Kebutuhan Tenaga Kerja Konstruksi IKN Mencapai 1,14 Juta Orang
Kebutuhan tenaga kerja konstruksi untuk tujuh paket pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara diperkirakan mencapai 1,14 juta orang. Butuh peningkatan kompetensi yang perlu dikejar begitu cepat.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebutuhan tenaga kerja konstruksi untuk tujuh paket pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara diperkirakan mencapai 1,14 juta orang. Dari jumlah yang dibutuhkan tersebut, sebagian besar tenaga kerja yang tersedia masih berada di level pendidikan dasar sehingga membutuhkan peningkatan kompetensi keterampilan di bidang konstruksi.
Direktur Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Dedy Natrifahrizal dalam webinar ”Kesiapan Tenaga Kerja Konstruksi dalam Pembangunan Ibu Kota Nusantara” di Jakarta, Kamis (17/3/2022), mengatakan, ”Setiap anggaran Rp 1 triliun yang dibelanjakan untuk pembangunan infrastruktur, setidaknya dibutuhkan sekitar 14.000 tenaga kerja konstruksi, sehingga untuk kantor pemerintahan saja dibutuhkan tenaga kerja konstruksi setidaknya 282.124 orang.”
Secara rinci, Kementerian PUPR membagi dalam tujuh paket pekerjaan dan kebutuhan tenaga kerja konstruksi. Pembangunan kantor pemerintahan menelan biaya Rp 20.151,75 miliar menyerap tenaga kerja konstruksi (TKK) sebanyak 282.124 orang, perumahan pemerintah Rp 23.374,35 miliar (TKK 327.241 orang), penunjang kegiatan masyarakat Rp 5.973,20 miliar (TKK 83.625 orang), infrastruktur jalan dan jembatan Rp 12.374,79 miliar (TKK 173.247 orang), infrastruktur dasar permukiman Rp 12.374,79 miliar (TKK 52.250 orang), infrastruktur sumber daya air Rp 3.732,11 miliar (TKK 52.250 orang), serta fasilitas masyarakat dan aset lingkungan Rp 3.820,41 miliar (TKK 53.486 orang).
Menurut Dedy, dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi telah diatur bahwa setiap tenaga kerja konstruksi wajib memiliki sertifikasi. Bahkan, UU tersebut mengatur sanksi apabila tenaga kerja konstruksi tidak memiliki sertifikasi pekerja konstruksi. Begitu pula penyedia jasa konstruksi wajib mempekerjakan TKK yang bersertifikat. Apabila mempekerjakan TKK yang tidak tersertifikasi, mereka akan dikenai sanksi.
Pembangunan IKN akan dilakukan dalam waktu yang bersamaan sehingga permasalahannya bukan hanya segera menyerap TKK, melainkan juga ketersediaan TKK yang kompeten dan bersertifikat. Pemerintah juga membutuhkan tenaga ahli dan tenaga terampil. Mereka tidak bekerja sepanjang waktu di proyek sehingga masih bisa dikombinasikan untuk bekerja di pekerjaan lainnya di lingkungan IKN.
Dedy memperlihatkan kondisi TKK di Indonesia saat ini. Berdasarkan survei angkatan kerja bidang konstruksi dari Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus 2021, Kalimantan Timur menunjukkan bahwa pekerja konstruksi dengan tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) mencapai 10.539 orang, sedangkan lulusan SD/sederajat sebanyak 18.421 orang. Sekolah menengah pertama (SMP) atau sederajat sebanyak 23.944 orang dan sekolah menengah umum (SMU) atau sederajat sebanyak 36.306 orang. Diploma 1-3 sebanyak 242.403 orang, sedangkan tingkat sarjana 8.080 orang.
Pembangunan IKN akan dilakukan dalam waktu yang bersamaan sehingga permasalahannya bukan hanya segera menyerap TKK, melainkan juga ketersediaan TKK yang kompeten dan bersertifikat.
”Total jumlah angkatan kerja berdasarkan survei BPS untuk Provinsi Kalimantan Timur, mereka yang bekerja di sektor konstruksi mencapai 99.693 orang. Jadi, berdasarkan survei saja, banyak sekali kekurangan tenaga kerja di Kalimantan Timur untuk melakukan pembangunan di IKN sehingga kita diharapkan lebih banyak mencetak pekerja konstruksi dalam rangka pembangunan IKN. Tentu saja, perlu upaya transfer pengetahuan yang didampingi oleh provinsi lain, seperti Kalbar, Kalteng, Kalsel, dan Kaltara (Kalimantan Utara),” jelas Dedy.
