Pasca resmi tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk atau GoTo memiliki pekerjaan rumah berupa memperbaiki kinerja agar meraup untung. GoTo juga harus tetap berinovasi.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan teknologi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk resmi tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia, Senin (11/4/2022). GoTo diharapkan terus memperbaiki kinerjanya agar lekas untung. Selain tetap berinovasi, GoTo juga perlu meningkatkan kualitas ekosistem produk bisnis yang sudah ada, yakni transportasi, e-dagang, dan teknologi finansial, sehingga pangsa pasarnya meningkat.
Untuk keperluan penawaran umum saham perdana (IPO), GoTo menggunakan laporan keuangan per akhir September 2021. Kerugian bersih GoTo sebesar Rp 11,58 triliun, naik dari periode sama tahun 2020 yang sebesar Rp 10,43 triliun. Adapun total asetnya Rp 158,17 triliun. Rugi per saham GoTo sebesar Rp 197, menurut laporan keuangan 2021 hingga September, lebih baik ketimbang periode sama tahun sebelumnya yang membukukan kerugian Rp 365 per saham.
Pada pembukaan pasar pukul 09.00, harga per lembar saham GoTo mencapai Rp 380. Kemudian, pada pukul 09.05, harganya melonjak menjadi Rp 412 per lembar. Adapun pada penutupan pasar, harga per lembar saham mencapai Rp 384. Sebelumnya, harga penawaran umum saham perdana telah ditetapkan GoTo, yaitu Rp 338 per lembar, yang mencerminkan kapitalisasi pasar Rp 400,3 triliun.
Direktur Penilaian Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna, di sela-sela perayaan pencatatan GoTo sebagai perusahaan publik, mengatakan, GoTo harus segera merealisasikan rencana strategisnya, senantiasa berinovasi, dan menjaga akuntabilitas. BEI juga berharap GoTo bisa menjaga fundamental performa kinerja sehingga mampu memberikan dampak ke pasar saham ataupun masyarakat luas.
”GoTo merupakan perusahaan tercatat ke-15 pada tahun 2022 dan jadi perusahaan tercatat ke-781 sepanjang BEI berdiri. Pencatatan saham perdana GoTo sangat dinantikan karena menjadi tonggak sejarah penting bagi perusahaan ataupun pasar modal. GoTo juga perusahaan rintisan bervaluasi 10 miliar dollar AS atau decacorn pertama yang tercatat di bursa Asia,” tutur I Gede.
Hal senada disampaikan Chief Economist PT Bank Permata Tbk Josua Pardede. Menurut dia, perusahaan teknologi yang memiliki layanan e-dagang, seperti GoTo, harus terus berinovasi untuk bisa meningkatkan take rate. Take rate merupakan komisi dan fee (biaya) yang diambil dari pengguna layanan. Dengan menaikkan take rate, profitabilitas perusahaan akan bisa meningkat.
GoTo merupakan perusahaan tercatat ke-15 pada tahun 2022 dan jadi perusahaan tercatat ke-781 sepanjang BEI berdiri.
”Namun, peningkatan take rate harus memperhatikan persaingan dengan perusahaan lain yang juga memiliki layanan e-dagang,” kata Josua.
Persaingan
Dalam riset berjudul Indonesia’s Leading Super App, analis riset ekuitas Nomura, Ahmad Maghfur Usman, mengungkapkan, GoTo masih mempunyai peluang bertumbuh. Rata-rata tingkat belanja konsumen di platform e-dagang masih rendah. GoTo bisa mengambil peluang itu untuk ikut mempercepat pertumbuhan belanja daring di Indonesia.
Terkait persaingan, lanjut Ahmad, GoTo harus berkompetisi ketat dengan Grab dan Sea Limited yang telah lebih dahulu melantai di bursa saham. Keduanya pun sedang fokus mengejar profitabilitas jangka pendek.
”GoTo perlu berinvestasi lebih jauh untuk memperluas pangsa pasarnya. Pertumbuhan pendapatan GoTo harus melampaui nilai transaksi bruto (gross transaction value/GTV) secara bertahap dengan didukung peningkatan tarif dan pengurangan insentif,” ujar Ahmad.
Sementara itu, analis pasar modal dari Nusantara Investama, Kuntho Priyambodo, mencermati bahwa hampir semua emiten saat pencatatan saham umum perdana di bursa biasanya akan mendapati harga per lembar sahamnya melejit dari harga saat penawaran.
Untuk melihat secara utuh performa harga saham suatu emiten, menurut Kuntho, perlu waktu setidaknya enam bulan atau setelah melewati periode lock up atau masa ketika investor/orang dalam perusahaan tidak diizinkan untuk menjual saham setelah perusahaan menjadi perusahaan publik.
Dalam sambutannya, CEO Grup GoTo Andre Soelistyo mengakui bahwa banyak yang mempertanyakan alasan GoTo melantai di bursa saham di tengah kondisi makro perekonomian global yang sedang tidak baik, seperti krisis politik Ukraina-Rusia. Dia pun percaya bahwa tidak ada waktu yang tepat untuk IPO. Sementara IPO GoTo telah direncanakan sejak lama.
”Strategi kami adalah melantai di BEI yang berarti fokus kami, yaitu pasar Indonesia. Meski kondisi makro perekonomian global tidak menentu, performa Indonesia masih bagus, seperti konsumsi domestik masih naik dan nilai tukar rupiah masih stabil. Kami memang pernah memiliki rencana untuk dual listing, tetapi rencana itu belum final dan kami melihat pergerakan pasar,” tutur Andre.
CEO Gojek sekaligus Direktur GoTo Kevin Aluwi menambahkan, sebagian dana hasil IPO akan dipakai untuk ekspansi bisnis di Singapura dan Vietnam. Di dua negara tersebut, layanan transportasi atau ride hailing Gojek sudah hadir. Menurut rencana, seluruh produk GoTo lainnya, yakni lokapasar dan teknologi finansial, akan turut diimplementasikan di dua negara itu.
”Keunggulan kami ada di kelengkapan layanan (ekosistem produk),” ucap Kevin.
Selain manajemen GoTo, acara seremonial pencatatan GoTo di BEI turut dihadiri sejumlah menteri dan pejabat. Di acara itu, tampak hadir Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, mantan CEO Gojek yang kini jadi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim, serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso.