Antisipasi Potensi ”Moral Hazard” Bantuan Langsung Tunai Minyak Goreng
Kebijakan BLT minyak goreng itu baik karena menyasar keluarga miskin dan pedagang gorengan. Namun, kebijakan itu juga berpotensi menyebabkan harga minyak goreng lambat turun dan tidak menjangkau penduduk rentan miskin.
Oleh
Hendriyo Widi
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah perlu mengantisipasi potensi moral hazard atau risiko moral yang muncul dari penerapan kebijakan bantuan langsung minyak goreng. Kebijakan itu berpotensi menyebabkan harga minyak goreng lambat turun dan tidak mencakup perlindungan sosial terhadap penduduk rentan miskin.
Pada Jumat (1/4/2022), Presiden Joko Widodo menyatakan, pemerintah akan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng kepada 20,5 juta keluarga yang termasuk dalam daftar Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH). BLT itu juga akan diberikan kepada 2,5 juta pedagang kaki lima yang berjualan makanan gorengan.
Dana BLT akan diberikan sebesar Rp 100.000 setiap bulan per penerima manfaat untuk tiga bulan sekaligus, yaitu April, Mei, dan Juni. BLT minyak goreng tersebut akan dibayarkan di muka pada April 2022 sebesar Rp 300.000 (Kompas, 1 April 2022).
Peneliti Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menilai, di satu sisi, kebijakan BLT minyak goreng itu baik karena menyasar masyarakat rentan, baik keluarga miskin maupun pedagang kaki lima. Dana BLT Rp 100.000 per bulan itu lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng mereka setiap bulan, setidaknya selama April, Mei, dan Juni 2022.
”Namun, di sisi lain, kebijakan itu mengabaikan penduduk rentan miskin yang tidak masuk dalam daftar penerima manfaat dan bisa memperlambat penurunan harga minyak goreng,” ujarnya ketika dihubungi di Jakarta, Sabtu (2/4/2022).
Kebijakan itu mengabaikan penduduk rentan miskin yang tidak masuk dalam daftar penerima manfaat dan bisa memperlambat penurunan harga minyak goreng.
Rusli menyimulasikan, dengan konsumsi minyak goreng rumah tangga sekitar 0,94 liter per kapita per bulan, BLT Rp 100.000 per bulan itu bisa digunakan untuk membeli minyak goreng curah, bahkan kemasan dengan harga di kisaran Rp 21.000 per liter-Rp 24.000 per liter. Harga tersebut mengacu pada kisaran harga minyak goreng curah, kemasan bermerek 1, dan kemasan bermerek 2 dalam Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional pada 1 April 2022.
Total dana yang bisa dibelanjakan untuk minyak goreng itu beragam tergantung pada tempat pembelian. Di pasar ritel modern, misalnya, di rentang harga tersebut, total dana yang bisa dibelanjakan di kisaran Rp 82.367-Rp 89.941 selama sebulan.
”Namun, pemerintah mesti berhati-hati dan perlu mengantisipasi potensi moral hazard pelaku pasar. Dengan BLT Rp 100.000 per bulan dari pemerintah, mereka bisa menganggap masyarakat miskin mampu membeli minyak goreng yang saat ini harganya masih terbilang tinggi. Hal ini bisa membuat harga minyak goreng di pasar lambat turun,” kata Rusli.
Pemerintah, lanjut Rusli, juga perlu memikirkan instrumen perlindungan sosial bagi penduduk rentan miskin yang posisinya berada di antara kelas menengah dan kelas bawah. Jumlah penduduk rentan miskin ini pada 2021 ini diperkirakan sebanyak 66,7 persen.
Pemerintah juga perlu memikirkan instrumen perlindungan sosial bagi penduduk rentan miskin yang posisinya berada di antara kelas menengah dan kelas bawah.
Sudah sekitar setengah bulan atau sejak kebijakan harga eceran tertinggi minyak goreng curah bersubsidi Rp 14.000 per liter diberlakukan per 16 Februari 2022, harga minyak goreng curah masih tinggi. Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, harga rata-rata nasional minyak goreng curah pada 1 April 2022 mencapai Rp 18.400 per liter.
Harga tersebut naik 15,72 persen dari sehari sebelum HET baru itu ditetapkan atau pada 15 Maret 2022. Saat itu, harga minyak goreng curah Rp 15.900 per liter.
Minyak goreng yang pada Februari 2022 menyumbang deflasi, pada Maret 2022 justru kembali menyumbang inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat inflasi pada Maret 2022 sebesar 0,66 persen secara bulanan dan 2,64 persen secara tahunan.
Pada Maret 2022, minyak goreng memberikan andil terhadap inflasi sebesar 0,04 persen. Adapun pada Februari 2022, minyak goreng memberikan andil terhadap deflasi sebesar 0,11 persen. Tingkat deflasi pada 2022 sebesar 0,02 persen secara bulanan.
Menurut Rusli, tingkat inflasi pada bulan-bulan selanjutnya akan tinggi. Inflasi itu tidak hanya disebabkan oleh minyak goreng, tetapi juga kenaikan harga elpiji dan bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi. ”Hal itu akan ditambah lagi dengan kenaikan sejumlah komoditas yang terimbas kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen per 1 April 2022, serta kenaikan harga pakan, pupuk, dan logistik global,” katanya.
Bank Indonesia (BI) juga menyebutkan, pada Maret 2022, kelompok komoditas pangan yang harganya mudah bergejolak (volatile food) telah mengalami inflasi sebesar 1,99 persen secara bulanan dan 3,25 persen secara tahunan. Hal itu terutama dipengaruhi oleh inflasi cabai merah, minyak goreng, dan telur ayam ras.
”Kenaikan harga komoditas itu terjadi seiring dengan kendala cuaca di beberapa sentra produksi utama, implementasi pencabutan HET minyak goreng kemasan sederhana dan premium, serta peningkatan biaya produksi pakan,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam siaran pers di Jakarta.
BI juga mencatat, inflasi juga terjadi pada kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (administered prices). Pada Maret 2022, tingkat inflasi kelompok barang tersebut sebesar 0,73 persen secara bulanan dan 3,06 persen secara tahunan.
Hal itu dipengaruhi oleh inflasi bahan bakar rumah tangga dan BBM seiring penyesuaian harga elpiji nonsubsidi dan BBM nonsubsidi. Selain itu, inflasi administered prices juga didorong oleh inflasi angkutan udara seiring meningkatnya mobilitas udara.
”BI akan konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah pusat dan daerah untuk menjaga inflasi pada 2022 berada dalam kisaran sasaran target, yaitu 2 persen hingga 3 persen,” kata Erwin.