Manajemen logistik pangan di dalam negeri dinilai perlu dibenahi agar rantai produksi dan distribusi sejumlah bahan pangan pokok lebih padu. Harapannya, petani, peternak, dan nelayan bisa lebih sejahtera.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Situasi pasar global serta geopolitik dunia turut mengerek harga sejumlah bahan pangan pokok di Tanah Air beberapa bulan terakhir. Namun, manajemen logistik pangan di dalam negeri dinilai perlu dibenahi agar rantai produksi dan distribusi sejumlah bahan pangan pokok lebih padu. Dengan demikian, kesejahteraan pada petani dan peternak diharapkan meningkat, sementara harga di pasar lebih stabil.
Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Ali Usman, saat dihubungi Minggu (3/4/2022), berpendapat, distribusi bahan pangan pokok memang kerap menghadapi kendala. Faktor negara kepulauan turut berpengaruh. Demikian pula dengan kenyataan populasi masyarakat dan lokasi produksi yang masih terpusat di Pulau Jawa.
”Pemerintah perlu membenahi dan memperkuat manajemen logistik nasional. Sebab, kerap kali hal tersebut menjadi penghambat di beberapa sektor industri, seperti (di industri peternakan) ayam yang membutuhkan pasokan jagung untuk pakan. Demikian pula pada daging sapi dan beras. Saat (harga) mahal, salah satu faktornya adalah terkait distribusi pangan,” kata Ali.
Selama ini peternak kerap mengeluhkan kelangkaan atau tingginya harga jagung. Sementara petani jagung dihantui isu-isu impor guna pemenuhan kebutuhan pakan. Kendala distribusi dan manajemen logistik masih terjadi meski pemerintah telah memastikan tidak ada impor jagung serta berupaya mendistribusikan jagung dari sentra produksi jagung ke sentra peternakan ayam.
Ali menambahkan, Badan Pangan Nasional memiliki peran untuk membenahi hal tersebut, terutama pada sembilan bahan pokok yang menjadi kewenangannya sesuai Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021. Komoditas itu adalah beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, dan cabai.
Bulog, yang kini juga menjadi operator Badan Pangan Nasional, perannya dapat lebih dioptimalkan. ”Selama ini Bulog tidak bisa lincah karena harus ada penugasan melalui rapat dan terkait dengan tiga kementerian. Penyederhanaan regulasi penting. Untuk cadangan pangan nasional, Bulog sebenarnya memiliki kekuatan manajemen logistik yang mumpuni. Ini bisa dioptimalkan dan tak hanya fokus di beras,” ujarnya.
Terkait pemenuhan kebutuhan pangan, Provinsi Jawa Timur menjadi provinsi di Indonesia yang relatif mandiri karena menjadi sentra produksi beberapa komoditas pangan pokok, seperti beras, telur, ayam, dan sapi. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian Nasrullah, yang meninjau langsung beberapa sentra pangan di Jawa Timur, mengatakan, kebutuhan pangan di provinsi itu aman selama Ramadhan hingga hari raya Idul Fitri.
Jawa Timur merupakan sentra produksi ternak dengan populasi sapi terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, populasi total ternak di Jawa Timur 4,92 juta ekor. Dari data yang dilaporkan Dinas Peternakan Jawa Timur, saat ini terdapat 61.109 ekor sapi/kerbau siap potong untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
”Jawa Timur ini adalah salah satu lumbung sapi nasional dan lumbung telur ayam ras kita. Kami menghubungkan antara pemotong, pedagang, BUMN, dan BUMD (badan usaha milik daerah) dengan sumber sapi/kerbau lokal. Hal ini bertujuan memudahkan akses jual-beli,” kata Nasrullah, dalam keterangannya, Kamis (31/3/2022).
Ia menambahkan, pemantauan dilakukan dengan melibatkan kementerian/lembaga dan dinas provinsi/kabupaten/kota. Ia pun berharap semua pihak, khususnya masyarakat, tidak panik karena ketersediaan pangan yang berasal dari ternak aman dan tercukupi hingga Idul Fitri 2022. ”Stok kita cukup. Saatnya sapi peternak rakyat dapat mengisi sentra-sentra konsumen yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Ekosistem
Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) Arief Prasetyo Adi menyatakan, pihaknya akan meningkatkan konektivitas dari hulu ke hilir, yakni mulai dari produksi, distribusi, hingga konsumsi. Terkait itu, keberadaan pasar dinilai penting dalam proses distribusi pangan dari produsen hingga ke konsumen atau masyarakat.
”Konektivitas pangan penting dalam menjaga ketahanan pangan. Melalui sinergi ekosistem pangan, pangan dapat tersedia setiap saat di semua wilayah, konsumen mendapat harga relatif stabil, sementara petani, peternak, dan nelayan mendapat kepastian pasar dari produk yang mereka hasilkan,” kata Arief, dalam rapat pimpinan nasional Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) di Jakarta, Jumat (1/4/2022).
NFA, lanjut Arief, telah menyiapkan skema dan kebijakan penguatan pangan, termasuk dengan memperhatikan para petani dan peternak. Dalam mewujudkan konektivitas pangan itu, negara perlu mempunyai stok. Oleh karena itu, BUMN pangan seperti penugasan kepada Bulog dan induk BUMN Pangan ID Food serta kerja sama K/L akan dilakukan.
Ketua Umum Ikappi Abdullah Mansuri menyatakan, pihaknya siap bekerja sama dengan NFA dalam membenahi tata niaga pangan. ”Kami tidak ingin setiap tahun, (pedagang) di pasar menghadapi persoalan-persoalan pangan. Di rapat pimpinan nasional, kami mengeluarkan rekomendasi yang diharapkan dapat memperbaiki tata niaga pangan,” katanya.