Masih Banyak Peserta BP Jamsostek yang Belum Terdaftar di JKP
Ada 10,23 juta pekerja formal yang sudah terdaftar di BP Jamsostek, tetapi tidak bisa menjadi peserta program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Berbagai instrumen untuk mendorong peningkatan kepesertaan harus dioptimalkan.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ada selisih besar antara jumlah peserta program Jaminan Kehilangan Pekerjaan dibandingkan dengan total jumlah peserta penerima upah yang terdaftar di BP Jamsostek. Perbaikan perlu dilakukan dari sisi regulasi dan teknis agar lebih banyak pekerja bisa menjadi peserta JKP dan mengakses manfaat saat mengalami putus kerja.
Data BP Jamsostek menunjukkan, sampai awal tahun 2022, terdapat 10,59 juta peserta BP Jamsostek yang dinyatakan memenuhi syarat untuk menjadi peserta program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Jumlah ini jauh di bawah jumlah total peserta aktif penerima upah (PU) BP Jamsostek yang per tahun 2021 sebanyak 20,83 juta.
Dengan demikian, ada 10,23 juta pekerja formal atau peserta PU yang sudah terdaftar di BP Jamsostek, tetapi tidak bisa menjadi peserta JKP. Kesenjangan jumlah kepesertaan ini menjadi salah satu sorotan dalam kajian Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (22/3/2022).
Ketua DJSN Andie Megantara mengatakan, diperlukan pengawasan dan penelusuran lebih lanjut untuk mencari tahu penyebab dari adanya selisih yang cukup besar antara jumlah peserta aktif PU dan jumlah peserta program JKP itu. ”Perlu ditelisik, faktor regulasi dan teknis apa yang mengurangi jumlah peserta JKP tersebut,” kata Andie.
Terkait hal itu, ia mengusulkan agar sosialisasi JKP dilakukan lebih gencar supaya program tunjangan pengangguran tersebut tidak sepi peminat. ”Kami melihat sebenarnya masih ada ruang untuk menambah jumlah peserta JKP. Kami khawatir ada pekerja yang belum tahu tentang program ini. Untuk sosialisasi ini, dibutuhkan peran lebih aktif juga dari serikat pekerja,” ujarnya.
Secara terpisah, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, jumlah peserta JKP yang masih jauh di bawah total jumlah peserta PU BP Jamsostek itu semakin memperjelas masalah klasik bahwa masih banyak pekerja yang belum didaftarkan perusahaannya di program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) secara lengkap.
Pasalnya, salah satu syarat untuk menjadi peserta JKP adalah sudah terdaftar di lima program Jamsostek, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan Jaminan Pensiun (JP), bagi mereka yang bekerja di usaha berskala menengah-besar. Sementara pekerja dari usaha skala mikro-kecil setidaknya harus terdaftar di empat program jamsostek, yakni JKK, JKM, JHT, dan JKN.
”Kalau kepesertaan di JKK, JKM, JHT, JP dan JKN tidak signifikan, kepesertaan JKP juga pasti tidak akan signifikan,” katanya.
Hal ini memperjelas masalah klasik bahwa masih banyak pekerja yang belum didaftarkan perusahaannya di program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan secara lengkap.
Tidak dijalankan
Hal ini disayangkan karena sebenarnya sudah banyak instrumen hukum yang dibuat untuk mendorong peningkatan kepesertaan Jamsostek tersebut. Ia mencontohkan, salah satunya, Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 7/2021 tentang Tata Cara Pendaftaran Peserta dan Pelaksanaan Rekomposisi Iuran dalam Program JKP.
Regulasi itu menyatakan bahwa pengusaha harus memberikan data hubungan kerja kepada BP Jamsostek paling lama 3 bulan sejak permenaker tersebut diundangkan. Data yang dimaksud berupa tanggal dimulainya perjanjian kerja atau surat pengangkatan pekerja yang bersatus tetap (perjanjian kerja waktu tidak tertentu/PKWTT) serta data tanggal dimulai dan berakhirnya perjanjian kerja bagi pekerja berstatus kontrak (perjanjian kerja waktu tertentu/PKWT).
”Aturan ini ada supaya Kemenaker bisa melacak apakah semua pekerja di perusahaan terkait sudah terdaftar di BP Jamsostek atau belum. Ini seharusnya upaya untuk meningkatkan kepesertaan JKP. Ini belum dijalankan sehingga masih banyak pekerja yang tidak bisa menjadi peserta JKP,” ujar Timboel.
Instrumen hukum lain yang seharusnya dimanfaatkan adalah Instruksi Presiden No 2/2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Inpres itu menugasi Kejaksaan Agung untuk melakukan penegakan hukum kepada perusahaan milik swasta dan negara yang tidak patuh mendaftarkan pekerjanya di program Jamsostek.
Ada pula Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-IX/2011 yang sebenarnya membolehkan pekerja yang belum didaftarkan perusahaannya untuk mendaftar sendiri ke BPJamsostek atas tanggungan pemberi kerja. ”Namun, ini juga tidak dijalankan dengan alasan siapa yang akan membayar iuran. Justru di situ kewenangan BP Jamsostek untuk menagihkan iuran ke perusahaan yang bersangkutan,” kata Timboel.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, pemerintah terus akan memperbaiki implementasi program JKP. Sejauh ini, manfaatnya sudah bisa dirasakan oleh cukup banyak pekerja. Sejak Februari 2022 sampai 20 Maret 2022, Kemenaker mencatat ada 191 orang yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan sudah mendapatkan manfaat uang tunai, akses pasar kerja, dan pelatihan kerja dari JKP.
”Kami mencoba memberi harapan baru bagi pekerja yang ter-PHK. Dengan program JKP ini, tanpa harus menambah iuran baru, pekerja bisa mendapat tiga manfaat sekaligus,” katanya.
Terkait implementasi pelatihan kerja dan akses pasar kerja, sampai 20 Maret 2022 sudah ada 94 orang yang melakukan asesmen pengembangan diri, 34 orang yang sudah melakukan konseling kerja, dan 58 orang yang sudah melamar ke lebih dari lima pekerjaan sejak mengikuti program JKP.
Adapun program pelatihan kerja yang saat ini tersedia ada 188 pelatihan, terdiri dari 46 pelatihan daring, 130 pelatihan luring, dan 12 pelatihan campuran sehingga pekerja bisa memilih mengikuti sesi pelatihan daring atau luring. Beberapa program pelatihan yang paling banyak dicari adalah desain grafis, operator komputer, barista, bahasa Inggris, menjahit pakaian, tata kecantikan, dan pemasaran digital.