Modus kegiatan perdagangan berjangka komoditas ilegal meliputi kegiatan pialang berjangka tanpa izin usaha Bappebti dan penawaran investasi berkedok PBK.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Beberapa waktu terakhir marak menjamur investasi bodong dengan modus seakan-akan perdagangan berjangka komoditas, tetapi sejatinya itu semua ilegal. Masyarakat harus mewaspadai tawaran-tawaran seperti ini dengan senantiasa mengecek legalitas, seberapa logis tawarannya, dan terus belajar bagaimana cara kerja dan risiko dari setiap instrumen investasi.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan Tirta Karma Senjaya mengatakan, beberapa waktu terakhir banyak investasi bodong atau ilegal yang menggunakan modus seolah-olah adalah kegiatan perdagangan berjangka komoditas (PBK).
”Modus kegiatan PBK ilegal itu ada dua, yakni kegiatan pialang berjangka tanpa izin usaha Bappebti dan penawaran investasi berkedok PBK,” ujar Tirta pada diskusi bertajuk ”Penipuan Investasi Online” yang diselenggarakan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rabu (30/3/2022).
Pialang berjangka tanpa izin usaha itu antara lain menawarkan kontrak berjangka dan kontrak derivatif. Selain itu, mereka kerap menampilkan dokumen atau status legalitas dari regulator negara lain, seperti Belize dan Cyprus. Padahal, sejatinya kontrak itu tidak sah karena mereka tidak terdaftar dan status legalitas itu tidak bisa dikonfirmasi kredibilitasnya.
Tidak hanya itu, pialang berjangka tanpa izin ini biasanya tidak memiliki kantor perwakilan di Indonesia dan biasanya dilakukan oleh perseorangan atau komunitas. Deposit dana juga dilakukan dengan alamat rekening pribadi dan atau perusahaan di luar negeri. Mereka juga kerap melakukan seminar, edukasi, dan pelatihan PBK tanpa seizin Bappebti.
”Segala kegiatan mereka tidak dibenarkan karena tidak berizin Bappebti,” ujar Tirta.
Sementara itu, ciri-ciri kegiatan investasi bodong berkedok PBK antara lain dalam bentuk investasi opsi biner dan skema ponzi dalam bentuk tawaran robot trading maupun jual beli aset kripto. Mereka pun biasanya menawarkan imbal hasil konsisten dan rutin (fixed income).
Head of Center of Digital Economy and Small Medium Enterprise’s Indef, Eisha M Rachbini, menjelaskan, merebaknya tawaran investasi bodong di Indonesia salah satunya dipicu dari masih rendahnya literasi keuangan masyarakat.
Mengutip Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2019 yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Desember 2020, tingkat literasi keuangan mencapai 38,03 persen. Artinya, masih ada 61,97 persen warga Indonesia lainnya yang belum paham mengenai manfaat dan risiko produk keuangan.
Pertumbuhan literasi keuangan juga kalah cepat oleh perkembangan berbagai inovasi keuangan digital yang menghadirkan berbagai instrumen keuangan baru baik yang legal maupun ilegal. Kondisi asimetris itulah yang menjadi celah yang dimanfaatkan pelaku kejahatan investasi bodong untuk menjerat masyarakat.
”Perkembangan teknologi memang membuahkan potensi baru, tetapi di satu sisi juga memicu risiko baru. Ini semua harus bisa dimitigasi secara tepat agar perlindungan konsumen bisa optimal,” ujar Eisha.
Praktisi investasi, Desmond Wira, mengatakan, agar tidak terjerumus dalam jeratan investasi bodong, masyarakat harus memperhatikan tiga hal, yakni legalitas, logis, dan terus-menerus belajar.
Masyarakat harus memastikan legalitas perusahaan tersebut sebelum memutuskan investasi. Caranya adalah dengan mengecek ke situs atau bertanya langsung kepada otoritas seperti Bappebti dan OJK.
Selain itu, masyarakat harus berpikir logis dan menghitung dengan baik apakah tawaran itu masuk akal atau terlalu mengada-ada. Investasi bodong selalu menawarkan imbal hasil yang sangat tinggi dan selalu menjanjikan tidak ada risiko kerugian. Itu sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak mungkin terjadi.
Yang tidak kalah penting, masyarakat harus terus-menerus belajar tentang jenis-jenis instrumen investasi, cara kerja, dan potensi risikonya.