Generasi Produktif Berperan dalam Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Dari 2008 hingga 2020, sudah terjadi tujuh kali krisis ekonomi, sehingga ketidakpastian ialah sesuatu yang pasti. Meski demikian, Indonesia tetap memiliki potensi, termasuk melalui anak muda yang cenderung kreatif.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 serta situasi global menjadi tantangan dalam pertumbuhan ekonomi nasional ke depan. Didominasi oleh generasi produktif, sekitar 70 persen dari total demografi, Indonesia berpeluang untuk terus mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Syaratnya, inovasi mesti terus diasah agar ancaman yang ada berbalik menjadi peluang.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani, dalam peluncuran kampanye “Financial Take Off” secara daring oeh Ternak Uang, Sabtu (26/2/2022), mengatakan, meski ada tantangan geopolitik maupun geoekonomi, serta pandemi Covid-19, peluang akan selalu ada.
“Pasar akan selalu ada. Anak-anak muda saat ini memiliki inovasi dan kreativitas lebih tinggi (dari generasi sebelumnya), sehingga mampu melihat ancaman menjadi peluang. Ini perlu dikembangkan,” kata Aviliani.
Ia menambahkan, setiap tahun ada 2,5 juta jiwa angkatan kerja baru. Namun, dengan pertumbuhan ekonomi 5 persen, yang terserap hanya 1 juta jiwa. Dalam hal ini, pemerintah memiliki pekerjaan rumah untuk meningkatkan keahlian anak muda sehingga bisa menghasilkan pendapatan ataupun bekerja sesuai dengan kebutuhan pasar.
Aviliani mengemukakan, dari 2008 hingga 2020 atau dalam 12 tahun saja, sudah terjadi tujuh kali krisis ekonomi, sehingga ketidakpastian adalah sesuatu yang pasti. Meski demikian, Indonesia tetap memiliki potensi, terlebih dengan generasi produktif (usia 15-64 tahun) sebesar 70 persen dari total demografi Indonesia.
“Apabila generasi muda ini dibekali dengan literasi keuangan yang baik, ditambah dengan daya konsumsi dan pendapatan yang tinggi, pertumbuhan Indonesia dapat terus bergerak ke arah yang positif,” ucap Aviliani.
Peluang juga terbuka jika melihat tren investasi yang terus meningkat. Dengan berinvestasi, imbuh Aviliani, anak muda juga turut membantu pembangunan negara. Salah satunya dengan membeli obligasi negara.
Setiap tahun ada 2,5 juta jiwa angkatan kerja baru. Namun, dengan pertumbuhan ekonomi 5 persen, yang terserap hanya 1 juta jiwa.
Co-founder sekaligus CEO Ternak Uang Raymond Chin menuturkan, generasi milenial dan generasi Z telah berproses melewati krisis keuangan nasional, global, hingga di masa pandemi yang masih berlangsung. “(Namun), dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan, literasi keuangan masyarakat masih rendah, yakni 38,03%. Perlu ada langkah nyata untuk bangkit,” ujarnya.
Raymond menambahkan, sebuah aset atau kesempatan akan tumbuh lebih eksponensial saat belum banyak orang yang tahu. Saat ini, non-fungible token (NFT) menarik, tetapi mau tak mau risiko juga semakin besar. Oleh karena itu, berinvestasi harus diikuti dengan pemahaman risiko dan pertanggungjawaban. Setidaknya, perlu memahami dulu manajemen keuangan yang tepat.
Sektor pertumbuhan
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik, Senin (7/2), ekonomi Indonesia tahun 2021 tumbuh sebesar 3,69 persen, lebih tinggi dibanding capaian tahun 2020 yang mengalami kontraksi sebesar 2,07 persen. Sementara pada triwulan IV-2021, tercatat ekonomi tumbuh 5,02 persen secara tahunan (year on year).
Sejumlah sektor yang tumbuh baik di antaranya telekomunikasi, kesehatan, pertanian dan perkebunan. Sementara sektor properti masih menantang karena ada perubahan gaya hidup masyarakat pada pandemi Covid-19, yang juga akan memengaruhi kebutuhan ke depan. “Namun, perlu dilihat juga perusahaannya, tidak hanya sektornya,” kata Aviliani.
Terkait dengan situasi global, lanjut Aviliani, perlu diwaspadai karena tahun ini Amerika Serikat mulai mengurangi stimulus, serta bank sentral AS, The Fed, yang akan menaikkan suku bunga. “Akan berdampak pada inflasi dan nilai tukar akan cenderung fluktuatif,” lanjutnya.
Sebelumnya, Deputi Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi 5,5 persen di tahun ini untuk kembali ke status negara berpendapatan menengah atas. Sementara untuk dapat keluar dari jebakan itu sebelum 2045, setidaknya dalam 20 tahun ke depan Indonesia harus memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi 6 persen per tahun.
”Salah satu kunci menggenjot pertumbuhan ekonomi adalah melalui strategi transformasi ekonomi yang baik. Transformasi salah satunya dilakukan dengan memperbarui sumber daya dan motor penggerak ekonomi,” ujar Amalia dalam webinar Presidensi G-20 Indonesia, Kamis (24/2).