Dedy menambahkan, berdasarkan angkatan kerja di bidang konstruksi untuk Indonesia, jumlah angkatan kerjanya mencapai sekitar 8,293 juta orang. Dari ijazah yang mereka miliki, mereka yang tidak tamat SD mencapai 756.812 orang dan lulus SD/sederajat sebanyak 2,9 juta orang. Jumlah ini paling tinggi dibandingkan tingkat pendidikan lainnya sehingga perlu menjadi perhatian bersama.
”Kita perlu meningkatkan kompetensinya supaya mereka bisa diterima dan dapat mengikuti perkembangan zaman dan teknologi dalam melakukan pembangunan konstruksi di Indonesia,” ucap Dedy.
Tumingan dari Forum Socio Engineering Nusantara mengatakan, tahun 2021 jumlah tenaga ahli untuk Kaltim sebanyak 310 orang, sedangkan tenaga terampil sekitar 1.180 orang. Di politeknik, pihaknya telah mempunyai Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan sudah berkoordinasi dengan asosiasi profesi untuk meningkatkan kompetensi calon tenaga kerja.
”Kami berharap ada penambahan alokasi anggaran tentang penyiapan tenaga kerja. Sebab, dari statistik sangat kecil sekali. Di Kaltim terdapat 96.000 tenaga konstruksi, tetapi yang tersertifikasi hanya sekitar 30.000 orang,” kata Tumingan.
Kekurangan tenaga kerja
Kepala Dinas PUPR Kaltim AM Fitra Firnanda menambahkan, ”Kemampuan kami selama ini kalau dirata-rata melakukan sertifikasi hanya 3.000 orang per tahun. Tentu sangat jauh dibandingkan kebutuhan yang akan kita perlukan, terutama untuk pembangunan IKN. Mungkin perlu puluhan tahun untuk bisa memenuhinya.”
Pembangunan IKN tentu sangat banyak kebutuhannya untuk membangun kota, mulai dari air baku, drainase, jalan tol, hingga rel kereta, termasuk jumlah hunian yang akan dibangun di sana. Fitra membeberkan sejumlah data yang dimiliki Kaltim. Pendanaan pembangunan IKN disebutnya sangat dinamis. Versi total pendanaan IKN bermacam-macam, mulai dari Rp 466 triliun yang tercantum dalam perencanaan Kementerian PUPR, kemudian berubah menjadi Rp 500 triliunan. ”Terakhir saya dengar beritanya mencapai Rp 1.400 triliun,” katanya.
Dari pemaparan Kementerian PUPR, tambah Fitra, anggaran perencanaan mencapai Rp 13,98 triliun dan memerlukan sebanyak 60.000 tenaga ahli. Menurut dia, dari kacamata Kaltim, nilai total sesuai rencana strategis pemerintah hingga tahun 2024 mencapai Rp 466 triliun. Kalau dibagi lima tahun, setiap tahun rata-rata butuh Rp 93,2 triliun. Ini sangat dinamis, tergantung sumber pembiayaan, entah dari APBN murni, kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), atau investasi swasta.
Fitra menjelaskan, berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kaltim tahun 2021 yang mencapai Rp 695 triliun, peruntukan sektor konstruksi mencapai Rp 60 triliun. Artinya, untuk menggerakkan Rp 60 triliun ini, dibutuhkan sekitar 100.000 TKK.
”Jika diambil data proyek yang sedang berjalan, seperti pembangunan gedung lantai tiga dengan kebutuhan dana sekitar Rp 50 miliar selama kurun waktu enam bulan, jumlah kebutuhan TKK lebih kurang 100 orang. Dengan angka ini sebagai acuan, pembangunan selama 12 bulan membutuhkan dana Rp 100 miliar dan jumlah TKK sebanyak 200 orang,” paparnya.
Dari hitungan ini, lanjut Fitra, dana Rp 1 triliun bisa menyerap 2.000 orang. Tentu, perhitungan ini sangat berbeda dengan perkiraan pemerintah pusat yang mencatat Rp 1 triliun dapat menyerap 14.000 orang. Dengan dana sebesar Rp 93,2 triliun per tahun untuk IKN, berarti akan menyerap TKK sebanyak 186.000 orang per tahun dengan asumsi Rp 1 triliun menyerap 2.000 orang. Jumlah ini saja jauh melebihi jumlah TKK di Kaltim yang sekitar 100.000 orang.