Nasib Keranjang Roti Eropa dan Seporsi Mi Indonesia
Konflik Rusia-Ukraina dapat menentukan harga sekeranjang roti dan semangkuk mi dunia, termasuk Indonesia.
Jika berkepanjangan, konflik Rusia-Ukraina akan turut menentukan nasib keranjang roti Eropa dan semangkuk mi dunia, termasuk Indonesia. Kedua negara itu menyumbang 25,7 persen ekspor gandum dunia yang merupakan bahan baku roti dan mi.
Total volume ekspor gandum global pada 2020/2021 sebesar 198,6 juta ton atau meningkat dari periode 2019/2020 yang sebanyak 194,9 juta ton. Kontribusi Rusia terhadap ekspor gandum dunia sebesar 17,7 persen, sedangkan Ukraina 8 persen.
Tak mengherankan jika Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Ngozi Okonjo-Iwaela mengatakan, invasi Rusia ke Ukraina akan berimbas pada pasokan dan harga gandum dunia. Konflik kedua negara produsen gandum dunia itu akan mendorong negara-negara pengimpor gandum di dunia mencari alternatif negara lain untuk mendapatkan bahan baku pangan dan pakan tersebut.
”Harga gandum dan roti akan terimbas konflik tersebut. Imbasnya akan dirasakan masyarakat yang terbiasa mengonsumsi roti. Secara lebih luas, konflik itu akan meningkatkan kekhawatiran dunia terhadap kenaikan inflasi dan kelaparan global,” ujar Okonjo dalam acara virtual bersama Dana Moneter Internasional (IMF) pada 25 Februari 2022.
Harga gandum dan roti akan terimbas konflik tersebut. Imbasnya akan dirasakan masyarakat yang terbiasa mengonsumsi roti. Secara lebih luas, konflik itu akan meningkatkan kekhawatiran dunia terhadap kenaikan inflasi dan kelaparan global. ( Ngozi Okonjo-Iwaela)
Roti merupakan makanan pokok negara-negara di Eropa. Berdasarkan data Statista, nilai pemasaran roti di Eropa pada 2021 sebesar 105,3 miliar dollar AS atau tumbuh pesat dibandingkan dengan 2016 yang sebesar 84 juta dollar AS. Pada 2021/2022, negara-negara di kawasan Eropa merupakan pengonsumsi gandum terbesar kedua dunia, yakni sebanyak 107,65 juta ton.
Negara pengonsumsi gandum terbesar atau peringkat ke-1 adalah China, yaitu sebanyak 148,5 juta ton. Setelah Eropa, kemudian disusul India yang mengonsumsi gandum sebanyak 104,25 juta ton, Rusia 41,5 juta ton, dan Amerika Serikat 30,97 juta ton.
Hal tersebut juga mengundang komentar dari Alan Holland, CEO dan pendiri perusahaan teknologi kecerdasan buatan yang berbasis di Cork, Irlandia. ”Ukraina juga dianggap sebagai sumber ’keranjang roti Eropa’. Invasi (Rusia) akan menyebabkan pukulan keras pada rantai pasok makanan,” ujarnya.
Baca juga : Cerita Gandum dan Kedelai di Tengah Dua Krisis
Sejak Rusia menginvasi Ukraina, harga komoditas global bergejolak. TradingEconomics mencatat, harga gandum global pada pekan terakhir Februari 2022 melonjak menjadi 9,3 dollar AS per gantang. Harga tersebut merupakan harga gandum tertinggi dalam sembilan tahun terakhir. Mengutip Bloomberg, konflik Rusia-Ukraina telah menyebabkan harga minyak mentah melonjak dan menyentuh level 119 dollar AS per barel pada perdagangan Kamis (3/3/2022).
Kenaikan harga minyak itu menyebabkan harga komoditas lain bergejolak. Harga kedelai tembus 17,5 dollar AS per gantang pada 24 Februari 2022, mencapai level tertinggi sejak September 2012. Harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) global juga masih bertengger tinggi, yaitu 6.130 ringgit Malaysia per ton, tidak jauh dari rekor tertinggi pada 21 Februari 2022 yang sebesar 6.158 ringgit Malaysia per ton.
Baca juga : Efek Kupu-kupu
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyatakan, konflik Rusia-Ukraina akan menghambat pemulihan ekonomi global dari pandemi Covid-19. Sanksi ekonomi yang telah diberikan sejumlah negara terhadap Rusia akan menambah dampak ekonomi dari krisis tersebut.
