Setiap sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik atau e-katalog di tingkat kementerian/lembaga dan pemerintah daerah diharuskan terhubung dengan e-katalog nasional.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setiap kementerian, lembaga, dan instansi pemerintah daerah diharuskan memiliki sistem pengadaan barang dan jasa secara daring atau elektronik katalog yang terintegrasi ke sistem di pemerintah pusat. Salah satu tujuan pengintegrasian adalah meminimalkan risiko korupsi pengadaan barang dan jasa.
Rencana kebijakan itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan serta Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate di sela-sela konferensi pers ”Kick Off Meeting Digital Economy Working Group G-20”, Selasa (15/3/2022), di Jakarta.
Luhut menjelaskan, sistem elektronik katalog (e-katalog) nasional, menurut rencana, diluncurkan pada 24 Maret 2022. Pengembangannya telah dilakukan tujuh bulan terakhir. ”Kami wajibkan semua instansi pemerintah daerah punya e-katalog. Lalu, e-katalog bersangkutan harus terhubung dengan sistem aplikasi e-katalog nasional. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akan ikut mengaudit,” ujar Luhut.
Menurut Luhut, dengan adanya sistem e-katalog nasional, tender instansi kementerian/ lembaga ataupun pemerintah daerah akan berkurang. Risiko korupsi pengadaan barang dan jasa juga bisa diminimalkan. E-katalog juga berpeluang menaikkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,7 persen per tahun berdasarkan kajian Badan Pusat Statistik.
Selain itu, sistem e-katalog nasional diyakini mampu mengakomodasi produk buatan dalam negeri. Apalagi, pemerintah telah menetapkan alokasi belanja untuk pengadaan barang dan jasa buatan lokal setiap tahun. Nilai alokasi pengeluaran tersebut berkisar Rp 400 triliun.
Johnny menambahkan, pemerintah akan ambil bagian menyiapkan aplikasi e-katalog nasional. Menurut rencana, sistem itu akan berjalan di pusat data nasional yang sedang dibangun Kementerian Komunikasi dan Informatika. Adanya sistem e-katalog nasional juga akan mendukung semakin bertumbuhnya inovasi produk dalam negeri.
”Perusahaan besar ataupun skala UMKM lokal pun menjadi memiliki kesempatan luas untuk berkembang dan berpartisipasi dalam ekonomi digital,” ucap Johnny.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di acara yang sama, mengatakan, salah satu isu penting dalam Digital Economy Working Group G-20 adalah masalah konektivitas. Secara global, masih ada 2,9 miliar orang penduduk dunia yang belum terhubung atau memiliki akses ke internet. Selain itu, separuh populasi di dunia menilai harga layanan internet masih mahal.
“Padahal, ekonomi digital memiliki peluang membantu perekonomian global. Oleh karena itu, dalam forum G-20, kita harus memperkuat kerja sama global mengatasi permasalahan-permasalahan yang bisa menghambat pertumbuhan ekonomi digital. Permasalahannya pun bukan sekadar ketimpangan konektivitas dan harga layanan internet, tetapi juga menyangkut regulasi yang menjamin perlindungan konsumen,” kata Retno.