Gejolak harga pangan yang terkait erat dengan pasar internasional dikhawatirkan berlanjut hingga Lebaran 2022 di tengah konflik Rusia-Ukraina. Pemerintah dinilai perlu mengantisipasi risiko kemacetan impor pangan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga sejumlah bahan pangan pokok, antara lain, karena pengaruh situasi di pasar internasional, dikhawatirkan berlanjut hingga Lebaran 2022. Pemerintah diharapkan mengantisipasi risiko kemacetan impor agar stok dan pemenuhan kebutuhan di dalam negeri terjaga. Khususnya komoditas yang hingga kini masih diimpor Indonesia.
Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, saat dihubungi, Rabu (9/3/2022) berpendapat, neraca komoditas sebenarnya sudah disosialisasikan sejak tahun lalu sehingga diharapkan dapat berjalan 1 Januari 2022. Namun, pelaksanaannya mundur, salah satunya terkait impor daging.
"Harus dipastikan agar tidak ada kemacetan dalam izin impor. Kan, ada juga ketentuan dalam regulasi tentang neraca komoditas. Juga harus ada alternatif dalam tahap jangka pendek agar tak ada kemacetan pasokan. Pasalnya, situasi saat ini tidak mudah diprediksi," ujar Khudori.
Sebelumnya, kenaikan harga daging sapi sempat membuat sejumlah pedagang di pasar tradisional mogok berjualan karena kesulitan menjual. Namun, kini mereka sudah berjualan kembali. Kenaikan harga antara lain disebabkan oleh meningkatnya harga sapi bakalan impor dari Australia, lantaran negara itu melakukan kebijakan repopulasi sapi.
Khudori menambahkan, pemerintah harus selalu berkomunikasi dengan importir untuk menjaga ketersediaan. "Kalau cukup, tinggal diinformasikan. Begitu juga sosialisasi kepada masyarakat agar tidak perlu melakukan pembelian panik (panic buying)," ujarnya.
Sementara terkait hambatan distribusi minyak goreng, ia menilai kebijakan DMO (pemenuhan kebutuhan dalam negeri) justru menimbulkan ketidakpastian. Kebijakan DMO sebesar 20 persen menjadi sulit bagi produsen minyak goreng yang tidak terintegrasi dengan kebun sawit karena jika tak mendapat pasokan CPO (minyak sawit mentah), maka mereka harus membeli dengan harga pasar.
Menurut data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, per Selasa (8/3/2022), harga sejumlah komoditas naik dalam sebulan terakhir. Harga bawang merah nasional, misalnya, naik dari Rp 32.100 per kilogram (kg) menjadi Rp 36.900 per kg. Sementara cabai rawit merah naik dari Rp 49.700 per kg menjadi Rp 70.800 per kg.
Sementara itu, kedelai impor, sebulan terakhir juga naik dari Rp Rp 12.500 per kg menjadi Rp 13.300 per kg. Adapun daging sapi paha belakang naik dari Rp 127.100 per kg menjadi Rp 129.000 per kg.
Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) Arief Prasetyo Adi, dalam tinjauan bersama Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi ke tempat penjualan daging di pasar di Jakarta, Rabu (9/3/2022) mengatakan, daging kerbau beku, daging sapi beku, dan daging sapi dari sentra produksi di Indonesia dapat dipilih masyarakat.
"Daging akan kami distribusikan ke pelaku usaha ataupun asosiasi-asosiasi dengan memberikan beberapa pilihan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat," kata Arief, dalam keterangannya.
Dari tinjauannya, ia juga menilai komoditas pangan lain, seperti bawang putih dan gula, masih ada pada harga yang baik. "Untuk cabai merah dan bawang merah ada sedikit kenaikan. Ini menjadi pekerjaan rumah saya bersama-sama Menteri Perdagangan. Juga untuk berkolaborasi menjaga stabilisasi harga pangan," lanjutnya.
Mengenai minyak goreng, bersama Kementerian Perdagangan, pihaknya akan terus menyosialisasikan harga yang sesuai ketetapan pemerintah. Itu dengan melabeli harga di produk kemasan maupun spanduk-spanduk khusus di pasar-pasar tradisional. Ia juga meminta BUMN pangan untuk terus melakukan operasi pasar pendistribusian minyak goreng.
Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng Sawit, disebutkan bahwa HET ditetapkan Rp 11.500 per liter untuk minyak goreng curah, Rp 13.500 per liter untuk kemasan sederhana, dan Rp 14.000 per liter untuk kemasan premium. Akan tetapi, lantaran distribusi belum lancar, masih ditemukan di sejumlah tempat penjualan di atas HET.