Penyaluran subsidi perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah terus didorong. Investasi properti diharapkan meningkat setelah hambatan perizinan teratasi.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyaluran dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau FLPP untuk masyarakat berpenghasilan rendah per 2 Maret 2022 tercatat 20.327 unit senilai Rp 2,24 triliun. Pembiayaan subsidi perumahan rakyat itu disalurkan lewat 18 bank.
Berdasarkan data Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), penyaluran dana FLPP untuk tahun ini dimulai pada 17 Februari. Adapun selama Februari 2022, penyaluran FLPP sebanyak 13.345 unit senilai Rp 1,47 triliun atau meningkat 2.000 persen secara tahunan, yakni 650 unit senilai Rp 69,79 miliar pada Februari 2021.
Komisioner BP Tapera, Adi Setianto, berpendapat, penyaluran FLPP semakin menjanjikan. Selain itu, masih terdapat data tunggu yang masih belum dibayarkan oleh bank sebanyak 5.129 unit senilai Rp 572,43 miliar.
”Ini memperlihatkan optimisme yang tinggi dari pelaku pembangunan perumahan,” ujar Adi Setianto, dalam keterangan tertulis, Jumat (4/3/2022).
Sejumlah 18 bank yang menyalurkan dana FLPP hingga 2 Maret 2022 meliputi Bank Tabungan Negara (BTN), BTN Syariah, BNI, BJB, Bank Sumsel, Bank Jambi, Bank Nagari, Bank Riau Kepri Syariah, Bank Sumut Syariah, Bank Kalbar, Bank Nagari Syariah, Bank Sulsel, Bank Aceh, Bank Kaltim, Bank Sulteng, Bank Kalbar Syariah, Bank DKI, dan Bank Jambi Syariah.
Penyaluran dana FLPP melonjak setelah sempat terhenti per 31 Oktober 2021 sejalan dengan berakhirnya masa kerja PPDPP untuk beralih ke BP Tapera.
Adi mengaku optimistis target penyaluran dana FLPP tahun 2022 bisa tercapai. Tahun ini, BP Tapera menargetkan FLPP untuk 200.000 unit rumah. Pemerintah juga dinilai terus mendorong perkembangan pasar perumahan di Indonesia, antara lain melalui perpanjangan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sampai September 2022.
Bangunan gedung
Adi menambahkan, hambatan perizinan di sektor perumahan juga telah diurai pemerintah melalui terobosan kebijakan. Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia tertuang dalam Surat Edaran Bersama Nomor 973/1030/SJ, No. SE-1/MK.07/2022, No 06/SE/M/2022, dan No 399/A.1/2022 tentang Percepatan Pelaksanaan Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung.
Dalam surat edaran tersebut, pemerintah daerah yang telah menerbitkan peraturan daerah (perda) tentang retribusi PBG wajib menggunakan perhitungan retribusi itu dalam surat bukti kepemilikan bangunan gedung (SIMBG). Sedangkan pemda kabupaten/kota yang belum memiliki perda tentang retribusi PBG untuk sementara dapat memakai penghitungan retribusi IMB ke dalam SIMBG.
”Kebijakan yang dikeluarkan ini menjadi jalan keluar untuk menghilangkan hambatan perizinan bagi pelaku pembangunan. Tentunya hal ini berdampak positif terhadap pembangunan rumah subsidi di Indonesia. Diharapkan, pembangunan perumahan subsidi yang tadinya sempat terkendala bisa jalan kembali dengan tetap memperhatikan kualitas bangunan dan ketepatan sasaran,” ujar Adi.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti, dalam Sosialisasi Surat Edaran Bersama Persetujuan Bangunan Gedung secara daring, Jumat, mengemukakan, pada 2021 terdapat 33 raperda PBG yang telah selesai dievaluasi Kementerian Keuangan. Sedangkan hingga awal Maret 2022, pihaknya telah selesai mengevaluasi 53 raperda PBG dari pemerintah kabupaten/kota. Adapun raperda PBG yang masih dievaluasi berjumlah 9 raperda.
Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali mengemukakan, pihaknya mengapresiasi terobosan surat edaran empat menteri untuk percepatan realisasi PBG. Percepatan Perda Retribusi PBG diyakini akan mempercepat investasi properti dan meningkatkan kontribusi terhadap investasi nasional yang tahun ini ditargetkan Rp 1.200 triliun.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal, investasi properti mencapai Rp 121 triliun atau 13,4 persen dari total realisasi investasi nasional tahun 2021 sebesar Rp 900 triliun. Padahal, selama Agustus 2021-Februari 2022, banyak proyek properti tidak bisa dibangun akibat kendala perizinan, yakni peralihan IMB ke PBG. Kendala PBG dapat menghambat porsi investasi properti skala nasional.
Apersi dengan keanggotaan 3.500 pengembang saat ini mayoritas menggarap rumah bersubsidi serta rumah yang menyasar kaum milenial. ”Sebenarnya properti bisa berkinerja lebih baik jika ada percepatan PBG. Investasi properti bisa meningkat dan memberikan kontribusi lebih besar terhadap investasi nasional,” ujarnya