dan lebih memperhatikan kelompok informal yang sering dikecualikan dari sasaran bantuan subsidi. Pemerintah juga diharapkan memperluas bantuan terhadap usaha mikro yang umumnya bergerak di sektor informal.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pekerja mendorong troli barang untuk dibawa ke gudang ekspedisi di kawasan Roa Malaka, Jakarta Barat, Jumat (11/2/2022). Percepatan pemulihan ekonomi pada 2022 kembali dihadapkan pada sejumlah tantangan, seperti penambahan kasus Covid-19, inflasi, serta pengetatan dan pembatasan kegiatan di sejumlah wilayah. Lonjakan Covid-19 akibat varian Omicron akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2022.
”Karena bantuan seperti ini menyasar lebih banyak orang dan juga menyasar missing linkyang selama ini jarang tersentuh bantuan pemerintah,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, rincian kriteria dan mekanisme untuk bantuan subsidi upah tahun ini sedang digodok oleh pemerintah. Berbagai instrumen kebijakan untuk pelaksanaan program itu juga sedang disiapkan untuk memastikan program dijalankan cepat, tepat, dan akuntabel.
Namun, kemungkinan besar, data calon penerima bantuan akan tetap mengacu pada data BP Jamsostek. Saat ini, pemerintah sedang mengevaluasi data calon penerima bantuan subsidi upah bersama BP Jamsostek dan berkoordinasi dengan Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) sebagai bank penyalur bantuan.