Gonjang-ganjing Minyak Goreng dan Kucuran Bantuan Langsung Tunai
Isu kelangkaan dan harga tinggi minyak goreng mewarnai kehidupan ekonomi masyarakat negeri ini beberapa waktu terakhir. Seberapa efektif bantuan langsung tunai minyak goreng menjawab persoalan itu?
Ruang perbincangan publik beberapa bulan terakhir riuh. Sebut, misalnya, dinamika, pro ataupun kontra terkait dengan rencana pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara. Pun halnya menyangkut wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Di tengah gemuruh perbincangan soal ”gagasan” itu, menyeruak pula teriakan masyarakat perihal kebutuhan riil di dapur mereka: minyak goreng.
Antrean warga berburu minyak goreng menjadi pemandangan ganjil di negeri yang terbilang produsen utama sawit dunia ini. Sebuah negeri yang dulu, ketika perkebunan sawit belum meluas, telah dikenal pula sebagai negeri tempat nyiur melambai. Seperti diketahui, nyiur atau kelapa pun dulu banyak diandalkan sebagai bahan baku minyak goreng.
Rak-rak di minimarket ataupun pusat perbelanjaan, yang di saat normal biasanya menjadi tempat memajang kemasan minyak goreng, sempat terlihat kosong. Terdengar pula keluhan warga mengenai ketersediaan dan harga minyak goreng yang terekam dan tersuarakan lewat berbagai kanal, termasuk media massa dan media sosial.
Di tengah kenaikan harga minyak goreng, bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng pun diluncurkan pemerintah. ”Kita tahu, harga minyak goreng naik cukup tinggi sebagai dampak dari lonjakan harga minyak sawit di pasar internasional. Untuk meringankan beban masyarakat, pemerintah akan memberikan BLT minyak goreng,” kata Presiden Joko Widodo dalam keterangannya di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/4/2022).
Harga minyak goreng naik cukup tinggi sebagai dampak dari lonjakan harga minyak sawit di pasar internasional. Untuk meringankan beban masyarakat, pemerintah akan memberikan BLT minyak goreng.
BLT minyak goreng tersebut akan diberikan kepada 20,5 juta keluarga yang termasuk dalam daftar Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH) serta 2,5 juta pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan makanan gorengan. Bantuan akan diberikan sebesar Rp 100.000 setiap bulan untuk tiga bulan sekaligus, yaitu April, Mei, dan Juni. BLT minyak goreng tersebut akan dibayarkan di muka pada April 2022 sebesar Rp 300.000.
Baca juga: Penyaluran BLT Minyak Goreng Ditarget Tuntas Sepekan Sebelum Lebaran
Tak lupa, Kepala Negara meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Sosial (Kemensos), Tentara Nasional Indonesia (TNI), serta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk berkoordinasi. Hal ini agar pelaksanaan penyaluran BLT minyak goreng ini berjalan baik dan lancar. Berselang seminggu, distribusi BLT minyak goreng untuk pertama kali dilakukan Presiden Joko Widodo dalam kunjungan kerja ke Provinsi Jambi, Kamis (7/4/2022).
Sembari menyalurkan bantuan modal kerja (BMK), Presiden membagikan BLT minyak goreng di beberapa lokasi seperti Pasar Angso Duo, termasuk bagi pedagang kaki lima di sekitarnya, dan di Pasar Bedug, Kota Jambi. Di Pasar Angso Duo, Presiden menegaskan bahwa BLT minyak goreng ini harus disalurkan di seluruh Tanah Air, bukan hanya di Kota Jambi.
Target tuntas
Presiden juga meminta distribusi rampung seminggu sebelum Lebaran. Penyaluran BLT minyak goreng yang ditarget tuntas sebelum Lebaran diharapa mampu meringankan beban masyarakat. Warga yang menerima BLT minyak goreng pun semringah menerimanya.
