Di setiap perusahaan yang pada akhirnya sukses keluar dari krisis, semangat gigih dan terus berpengharapan selalu muncul.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Mahmoud Darwish seorang sastrawan Palestina. Ia sangat produktif di tengah tekanan Israel. Darwish terpaksa sempat berpindah-pindah negara. Bahkan, ia sempat dipenjara karena karyanya. Menjelang meninggal, ia masih berkarya. Sekalipun situasinya berat, ia tetap gigih. Suaranya melalui puisi tetap menggema sekalipun Palestina terus terpinggirkan.
Darwish telah melahirkan puluhan buku puisi. Berbagai penghargaan internasional didapat. Orang mengenal karya-karyanya yang menyuarakan harapan bangsa Palestina. Harapan yang sebenarnya tiap hari makin tipis tetapi tidak membuat Darwish mengalah. Ia tidak mau kalah dengan keadaan. Harapan tetap saja ada di setiap kata-kata puitisnya.
Dan apakah kau akan memenangi perang ini?
Tidak. Yang penting adalah bertahan.
Bertahan pun sudah merupakan kemenangan.
Kalimat di atas adalah salah satu kutipan puisinya. Mereka yang sedang berada di dalam situasi bisnis yang tidak menguntungkan sepertinya perlu membaca riwayat dan karya Darwish. Orang yang ”bandel” dengan cita-cita alias tidak mau menyerah sekalipun hanya bisa menyelipkan harapan di setiap karyanya. Orang bisnis dan karyawan di dalam korporasi kerap kali putus asa karena tidak segera menemukan cahaya meski sudah melakukan berbagai inovasi.
Di setiap perusahaan yang pada akhirnya sukses keluar dari krisis, semangat gigih dan terus berpengharapan selalu muncul. Sukses di tengah turbulensi bukan jatuh dari langit tetapi perusahaan memang memiliki jiwa-jiwa yang tidak menyerah dengan keadaan. Pendapatan yang tak kunjung melonjak dan masalah internal yang selalu saja muncul tidak membuat mereka berhenti berharap suatu saat masalah akan selesai.
Seorang penulis bernama John Rampton di dalam laman The Entrepreneur menyebutkan, terlepas dari apakah kita adalah seorang pengusaha, atlet, pelatih, artis atau politisi, kita semua harus mengatasi rintangan dan kemunduran di beberapa titik di dalam hidup kita. Setiap dari kita sebenarnya pernah membuat keputusan untuk berbuat mengatasi masalah itu.
Kerap kali tantangan-tantangan hidup tampaknya tidak dapat diatasi, tetapi yang membedakan mereka yang sukses atau setidaknya mereka yang sedang dalam perjalanan menuju sukses adalah ketahanan dan kepercayaan diri mereka, bukan bakat. Ada yang menyebutnya sebagai kegigihan tetapi orang umum lebih mengenalnya sebagai ketangguhan mental.
Seperti otot
Di dalam sebuah artikel berjudul ”13 Habits Of Mentally Tough People” di laman Forbes, seorang kontributor bernama Brent Gleeson mengatakan, ketangguhan mental sangat penting di dalam mencapai tujuan mulia atau untuk mengatasi rintangan ekstrem perusahaan. Beberapa hal besar di dunia memang datang tanpa sedikit pun kesulitan namun banyak pencapaian di dunia disertai dengan penderitaan.
Tentang ketabahan dan kegigihan di tengah masalah sudah banyak diriset tetapi ternyata untuk urusan bagaimana kita bisa membangun ketabahan dan kegigihan, sesuatu yang belum banyak diketahui. Bagaimana kita membangun ketahanan? Apakah itu terjadi secara alami dari waktu ke waktu atau bisakah kita melatih diri kita untuk menjadi lebih tangguh secara mental?
Greg menuturkan, ketahanan adalah seperti otot di dalam badan. Dengan fokus dan tekad serta beberapa kebiasaan, kita akan dapat memperkuat pikiran untuk mengatasi rintangan apa pun, mendominasi di medan perang, dan menjalani kehidupan yang luar biasa. Ada banyak kebiasaan yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan ketangguhan mental. Ciri-ciri orang tangguh mentalnya adalah kemampuan mendapatkan strategi untuk membuat dirinya gigih yang sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa saja setiap hari.
Orang-orang yang menunjukkan tingkat ketangguhan mental yang paling tinggi tidak hanya menavigasi kesulitan hidupnya dengan baik, mereka juga menyukainya. Mereka lebih tidak nyaman di dalam zona nyaman mereka daripada ketika mereka keluar. Mereka tahu bagaimana mengubah guncangan, ketidakpastian, dan rasa sakit menjadi kekuatan energi yang berguna bagi dirinya dibandingkan menghindari.
Dalam sebuah bukunya, Greg membuat contoh betapa penting latihan sehingga orang bisa makin tabah dan gigih. Contoh itu ada di dalam pelatihan pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat. Selama pelatihan di pasukan elite angkatan laut, para kandidat sering mengalami berbagai bentuk ketakutan. Ketakutan akan rasa sakit, kecemasan, dan penderitaan yang datang setiap hari. Ketakutan akan kegagalan. Ketakutan akan kesuksesan. Ketakutan akan kematian.
Ia menambahkan, namun kematian bukanlah hal terburuk yang bisa menimpa kita. Hal terburuk yang bisa terjadi adalah membiarkan diri kita tidak berguna pada saat kita masih hidup. Saat-saat ada masalah dan tantangan besar tidak sedikit di antara kita memilih menghindar. Pada akhirnya, terserah kita untuk menambah atau membatasi daftar penyesalan kita. Di tengah perusahaan terkena masalah mungkin saja satu per satu memilih berpindah dibanding bersama-sama menghadapi beban yang muncul. Namun, semua bisa berakhir dengan sesal ketika sebenarnya menghadapi masalah lebih memberi makna bagi hidup seseorang kelak kemudian hari.
Kembali ke kisah Darwish, ia bukanlah orang hebat yang menemukan suatu jalan bagi Palestina merdeka tetapi ia mampu menabur harapan. Hingga ia meninggal Palestina tidak berubah banyak bahkan makin menderita karena tekanan. Namun, harapan yang ditebar Darwish tetap ada. Kita yang membaca karyanya pun bisa merasakan harapan-harapan itu. Darwish telah meninggal tetapi kata-katanya masih hidup sementara mereka yang lari dari masalah dan tidak mau gigih menghadapi masalah bisnis sesungguhnya mereka ini telah mati pada saat masih hidup.