Program Pengungkapan Sukarela Kurangi Sengketa Pajak
Jumlah berkas sengketa yang masuk ke Pengadilan Pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak sebagai terbanding mengalami penurunan sebesar 15,9 persen, dari 14.660 berkas pada 2020 menjadi 12.316 berkas pada 2021.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Implementasi program pengungkapan sukarela atau PPS diharapkan bisa semakin mengurangi sengketa pajak yang terjadi antara Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dan para wajib pajak. Dalam beberapa tahun terakhir, berkas sengketa yang masuk ke Pengadilan Pajak cenderung menurun.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor mengatakan, implementasi PPS bisa menekan potensi adanya keberatan dari wajib pajak atas putusan pajak yang ditetapkan fiskus atau pegawai pemerintah.
Pasalnya, ketetapan pajak pada tahun pajak 2016 hingga 2020 dari para wajib pajak (WP) pribadi peserta PPS tidak akan diterbitkan. Hal ini tentunya secara tidak langsung akan menurunkan potensi upaya hukum yang dilakukan oleh wajib pajak.
Potensi terjadinya keberatan dan terbitnya surat keputusan keberatan bisa ditekan. Harapannya, sengketa pajak pada level banding di Pengadilan Pajak dan peninjauan kembali (PK) juga dapat ditekan. (Neilmaldrin Noor)
”Potensi terjadinya keberatan dan terbitnya surat keputusan keberatan bisa ditekan. Harapannya, sengketa pajak pada level banding di Pengadilan Pajak dan peninjauan kembali (PK) juga dapat ditekan,” kata Neilmadrin saat dihubungi Senin (28/2/2022).
Program pengungkapan sukarela adalah kesempatan yang diberikan kepada WP untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harta.
Skema kebijakan tarif dikenakan pada subyek WP orang pribadi dengan basis aset perolehan 2016 sampai 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan 2020. Tarif PPh final ini akan dikenakan 18 persen untuk deklarasi dan 14 persen untuk aset luar negeri repatriasi ataupun aset dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN, hilirisasi SDA, dan energi terbarukan.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak, jumlah berkas sengketa yang masuk ke pengadilan pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak sebagai terbanding mengalami penurunan 15,9 persen dari 14.660 berkas pada 2020 menjadi 12.316 berkas pada 2021.
Pada saat yang bersamaan, permohonan peninjauan kembali (PK) atas perkara pajak yang masuk ke Mahkamah Agung (MA) pada 2021 juga mengalami penurunan hingga 33,53 persen.
Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Pajak sejak 1 Januari hingga 28 Februari 2022 pukul 08.00, nilai harta bersih atau total aset dari 17.821 WP peserta PPS sebesar Rp 21,4 triliun dalam 59 hari pelaksanaan program tersebut.
Berdasarkan nilai harta bersih itu, rata-rata harta yang dilaporkan setiap peserta Rp 1,2 miliar, tetapi nilai harta tersebut tentu akan berbeda-beda dari setiap wajib pajak. Pemerintah tidak menetapkan batasan nilai harta dalam PPS sehingga nilai harta dari para peserta akan bervariasi.
Total aset peserta PPS tersebut terdiri dari Rp 18,75 triliun deklarasi dalam negeri dan repatriasi, serta Rp 1,36 triliun deklarasi luar negeri. Hingga awal pekan ini, terdapat Rp 1,33 triliun yang diinvestasikan oleh peserta, baik itu dalam SBN, hilirisasi SDA, maupun energi terbarukan.
Menarik minat
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan telah menyediakan dua SBN khusus bagi peserta PPS, yakni SBN denominasi rupiah bertenor 6 tahun dengan imbal hasil 5,37-5,62 persen, serta SBN berdenominasi dollar AS bertenor 10 tahun dengan imbal hasil 2,8-3,15 persen.
Ketentuan SBN khusus PPS diberikan untuk peserta yang ingin mendapatkan tarif terendah dalam program pengampunan pajak.
Baca juga : Pemerintah Mengalkulasi Potensi Penerimaan Program Pengungkapan Sukarela
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid menilai, imbal hasil SBN yang diberikan khusus peserta PPS cukup kompetitif sehingga menarik minat pengusaha. Kondisi ini menawarkan keuntungan ganda, yakni mendapatkan imbal hasil sekaligus mendapatkan tarif PPh final rendah.
”Imbal hasil yang diberikan juga tergolong menarik, jadi tentu terbuka kemungkinan wajib pajak akan menggunakan SBN sebagai salah satu instrumen investasi mereka,” kata Arsyad.