Pertumbuhan kredit diprediksi terus tumbuh sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank OCBC NISP mencatat posisi penyaluran kredit senilai Rp 120, 8 triliun pada akhir 2021, tumbuh 5,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya senilai Rp 114,9 triliun. Penyaluran kredit didorong oleh pertumbuhan kredit ritel.
Perseroan juga mencatat peningkatan minat anak muda, khususnya generasi Z, untuk memiliki hunian yang terlihat pada peningkatan penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) sepanjang 2021 sekitar 23 persen secara tahunan. Salah satu produk unggulan adalah KPR Easy Start dengan skema cicilan terjangkau dan bertingkat.
Direktur Bank OCBC NISP Hartati mengemukakan, kondisi perekonomian mulai menunjukkan pemulihan yang didorong kondisi pandemi Covid-19 kian terkendali. Hal itu berdampak positif terhadap pertumbuhan bank pada 2021.
Tahun 2021, Bank OCBC NISP membukukan laba bersih sebesar Rp 2,5 triliun atau naik 20 persen secara tahunan (y-o-y). Peningkatan laba bersih didorong oleh pendapatan bunga bersih yang tumbuh 7 persen secara tahunan, serta penurunan beban cadangan kerugian penurunan nilai sebesar 7 persen (y-o-y). Total aset tumbuh 4 persen menjadi Rp 214 triliun ditopang oleh pertumbuhan kredit yang sejalan dengan perbaikan kondisi ekonomi.
Tahun ini, perseroan menargetkan pertumbuhan penyaluran kredit di kisaran 8-11 persen sejalan dengan target pemerintah. Adapun kredit bermasalah (NPL) akan dijaga di bawah 3 persen.
”Pertumbuhan kredit di kisaran 8-11 persen akan kami jalankan dengan prinsip kehati-hatian,” kata Hartati dalam paparan publik Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan Bank OCBC NISP 2022 secara daring, Selasa (5/4/2022).
Presiden Direktur Bank OCBC NISP Parwati Surjaudaja mengatakan, pertumbuhan penyaluran kredit ke usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dinilai berlangsung baik. Target penyaluran kredit UMKM akan terus ditingkatkan melalui proses penyaluran kredit yang lebih mudah, di antaranya kredit kerja untuk pengusaha perempuan (women enterpreneur) dengan bunga kredit yang menarik dan pembekalan untuk meningkatkan kemampuan usaha.
Di sisi lain, ia memprediksi, inflasi akan mendorong tren kenaikan suku bunga kredit pada tahun 2022. ”Kami akan mengikuti arahan regulator,” ujar Parwati.
Restrukturisasi kredit
Hartati menambahkan, sampai akhir 2021, total kredit yang direstrukturisasi Rp 16,9 triliun atau turun dari tahun sebelumnya senilai Rp 19 triliun. Penurunan restrukturisasi kredit itu sejalan dengan perbaikan situasi pandemi Covid-19.
Dari total kredit yang direstrukturisasi, porsi kredit yang menjadi kredit bermasalah mencapai 10 persen. ”Kami terus berusaha memonitor perkembangan debitor untuk memastikan debitor dapat melalui kondisi pandemi dengan baik agar dapat menyelesaikan kewajiban,” ujarnya.