Saat di Pasar Angso Duo, seorang penjual gorengan menyampaikan kesulitannya terkait mahalnya harga minyak goreng. Di Jambi, minyak curah dijual Rp 18.000 perkilogram, sedangkan pemerintah menetapkan harga minyak curah Rp 14.000 per kilogram. ”Saya bilang minyak goreng sangat mahal, Rp 18.000. Sangat berat, Pak. ’Ya, makanya saya kasih bantuan,’ gitu, kata Pak Presiden,” tutur pedagang gorengan tersebut seperti ditayangkan kanal Youtube Sekretariat Presiden.
Kendati demikian, protes masyarakat akibat harga segala komoditas yang semakin mahal tak berhenti hanya dengan BLT minyak goreng. Di Jambi, Presiden disambut dengan unjuk rasa mahasiswa. Massa mahasiswa sempat mencoba berunjuk rasa di Pasar Angso Duo saat Presiden di sana.
Baca juga: Gerimis, Antusiasme, dan Unjuk Rasa Sambut Jokowi di Jambi
Namun, mahasiswa dihadang aparat keamanan. Dorong-mendorong sempat terjadi. Mahasiswa baru dapat mencapai pasar tersebut ketika Presiden sudah meninggalkan lokasi. ”Kami menuntut Presiden menurunkan harga minyak goreng, bahan bakar, dan supaya Presiden menolak usulan presiden tiga periode,” ujar Hadi, salah seorang mahasiswa yang berunjuk rasa.
Kompas mencatat unjuk rasa juga terjadi saat Presiden menyerahkan bantuan kepada masyarakat di Pasar Bedug. Mahasiswa dan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menyuarakan aspirasi serupa. ”Emak-emak di sini merasakan dampak kenaikan harga minyak goreng yang berbuntut naiknya harga bahan makanan,” kata Usman, Komite Eksekutif KAMI Provinsi Jambi.
Terkait BLT minyak goreng, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso pada media briefing secara virtual Jumat (8/4/2022) menuturkan bahwa BLT minyak goreng ada yang menjadi bagian rumpun program bantuan sosial (bansos) pangan di Kemensos. Selain itu, ada pula BLT minyak goreng yang menjadi bagian rumpun program Bantuan Tunai untuk Pedagang Kaki Lima dan Warung (BTPKLW) yang selama ini pelaksanaannya dikoordinasikan dengan TNI dan Polri.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, BLT minyak goreng yang dimasukkan pada bansos pangan akan diberikan kepada 20,65 juta penerima dengan total anggaran senilai Rp 6,2 triliun. Jumlah penerima ini disesuaikan dengan data terakhir Kemensos terkait penerima PKH dan bansos pangan.
Adapun BLT minyak goreng untuk PKL dan warung berspesifikasi usaha makanan diberikan kepada 2,5 juta PKL dan warung dengan anggaran yang disiapkan Rp 750 miliar. Anggaran BLT minyak goreng tersebut menggunakan dana yang telah disalurkan Kemenkeu ke TNI/Polri untuk BTPKLW dan ke Kementerian Sosial untuk penerima PKH dan bansos pangan sebelumnya.
Ketiga institusi ini, Kemensos, TNI, dan Polri, akan terus mencermati proses penyaluran tersebut. ”Kekurangan untuk bulan-bulan berikutnya nanti akan kami lakukan secara menyusul. (Hal) Yang penting, kita bisa menjalankan arahan Bapak Presiden bahwa kita bisa segera menyalurkan pada bulan Ramadhan ini, dan seminggu sebelum Idul Fitri, kita sudah menuntaskan penyaluran tersebut,” ujar Isa.
Kekurangan untuk bulan-bulan berikutnya nanti kami akan lakukan secara menyusul. (Hal) Yang penting, kita bisa menjalankan arahan Bapak Presiden bahwa kita bisa segera menyalurkan pada bulan Ramadhan ini, dan seminggu sebelum Idul Fitri, kita sudah menuntaskan penyaluran tersebut.
