DPR dan Kementerian Pertanian Rekomendasikan Pembatasan Impor Kedelai
Larangan terbatas impor kedelai menjadi salah satu poin simpulan rapat kerja Komisi IV DPR dengan Kementerian Pertanian, di kompleks parlemen, Selasa (22/3/2022).
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rapat Komisi IV DPR dan Kementerian Pertanian menyepakati rekomendasi pembatasan impor kedelai. Hal itu dirasa perlu guna mengikis ketergantungan pada kedelai impor yang selama ini linear dengan sulitnya mengembangkan kedelai lokal. Selain itu, penjaminan bagi petani juga mesti dipikirkan.
Rekomendasi tersebut menjadi salah satu poin simpulan rapat kerja Komisi IV DPR dengan Kementerian Pertanian, di kompleks parlemen, Selasa (22/3/2022). Hadir dalam rapat itu, antara lain, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, Direktur Utama Pupuk Indonesia Bakir Pasaman, dan Direktur Utama ID Food Frans Marganda.
Dalam paparannya, Syahrul menyebut ketersediaan kedelai hingga Desember 2022 aman. Namun, bersama bawang putih, daging sapi, dan gula konsumsi, komoditas tersebut masih membutuhkan substitusi impor. Dalam rekomendasinya, Kementan pun merekomendasikan kebijakan impor kedelai dari non-larangan terbatas menjadi larangan terbatas.
Dalam prognosa neraca komoditas pangan strategis Kementerian Pertanian pada Januari-Desember 2022, disebutkan total ketersediaan kedelai ialah 391.285 ton, sedangkan kebutuhan tahunan 2,98 juta ton. Adapun rencana impor kedelai pada periode tersebut 2,84 juta ton.
Sejumlah anggota Komisi IV DPR mencecar Menteri Pertanian terkait kedelai lokal yang tak mampu berkembang sehingga pemenuhan kebutuhan dalam negeri didominasi impor. Mereka juga meneruskan permintaan Gabungan Koperasi Produsen Tahu dan Tempe Indonesia (Gakoptindo) yang butuh pasokan kedelai lokal dan siap menyerapnya.
Anggota Komisi IV dari Fraksi PDI-P, Sutrisno, mengatakan, Gakoptindo meminta pemerintah untuk memenuhi kebutuhan kedelai lokal sebanyak 1 juta ton per tahun. Terutama untuk bahan baku produksi tahu.
”Namun, pada 2022, kedelai hanya mampu diproduksi sekitar 200.000 ton. Dari waktu ke waktu anggarannya cukup besar. Sepertinya program-program pengembangan kedelai itu barlen, bubar kelalen. Setelah itu tak dilanjutkan. Seharusnya ada kemandirian. Dengan totalitas, nantinya akan mencukupi dari waktu ke waktu,” ujar Sutrisno.
Sementara itu, anggota Komisi IV dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Andi Akmal Pasluddin, menilai, kunci dari pengembangan kedelai ialah adanya offtaker atau penjamin. Percuma jika petani terus diberi insentif, tetapi tak ada yang menjamin. Ia pun mendorong penguatan Bulog untuk mengimpor kedelai sehingga impor tak sepenuhnya oleh swasta.
Syahrul menuturkan, selain persoalan ketergantungan pada kedelai impor, terbatasnya anggaran juga menjadi kendala dalam pengembangan kedelai lokal. ”Persoalannya, ada refocusing. (Pengembangan kedelai) dari 400.000 hektar turun menjadi 200.00 hektar dan sekarang tinggal 57.000 hektar. Karena tinggal itu anggaran yang tersedia,” katanya.
Ia menambahkan, agar petani tertarik menanam kedelai, harus dibeli seharga Rp 10.000 per kilogram (kg). Jika di bawah itu, petani akan beralih menanam jagung. Khusus perihal kedelai, Mentan mengaku siap membicarakan komoditas itu secara terbatas dan ia yakin pengembangan dapat dioptimalkan.
Anggota Komisi IV dari Fraksi PKS, Slamet, mengapresiasi semangat Syahrul dalam membenahi persoalan kedelai. ”Namun, kami ingin mendapat grand design dari Kementan, tahun depan akan seperti apa. Sebab, masalah kedelai ini dari tahun kemarin jawabannya sama. Kalau alasan anggaran, bisa disisir (yang lain) untuk dialokasikan ke sini,” katanya.
Impor kedelai
Budi Waseso mengemukakan, pada prinsipnya Bulog siap untuk mengimpor agar ada stok dalam negeri. Namun, yang dihadapi ialah para importir kuat dan sudah mengakar. Dengan demikian, saat akhirnya ada penugasan, Bulog mau tidak mau harus membeli kedelai pada importir. Sasaran agar mendapat harga lebih murah pun akhirnya tidak terlaksana.
”Banyak negara lain yang memproduksi kedelai dan sudah kami jajaki. Lebih kurang ada tujuh negara, yang relatif lebih murah daripada kita impor dari AS. Persoalannya kembali lagi, ini dibuka atau diizinkan tidak kalau kita ambil dari negara lain selain AS? Kembali lagi dari Kementerian Pertanian, tentunya, kalau memang ada penugasan ke Bulog,” ujar Budi.
Ia menambahkan, menurut Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2016, pajale (padi, jagung, kedelai) menjadi kewenangan Bulog. ”Namun, sekarang (telah diubah Perpres Nomor 20 Tahun 2017) beras pun kami tak punya kewenangan. (Sekarang) beras pun karena kami memaksa saja karena mau tak mau harus memihak petani. Kalau jagung kedelai penugasan,” lanjutnya.
Mengenai penyaluran cadangan beras pemerintah (CBP), kata Budi, sudah terlaksana. Namun, yang masih mengganjal yakni keterlambatan atau penundaan kepastian pembayarannya. Akan tetapi, untuk ketersediaan beras saat ini, terutama menghadapi Ramadhan dan Lebaran, ia memastikan ketersediaan sangat mencukupi.
Salah satu poin simpulan rapat itu, yakni Komisi IV DR meminta Kementerian Keuangan membayar tagihan pelepasan stok cadangan beras pemerintah kepada Perum Bulog sebesar Rp 185,8 miliar. Dengan demikian, Bulog dapat beroperasi serta melakukan tugas dan fungsinya sebagai stabilisator pasokan dan harga pangan pokok nasional. Kemenkeu dan Kementan pun diminta menyelesaikan administrasi penagihan dan pembayaran atas tagihan Bulog.
Dalam rapat itu, Menteri Pertanian memastikan ketersediaan pangan strategis aman selama Lebaran, bahkan hingga akhir Desember 2022. Di luar kedelai, bawang putih, daging sapi, dan gula konsumsi, komoditas sepenuhnya dapat dipenuhi produksi dalam negeri, yakni beras, jagung, bawang merah, cabai merah keriting, cabai rawit merah, daging ayam ras, telur ayam ras, dan minyak goreng.