Proyek Pengadaan Satelit Cadangan Satria-1 Terus Berlanjut
Pengadaan proyek satelit cadangan dilakukan oleh Kementerian Kominfo untuk memitigasi risiko peluncuran dan pengoperasian Satria-1. DPR dan akademisi berharap pemerintah punya kejelasan strategi peruntukan bagi warga.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proyek pengadaan satelit cadangan untuk memitigasi risiko peluncuran dan pengoperasian satelit telekomunikasi Satelit Republik Indonesia atau Satria-1 terus berlanjut. Proyek satelit cadangan ini akan dimanfaatkan oleh sektor pendidikan, fasilitas kesehatan, dan layanan pemerintah daerah.
Menurut juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Dedy Permadi saat dihubungi pada Minggu (13/3/2022) di Jakarta, proyek pengadaan satelit cadangan atau hot backup satellite (HBS) berbeda dengan proyek satelit Satria-2 yang kerap disebut sebagai kelanjutan Satria-1. Proyek HBS diadakan untuk memitigasi risiko peluncuran dan pengoperasian Satria-1.
”Biaya investasi pengadaan proyek HBS sekitar Rp 5,2 triliun, termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Dananya bersumber dari saldo kas badan layanan umum Bakti Kemenkominfo pada 2022/2023,” ujar Dedy.
Mengenai kegunaan proyek HBS, kata Dedy, terdapat sejumlah penerima manfaat satelit ini, antara lain sektor pendidikan, fasilitas kesehatan, dan pemerintah daerah. Namun, tidak disebutkan secara spesifik lokasi potensi penerima manfaat tersebut. Ia hanya menyebutkan, ada 93.400 titik satuan pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga pesantren; 3.700 titik puskesmas dan rumah sakit; serta 47.900 titik kantor desa/kelurahan.
Sebelumnya, pada Jumat (11/3) sore, Kemenkominfo mengumumkan Kemitraan Nusantara Jaya sebagai pemenang tender proyek HBS. Mengutip siaran pers Kemenkominfo, Kemitraan Nusantara Jaya terdiri dari PT Satelit Nusantara Lima, PT Dian Swastika Sentosa Mas Gemilang, PT Pasifik Satelit Nusantara, dan PT Palapa Satelit Nusa Sejahtera.
Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kemenkominfo Anang Latief menambahkan, proyek HBS dimulai pada triwulan I-2022 dan ditargetkan bisa meluncur pada 2023. Target pengoperasian pada akhir 2023. Manufaktur proyek HBS adalah Boeing, sedangkan roket peluncurnya adalah Falcon-9 milik Space-X. Slot orbitnya menggunakan administrator Indonesia di 113 E.
Manufaktur proyek HBS adalah Boeing, sedangkan roket peluncurnya adalah Falcon-9 milik Space-X. Slot orbitnya menggunakan administrator Indonesia di 113 E.
Dihubungi terpisah, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bobby Adhityo Rizaldi, mengatakan, Komisi I selalu mendukung ide pemerintah terkait layanan telekomunikasi di seluruh Indonesia. Pihaknya berharap agar selama pengadaan proyek infrastruktur, termasuk satelit telekomunikasi, harus sesuai prosedur, transparan, dan bisa dipertanggungjawabkan.
”Sampai sekarang, informasi HBS sudah menyebar ke publik yang intinya proyek ini diperlukan selama masa transisi sebelum satelit Satria-1 penuh beroperasi. Sementara kami belum terinfo secara resmi mengenai pengadaan proyek HBS,” ucap Bobby.
Menurut pengajar pada Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB), M Ridwan Effendi, pemerintah sebenarnya diperbolehkan mengadakan dan meluncurkan dua proyek satelit telekomunikasi.
”Namun, proyek HBS di tengah belum selesainya proyek Satria-1 perlu ditelaah urgensinya. Bagaimanapun, keberadaan satelit telekomunikasi berfungsi sebagai cadangan bagi jaringan terestrial atau jaringan telekomunikasi kabel fiber optik,” ucapnya.