Ketika dimintai pandangan, Jumat (8/4/2022), ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, menilai, BLT minyak goreng tidak akan efektif menurunkan harga minyak goreng. Selain itu, BLT minyak goreng juga hanya menyasar kelompok masyarakat dengan jumlah terbatas, yaitu sekitar 20,65 juta penerima.
”Bagaimana dengan orang di luar kelompok itu? Penduduk yang rentan miskin, belum bisa di-cover (dicakup),” ujarnya.
Menurut Rusli, upaya menstabilkan harga minyak goreng sebaiknya dilakukan dengan subsidi di hulu sehingga harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 15.000 per liter di tingkat konsumen dapat terjangkau. Dengan skema subsidi di hulu, dampaknya lebih dapat dirasakan masyarakat miskin ataupun rentan miskin. Jumlah kelompok rentan miskin pada 2021 diperkirakan 66,7 persen dari penduduk Indonesia.
Stabilisasi harga
Stabilisasi harga minyak goreng ini dibutuhkan untuk memberikan keringanan bagi beban masyarakat saat ini. Rusli menyebut bahwa data konsumsi minyak goreng saat ini adalah 0,23 liter per kapita per minggu per orang. Dengan demikian, BLT senilai Rp 100.000 per bulan tersebut hanya mampu menjawab kebutuhan riil masyarakat dengan anggota keluarga yang tak lebih dari tiga orang.
Baca juga: Antisipasi Potensi "Moral Hazard" Bantuan Langsung Tunai Minyak Goreng
Selain kebijakan subsidi minyak goreng, pemerintah berupaya meredam kenaikan harga minyak goreng dengan kebijakan pemenuhan kewajiban memasok kebutuhan pasar domestik (DMO/domestic market obligation). Kebijakan DMO mewajibkan eksportir minyak sawit mengalokasikan 20 persen produksi untuk pasar dalam negeri.
Selain itu, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang dialokasikan ke pasar dalam negeri dalam rangka pemenuhan DMO akan dibeli dengan harga khusus melalui skema domestic price obligation (DPO). Kebijakan DMO-DPO cukup bagus, tetapi implementasi di lapangan dinilai masih kurang. ”Apa benar 20 persen masuk ke pabrik minyak goreng? Harga di luar negeri mahal, pengusaha ya tertarik menjual ke luar negeri,” kata Rusli.
Rusli juga mempertanyakan kenapa pemerintah tiba-tiba menggelontorkan BLT minyak goreng ketika kebijakan subsidi minyak goreng curah yang diberlakukan pemerintah belum sepenuhnya efektif menurunkan harga minyak goreng pada level HET. ”Sudah bagus dengan subsidi untuk minyak goreng curah. Eh, malah memberi BLT minyak goreng. Kebijakannya jadi plin-plan, tidak menyelesaikan masalah,” kata Rusli.
Baca juga: Anggaran Subsidi Minyak Goreng Ditambah, Pengusaha Akan Dibayar Rp 4.930 Per Liter
Menurut Rusli, BLT minyak goreng juga cenderung mendorong masyarakat untuk makin konsumtif, terutama dalam konsumsi minyak goreng kemasan. Hal ini terutama karena ketersediaan minyak goreng curah yang masih langka. Padahal, sebanyak 61 persen dari konsumsi minyak goreng rumah tangga merupakan minyak curah.
Seiring meningkatnya pendapatan negara setelah menaikkan tarif pungutan ekspor CPO dan produk turunannya, Rusli menyarankan agar pemerintah mengalokasikan dana untuk stabilisasi harga minyak goreng. Penyaluran BLT minyak goreng pun jangan sampai tumpang tindih dengan bantalan dana sosial lainnya.
Pemerintah telah memilih mengucurkan BLT minyak goreng sebagai upaya yang diharapkan meringankan beban, menjaga daya beli masyarakat, dan menjaga kondusivitas situasi sosial seiring kenaikan harga. Namun, pekerjaan pemerintah untuk merampungkan segenap permasalahan minyak goreng mesti dituntaskan demi menjaga pasokan dan harga di tingkat yang terjangkau rakyat secara berkelanjutan.