”Ketidakpastian ekonomi akan semakin tinggi. Inflasi akan semakin tinggi akibat kenaikan harga pangan, terutama biji-bijian, dan energi,” kata Kristalina.
Baca juga: Waspadai Inflasi Tinggi Tahun Ini
Seporsi mi
Tak hanya roti, konflik Rusia-Ukraina yang berkepanjangan juga akan berimbas pada bahan baku mi dan harga semangkuk mi. Apalagi sejak pandemi Covid-19, konsumsi mi dunia meningkat tipis. Asosiasi Mi Instan Dunia (World Instant Noodle Association/WINA) mencatat, konsumsi mi instan global pada 2020 mencapai 116,56 miliar porsi, naik dari 2019 yang sebanyak 106,4 miliar porsi.
China dan Hong Kong merupakan negara pengonsumsi mi instan terbesar dunia, yaitu 46,35 miliar porsi. Indonesia menempati peringkat kedua dengan 12,64 miliar porsi mi instan. Disusul kemudian oleh Vietnam (7,03 miliar porsi), India (6,73 miliar porsi), Jepang (5,97 miliar porsi), dan Amerika Serikat (5,05 miliar porsi).
Baca juga: Belenggu Bahan Baku di Industri Makanan dan Minuman
Sementara itu, berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2020 dan 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, tingkat konsumsi mi instan penduduk Indonesia terus bertambah. Pada 2019, konsumsi mi instan penduduk Indonesia 12,6 miliar bungkus setahun, kemudian pada 2020 meningkat menjadi 13,2 miliar bungkus setahun.
Di sisi lain, Indonesia juga menjadi eksportir mi instan. Pada 2020, ekspor mi instan Indonesia sebesar 271,34 juta dollar AS atau meningkat 22,96 persen secara tahunan dari 2019 yang senilai 220,7 juta dollar AS. Pasar ekspor terbesar mi instan Indonesia, antara lain, Malaysia (31,40 persen), Australia (9,84 persen), Singapura (4,7 persen), Amerika Serikat (4,51 persen), dan Timor Leste (4,25 persen).
Pada 2019, konsumsi mi instan penduduk Indonesia sebanyak 12,6 miliar bungkus setahun, kemudian pada 2020 meningkat menjadi 13,2 miliar bungkus setahun.
Karena itu, tidak mengherankan jika Indonesia merupakan pengimpor gandum terbesar ke-14 dunia, yaitu 10,4 juta ton. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, total nilai impor gandum Indonesia pada 2021 sebanyak 3,54 miliar dollar AS. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, impor gandum Indonesia tumbuh 6,21 persen dari 2015 yang sebesar 2,64 miliar dollar AS.
Baca juga : Kisah 106,4 Miliar Porsi Mi Instan Dunia dan Ekspansi Mi Indonesia
Tahun lalu, Indonesia paling banyak mengimpor gandum dari Australia (41,58 persen), Ukraina (25,91 persen), Kanada (18,02 persen), Argentina (4,78 persen), dan Amerika Serikat (3,8 persen). Konflik Rusia-Ukraina ini berpotensi membuat Indonesia kehilangan pasokan gandum dari Ukraina.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Kasan Muhri menuturkan, konflik Rusia-Ukraina ini berpotensi membuat Indonesia kehilangan pasokan gandum dari Ukraina. Ukraina merupakan sumber gandum impor terbesar kedua Indonesia.
Untuk mendapatkan substitusi negara produsen gandum, lanjut Kasan, pasti akan susah. Banyak negara lain yang saat ini membutuhkan gandum untuk bahan pangan ataupun pakan. ”Jika pasokan gandum di dalam negeri berkurang dan harga gandum impor turut naik, imbasnya tidak hanya pada industri skala besar. Pelaku usaha kecil, seperti pedagang bakso, mi, roti, martabak, dan makanan lain yang berbahan baku gandum atau tepung terigu, akan turut terdampak,” ujar Kasan. Per Maret 2021, rata-rata pengeluaran konsumsi mi instan per kapita per bulan masyarakat Indonesia Rp 3.963, naik dari Maret 2020 yang sebesar Rp 3.626. Begitu juga dengan rata-rata pengeluaran konsumsi mi bakso, mi rebus, dan mi goreng per kapita per bulan, naik dari Rp 2.432 pada Maret 2020 menjadi Rp 2.666 pada Maret 2021.