APBN Disiapkan untuk Menopang Daya Beli

Apabila pemerintah ingin mempertahankan harga keekonomian dari lonjakan harga energi, kompensasi yang harus diberikan pemerintah kepada badan usaha yang melakukan pengadaan energi akan bertambah.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Petugas memotret warga yang penerima dana bantuan Program Sembako Tahun 2022 di kantor Kelurahan Larangan Utara, Larangan, Kota Tangerang, Banten, Kamis (3/3/2022).

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN di awal tahun ini akan kembali bekerja keras untuk meredam dampak negatif dari kenaikan harga bahan pokok. Pemerintah memanfaatkan APBN sebagai instrumen untuk memastikan inflasi tidak mengganggu daya beli masyarakat yang tengah beranjak pulih dari pandemi Covid-19.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata dalam konferensi pers APBN Kita yang berlangsung secara virtual, Senin (28/3/2022), mengatakan, pemerintah memastikan APBN akan meredam dampak inflasi global yang merembet pada kenaikan harga pangan dan energi.

Dalam hal ini, lanjutnya, APBN bisa dimanfaatkan untuk penebalan program perlindungan sosial ataupun peningkatan subsidi energi dan non-energi.

”Jadi kalau kemudian penyesuaian harga menjadi pilihan nantinya, tentu memberikan tambahan bantuan sosial untuk menjaga keseimbangan daya beli masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan harga bahan pokok dan energi tetap terjangkau oleh masyarakat,” ujarnya.

Jadi kalau kemudian penyesuaian harga menjadi pilihan nantinya, tentu memberikan tambahan bantuan sosial untuk menjaga keseimbangan daya beli masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan harga bahan pokok dan energi tetap terjangkau oleh masyarakat.

Hingga 28 Februari 2022, realisasi anggaran perlindungan sosial mencapai Rp 49 triliun atau tumbuh 24,1 persen dibandingkan realisasi periode yang sama tahun sebelumnya.

Pertumbuhan realisasi anggaran perlindungan sosial ini didorong oleh realisasi subsidi energi untuk bahan bakar minyak (BBM), elpiji 3 kilogram, serta listrik yang mencapai Rp 21,7 triliun.

Selain untuk subsidi energi, dana perlindungan sosial juga disalurkan melalui Program Keluarga Harapan (PKH) kepada 7,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan melalui penyaluran sembako untuk 16,6 juta KPM. Pada awal Maret, sebanyak 10 juta KPM telah menerima dana PKH dan 18,8 juta KPM telah menerima sembako dari pemerintah.

Baca juga: Pemulihan Ekonomi 2023 Tak Hanya Tergantung APBN

Pemerintah juga telah membayarkan premi 82,9 juta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Februari 2022. ”Jadi selama triwulan pertama, untuk bantuan sosial yang selama ini menjadi fondasi, sudah kami lakukan pembayaran,” katanya.

Isa mengatakan, bila pemerintah ingin mempertahankan harga keekonomian dari lonjakan harga energi, kompensasi yang harus diberikan pemerintah kepada badan usaha yang ditugaskan untuk melakukan pengadaan energi akan bertambah.

Pada 2021, nilai kompensasi atas harga BBM tercatat senilai Rp 30 triliun dan harus dibayarkan ke Pertamina. Sementara kompensasi listrik mencapai Rp 17,9 triliun dan harus dibayarkan ke PLN. Pada tahun sebelumnya, pemerintah masih menunggak kompensasi Rp 15,9 triliun yang harus dilunasi kepada Pertamina.

DIMAS WARADITYA NUGRAHA

Kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah kepada Pertamina dan PLN atas harga keekonomian energi yang dijual kepada masyarakat.

”Respons kebijakan yang akan dipilih akan tetap memperhatikan stabilitas perekonomian untuk memastikan harga-harga bahan pokok tetap terjangkau, terutama untuk masyarakat miskin dan rentan,” ujarnya.

Target inflasi

Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio N Kacaribu mengatakan, berdasarkan perhitungannya, inflasi di sepanjang tahun ini akan tetap dalam target pemerintah dalam rentang 2 persen-4 persen. Kalkulasi ini sudah termasuk dalam perhitungan kenaikan harga dan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen sampai 11 persen.

Saat ini, lanjutnya, pemerintah selalu memantau kenaikan harga-harga di pasar internasional yang sedang tinggi. ”Pemerintah terus memantau seperti yang sudah kita lakukan dalam dua tahun terakhir, terutama dalam kondisi pandemi, selalu yang kami utamakan adalah masyarakat yang miskin dan rentan,” ujarnya.

Baca juga: Terimpit Laju Inflasi

Surplus APBN

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, hingga 28 Februari 2022, APBN mencatatkan surplus Rp 19,7 triliun atau 0,11 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Surplus APBN didorong oleh pendapatan negara yang mencapai Rp 302,4 triliun dan lebih tinggi daripada belanja negara yang sebesar Rp 282,7 triliun.

Surplus APBN didorong oleh pendapatan negara yang mencapai Rp 302,4 triliun, lebih tinggi daripada belanja negara yang sebesar Rp 282,7 triliun. ”Surplus ini belum menggambarkan keseluruhan cerita tahun 2022 karena perjalanan masih cukup panjang dan masih cukup dinamis yang harus kita antisipasi,” kata Sri Mulyani.

Pendapatan negara ini naik 37,7 persen secara tahunan dari Rp 219,6 triliun pada Februari 2021 menjadi Rp 302,4 triliun di akhir Februari 2022. Pendapatan negara meliputi penerimaan perpajakan Rp 256,2 triliun yang meningkat 40,9 persen dari Rp 181,8 triliun pada Februari 2021 serta pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 46,2 triliun.