Daya Tahan RI Kembali Diuji di Tengah Ketidakpastian Ekonomi yang Besar
Ekonomi terus memulih dari imbas pandemi. Namun, pada tahun ini, pemulihan itu diselimuti ketidakpastian yang besar. Kenaikan inflasi juga bakal menjadi tantangan besar.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pembangunan gedung bertingkat di kawasan Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (18/11/2021). Perekonomian Indonesia diperkirakan masih berada dalam tahap pemulihan pada 2022. Meski demikian, ekonomi mulai bertumbuh dilihat dari beberapa indikator awal serta ditopang oleh permintaan domestik dan perbaikan kinerja pada beberapa sektor.
JAKARTA, KOMPAS — Pemulihan ekonomi Asia, termasuk Indonesia, terus membaik lantaran ditopang ekspor dan peningkatan permintaan domestik. Namun, pada tahun ini, pemulihan tersebut diselimuti ketidakpastian yang besar. Daya tahan RI yang cukup tinggi kembali diuji.
Dalam Asian Development Outlook 2022 yang dirilis Rabu (6/4/2022), Bank Pembangunan Asia (ADB) menyebutkan, ketidakpastian itu disebabkan oleh perang Rusia-Ukraina, masih berlanjutnya pandemi Covid-19, dan pengetatan kebijakan moneter Bank Sentral Amerika Serikat. Harga-harga sejumlah komoditas juga masih bergejolak tinggi sehingga bakal membuat inflasi meningkat.
ADB memperkirakan, ekonomi Asia tumbuh 5,2 persen pada 2022 dan 5,3 persen pada 2023. Tingkat inflasi juga diproyeksikan naik menjadi 3,7 persen pada 2022 dan kembali turun pada 2023 menjadi 3,1 persen.
Sementara ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 5 persen pada 2022 dan 5,2 persen pada 2023. Tingkat inflasi di Indonesia yang pada 2021 sebesar 1,6 persen diperkirakan naik menjadi 3,6 persen pada 2022. Kemudian pada 2023, tingkat inflasi diperkirakan turun menjadi 3 persen.
”Ekonomi terus memulih dari imbas pandemi. Namun, pada tahun ini, pemulihan itu diselimuti ketidakpastian yang besar. Kenaikan inflasi juga bakal menjadi tantangan,” kata ekonom senior ADB untuk Indonesia, Henry Ma, dalam telekonferensi pers di Jakarta.
Ekonomi terus memulih dari imbas pandemi. Namun, pada tahun ini, pemulihan itu diselimuti ketidakpastian yang besar. Kenaikan inflasi juga bakal menjadi tantangan.
SUMBER: ADB
Proyeksi pertumbuhan ekonomi dan inflasi 2022 Bank Pembangunan Asia (ADB).
Menurut Henry, pemulihan ekonomi Indonesia akan terus menguat pada tahun ini. Ekspor dan peningkatan permintaan domestik akan menjadi penopangnya. Volume ekspor diperkirakan masih tumbuh lambat. Namun, nilai ekspor akan tetap meningkat tinggi akibat kenaikan harga sejumlah komoditas sehingga dapat semakin memperkuat neraca transkasi berjalan Indonesia.
Di sisi lain, kenaikan harga pangan dan energi global akan menyebabkan tingkat inflasi di dalam negeri naik. Inflasi tersebut akan memberi tekanan terhadap fiskal, terutama anggaran subsidi, dan daya beli.
Namun, kata Henry, bisa jadi pendapatan pemerintah lebih besar atau melampaui target sebelumnya. Hal ini bisa terjadi lantaran ada peningkatan aktivitas ekonomi, perubahan kebijakan pajak yang mulai diimplementasikan tahun ini, serta keuntungan dari kenaikan harga komoditas.
”Kendati kenaikan harga pangan dan energi global berpotensi mengerek inflasi, lonjakan harga batubara, minyak kelapa sawit mentah (CPO), dan nikel akan meningkatkan pendapatan yang lebih tinggi bagi Indonesia,” ujarnya.
Kendati kenaikan harga pangan dan energi global berpotensi mengerek inflasi, lonjakan harga batubara, CPO, dan nikel akan meningkatkan pendapatan yang lebih tinggi bagi Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Abdurohman juga berpendapat senada. Konflik Rusia-Ukraina telah menyebabkan sejumlah harga komoditas global naik. Hal itu akan memberikan dampak positif sekaligus negatif bagi Indonesia.
Dengan kenaikan harga komoditas global itu, pendapatan Indonesia bisa meningkat. Di sisi lain, kenaikan harga tersebut tertransimisi ke kenaikan harga di dalam negeri sehingga berpotensi mengerek tingkat inflasi. Pemerintah dan Bank Indonesia menargetkan inflasi pada 2022 di kisaran 2 persen hingga 4 persen.
Oleh karena itu, kata Abdurohman, pemerintah berupaya mengeluarkan kebijakan yang dapat menyeimbangkan fenomena tersebut. Kebijakan itu antara lain pemanfaatan pajak nonmigas dari sektor komoditas yang harganya naik dan perlindungan sosial.
”Defisit anggaran diperkirakan masih tinggi dengan batas maksimal 3 persen. Itu berarti pemerintah tetap mendukung pemulihan ekonomi dan melindungi masyarakat. Kami juga optimistis, ekonomi Indonesia pada tahun ini akan tumbuh sesuai target, yakni di kisaran 4,8 persen hingga 5,5 persen dengan titik tengah 5,2 persen,” ujarnya.
Warga berdesakan saat antre membeli minyak goreng di salah satu penyalur di Kecamatan Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, Senin (21/3/2022). Pembelian minyak goreng seharga Rp 15.500 per kilogram di tempat itu dibatasi sebanyak 16 kilogram per orang. Menurut warga, minyak goreng dengan harga murah terus diburu karena semakin susah diperoleh. Harga minyak goreng di pasaran setempat saat ini berkisar Rp 25.000 per kilogram.
Selasa lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kenaikan harga komoditas, seperti CPO, batubara, nikel, dan minyak mentah, yang luar biasa turut memberikan daya tambah penerimaan negara. Di sisi lain, rambatan kenaikan harga itu akan dirasakan oleh masyarakat.
”Oleh karena itu, Kementerian Keuangan akan mengalokasikan penerimaan itu secara tepat dengan melihat secara detail harga pangan dan energi, serta pilihan-pilihan kebijakan yang bisa diambil. Menjaga daya beli masyarakat, momentum ekonomi, dan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) adalah tiga langkah yang akan diupayakan pemerintah pada tahun ini,” ujarnya.
Menjaga daya beli masyarakat, momentum ekonomi, dan APBN adalah tiga langkah yang akan diupayakan pemerintah pada tahun ini.
Kementerian Keuangan mencatat, realisasi penerimaan pajak negara per Februari 2022 mencapai Rp 199,44 triliun atau tumbuh 36,5 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Realisasi penerimaan pajak tersebut baru sebesar 15,8 persen target APBN 2022 yang sebesar Rp 1.265 triliun.
Realisasi penerimaan pajak terbesar berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas, yakni Rp 110,2 triliun atau 17,4 persen dari target. Kemudian realisasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBm) senilai total Rp 74,2 triliun atau 13,4 persen dari target.