Masa jabatan anggota dewan komisioner OJK 2017-2022 akan berakhir pada Juli 2022 dan akan digantikan para calon terpilih. Capaian lima tahun terakhir perlu dipertahankan sambil membenahi kekurangan.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
Komisi XI DPR pekan lalu mengumumkan tujuh nama yang akan menjabat sebagai dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2022-2027. Ketua Dewan Komisioner OJK akan dijabat Mahendra Siregar dan Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK dipegang Mirza Adityaswara. Adapun Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan dijabat Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Inarno Djajadi, dan Kepala Eksekutif Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank adalah Ogi Prastomiyono.
Sementara dua nama lainnya ialah Frederica Widyasari Dewi dipercaya menjadi anggota Dewan Komisioner OJK bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen serta Sophia Issabella Watimena sebagai Ketua Dewan Audit.
Mereka akan menjabat mulai Juli 2022, menggantikan dewan komisioner OJK 2017-2022 yang diketuai Wimboh Santoso. Menjadi tugas berat bagi Anggota Dewan Komisioner (ADK) OJK 2022-2027 karena diharapkan mampu membawa tingkat pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang level yang lebih tinggi lagi dari yang telah dicapai oleh kepemimpinan OJK dua periode sebelumnya.
ADK periode pertama telah membangun fondasi pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang terintegrasi serta kerja-kerja edukasi dan perlindungan konsumen dengan modal anggaran dan fasilitas yang sangat terbatas.
Kemudian ADK periode kedua melakukan penyempurnaan-penyempurnaan kebijakan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan.
OJK periode kedua juga telah menancapkan standar baru dalam mengawal industri jasa keuangan melewati krisis. Selama krisis akibat pandemi Covid-19, tak ada satupun bank dan perusahaan jasa keuangan lainnya yang ditutup karena gagal menghadapi krisis. Berbeda saat krisis 2008 yang menyeret Bank Century menjadi bank gagal dan harus di-bailout pemerintah sebesar Rp 6,7 triliun. Begitu pula dengan krisis 1997 yang merobohkan belasan bank.
Capaian lainnya adalah penerbitan Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease yang mulai berlaku sejak 13 Maret 2020.
POJK ini ditujukan menjadi countercyclical dampak penyebaran virus korona sehingga tetap bisa mengoptimalkan kinerja perbankan, khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pemberian stimulus ditujukan kepada debitor pada sektor-sektor yang terdampak penyebaran virus Covid-19, termasuk UMKM dan diterapkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian yang disertai adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan (moral hazard).
Di pasar modal, lantai bursa juga kian bergairah. Ini ditunjukkan dengan pesatnya pertumbuhan jumlah investor pasar modal yang bertambah tujuh kali lipat pada 2021 dibandingkan dengan 2017. Pada 2017 jumlah investor mencapai 1,12 juta, empat tahun berselang jumlahnya menjadi 7,48 juta.
Ini berdampak pada peningkatan rata-rata nilai transaksi dan frekuensi transaksi harian di pasar modal. Pada 2021, rata-rata nilai transaksi harian mencapai Rp 13,3 triliun, meningkat dibandingkan dengan 2017 yang sebesar Rp 7,4 triliun. Adapun nilai rata-rata frekuensi transaksi harian 2021 mencapai 1.4 juta kali, meningkat dibandingkan dengan 2017 yang sebanyak 0,32 juta kali.
Kontribusi industri jasa keuangan terhadap produk domestik bruto (PDB) juga terus meningkat. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017, kontribusi jasa keuangan dan asuransi sebesar 4,20 persen dari total PDB, sedangkan pada 2021 kontribusinya meningkat menjadi 4,34 persen dari total PDB.
Kendati demikian, masih banyak pekerjaan rumah, khususnya di sektor industri keuangan non-bank (IKNB).
Rentetan skandal dan tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19 membuat sektor IKNB terperosok ke titik nadir. Di sektor asuransi, skandal Asuransi Jiwasraya telah mengoyak kredibilitas asuransi di mata masyarakat.
Sementara di sektor tekfin pinjaman antarpihak, sejumlah kasus yang berujung kisah pilu masih saja terjadi. Kisah ini, antara lain, soal nasabah yang terlilit utang akibat jebakan pinjaman online atau pinjol ilegal yang bunganya mencekik. Nasabah makin merana karena penagihan utang yang dilakukan pinjaman daring ilegal relatif kasar dan tidak beretika.
Tingkat literasi masyarakat terhadap produk-produk layanan jasa keuangan IKNB juga masih rendah. Mengutip Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2019, tingkat literasi asuransi hanya 19,4 persen. Tingkat literasi asuransi jauh di bawah perbankan yang sebesar 36,12 persen.
Adapun tingkat literasi keuangan sektor lainnya ialah pegadaian 17,81 persen, lembaga pembiayaan 15,17 persen, dana pensiun 14,13 persen, dan lembaga keuangan mikro 0,85 persen.
Masyarakat berharap pekerjaan-pekerjaan rumah tersebut bisa segera diselesaikan sehingga sektor keungan bisa lebih berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Selamat bekerja ADK OJK periode ketiga...!