Penyalahgunaan Minyak Goreng Curah Perlu Diantisipasi
Jangan sampai bermunculan minyak goreng siluman. Artinya, minyak goreng curah, dengan HET Rp 14.000 per liter kemudian disalahgunakan dengan dikemas sehingga menjadi minyak goreng kemasan, kemudian dijual.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah telah melepas harga minyak goreng kemasan ke mekanisme pasar dan menyubsidi minyak goreng curah dengan harga eceran tertinggi Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram. Adanya gap antara harga minyak goreng curah dan kemasan dikhawatirkan memicu praktik pemalsuan. Hal ini perlu diantisipasi.
Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development pada Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah, saat dihubungi, Minggu (20/3/2022), mengatakan, tangki minyak goreng curah, yang ditujukan untuk kelas menengah-bawah, jangan sampai bocor di jalan. Misalnya, tersalur ke industri.
Selain itu, jangan sampai bermunculan minyak goreng siluman. Artinya, minyak goreng curah dengan HET Rp 14.000 per liter kemudian disalahgunakan dengan dikemas sehingga menjadi minyak goreng kemasan, kemudian dijual dengan harga di atas HET. Saat ada gap harga, potensi praktik-praktik tersebut menjadi terbuka.
”Jangan sampai merek-merek baru bermunculan. Kementerian Perdagangan harus segera merilis merek-merek yang selama ini sudah mendapat izin edar. Kalau daftar dikeluarkan, masyarakat bisa membantu mengawasi sehingga saat ditemukan merek-merek siluman bisa langsung dilaporkan ke Satgas Pangan,” kata Rusli.
Ia mencontohkan, harga minyak yang didapat Rp 14.000 per liter kemudian dikemas atau dipak, lalu dijual Rp 18.000 per liter. Itu dapat dimanfaatkan mereka yang ingin meraup banyak keuntungan. Apalagi, saat ini mendekati bulan puasa. Bisa jadi, sejumlah warga tergiur dengan iming-iming minyak goreng kemasan harga murah.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, hingga Minggu (20/3/2022) malam, belum merespons saat dikonfirmasi terkait upaya Kemendag dalam memastikan distribusi minyak goreng curah yang disubsidi pemerintah.
Sebelumnya, beberapa kebijakan telah dilakukan pemerintah termasuk kewajiban menjual di pasar domestik (domestic market obligation/DMO) 30 persen untuk ekspor minyak sawit mentah (CPO). Selain itu, juga diterapkan HET Rp 11.500 per liter untuk minyak goreng curah, Rp 13.500 per liter untuk kemasan sederhana, dan Rp 14.000 per liter untuk kemasan premium.
Namun, kebijakan-kebijakan tersebut tidak efektif, salah satunya karena disparitas harga. Akibatnya, minyak goreng sulit didapat atau kalaupun tersedia dijual di atas HET. Akhirnya, diputuskan pemerintah hanya memberlakukan HET pada minyak goreng curah, Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram, sedangkan minyak goreng kemasan dilepas pada mekanisme pasar. Kebijakan DMO juga dicabut.
Dalam webinar ”Kelangkaan Sembako dalam Perspektif Ilmu Pemerintahan” yang digelar Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI), Sabtu (19/3/2022), Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatkan, disparitas harga harga minyak goreng curah dan kemasan berpotensi menimbulkan masalah-masalah baru.
Menurutnya, pemerintah jangan berkutat menyelesaikan persoalan minyak goreng di hilir, tetapi harus dari hulu. ”(CPO) ini, kan, barangnya ada di bumi Indonesia. Tanah negara, tetapi kita disuruh beli dengan harga internasional. Ini tak masuk akal,” ujar Tulus.
Menurut dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pakuan, Bogor, Iman Hilman, pelepasan minyak goreng kemasan pada mekanisme pasar ialah solusi jangka pendek. ”Namun, biasanya terjadi asymmetric price transmission (transmisi harga asimetris). Jadi, saat harga CPO dunia turun membutuhkan waktu untuk (harga minyak goreng) ikut turun,” katanya.
Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel menuturkan, Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum. Ia mengajak para produsen untuk bertanggung jawab terhadap ketersediaan barang di pasar dan juga dalam menentukan harga.
”Minyak goreng masuk barang strategis, bukan kebutuhan sekunder maupun tersier seperti kendaraan dan elektronika sehingga industri pangan bahan pokok bukan sekadar dilihat dari sisi investasi, tetapi bagian dari partisipasi dalam pembangunan. Jadi, harga bahan pokok, termasuk minyak goreng, jangan dilepas ke pasar,” ujarnya dikutip dari situs DPR, Jumat (18/3/2022).
Ia pun menekankan, tugas pemerintah ialah mengatur dan bertindak di lapangan dan tak seharusnya menjadi macan ompong. ”Pencabutan HET minyak goreng kemasan dan menaikkan HET minyak goreng curah sama saja membiarkan masyarakat kecil disorong untuk bertarung melawan raksasa pengusaha,” ucap Gobel.
Pungutan ekspor
Setelah dicabutnya HET serta DMO dan DPO pada ekspor CPO, pada 17 Maret 2022 diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/PMK.05/2022 tentang Perubahan Ketiga atas PMK nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Peraturan itu mulai berlaku pada 18 Maret 2022.
Dibandingkan Perubahan Kedua atau PMK Nomor 76/PMK.05/2021, terdapat sejumlah perubahan. Sebelumnya, tarif pungutan ekspor berdasarkan harga CPO terbagi dalam tujuh kategori (terendah pada harga 750 dollar AS per ton, tertinggi di atas 1.000 dollar AS per ton). Sementara pada aturan terbaru terdapat 17 kategori (terendah pada harga 750 dollar AS per ton, tertinggi di atas 1.500 dollar AS per ton).
Menurut PMK Nomor 76/PMK.05/2021, tarif pungutan ekspor CPO saat harga di atas 1.000 dollar AS per ton (batas atas) ialah 175 dollar AS per ton. Sementara pada Nomor 23/PMK.05/2022, tarif pungutan ekspor CPO saat harga di atas 1.500 dollar AS per ton (batas atas) ialah 375 dollar AS per ton.
Rusli mengatakan, dengan adanya PMK terbaru, yang pasti akan ada penambahan pendapatan bagi pemerintah, dalam hal ini BPDPKS, yang antara lain untuk pendanaan subsidi minyak goreng curah. Juga ada tujuan mendorong hilirisasi karena pungutan ekspor pada produk olahan nilainya lebih rendah ketimbang masih dalam bentuk CPO.
Akan tetapi, ia menilai saat ini pengusaha tetap akan memilih mengekspor dalam bentuk mentah atau CPO meski tarif pungutan ekspor lebih tinggi. ”Sebab, mengolah akan lebih memakan waktu, sedangkan saat ini sedang momentum (tingginya harga CPO) dan belum tahu sampai kapan,” ucap Rusli.
Menurut Rusli, PMK terbaru terkait pungutan ekspor itu menjadi win-win solution. ”Ini bisa menekan ekspor. Dengan adanya tarif tinggi juga bisa digunakan seperti peremajaan sawit dan sebagainya. Di sisi lain, ada minyak goreng yang akhirnya HET-nya dilepas sehingga pasokan melimpah,” kata dia.
Menurut catatan Trading Economics, per Jumat (18/3/2022) harga CPO 1.047 dollar AS per ton. Sebelumnya, pada 8 Maret 2022, harga CPO sempat melonjak hingga 1.280 dollar AS per ton.