IHSG Diperkirakan Akan Menyentuh Level 7.400 pada Akhir 2022
Kondisi ekonomi yang berangsur membaik tahun ini diperkirakan akan menjadi penopang pertumbuhan laju Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mandiri Sekuritas memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG akan menyentuh level 7.400 pada akhir 2022, atau bertumbuh 12 persen dari awal tahun ini pada level 6.600. Kondisi perekonomian yang terus membaik akan menjadi faktor penopang laju IHSG tahun ini.
”Kami memperkirakan IHSG akan terus naik hingga level 7.400 pada akhir 2022,” ujar Head of Equity Research Mandiri Sekuritas Adrian Joezer pada jumpa pers Mandiri Sekuritas dengan tema ”Capital Market: Equity and Fixed Income Outlook 2022”, Rabu (23/2/2022).
Ia menjelaskan, seiring dengan kondisi ekonomi yang terus pulih, kinerja emiten pun akan membaik. Ini turut menjadi penopang laju IHSG tahun ini.
”Perekonomian Indonesia ini baru tahap awal pemulihan sehingga potensi masih sangat besar ke depan,” ujar Joezer.
Sektor-sektor yang diproyeksikan akan bertumbuh antara lain sektor keuangan dan konsumsi. Kondisi likuiditas yang berlimpah dan permintaan pembiayaan yang terus meningkat seiring pemulihan ekonomi menjadi pendongkrak kinerja emiten sektor finansial. Pulihnya permintaan masyarakat juga mendorong kinerja emiten di sektor konsumsi.
Namun, Joezer juga mengatakan, ada beberapa risiko yang mengintai pertumbuhan indeks. Meningkatnya jumlah kasus Covid-19 perlu menjadi perhatian karena bukan tidak mungkin bisa mendorong kembali pembatasan sosial. Kendati demikian, ia mengingatkan, varian Omicron memang lebih mudah menular, tetapi memiliki tingkat kematian lebih rendah dari varian Delta sehingga tingkat kecemasan tidak separah sebelumnya.
Selain itu, Joezer juga meminta investor atau masyarakat mewaspadai faktor eksternal global. Normalisasi kebijakan moneter negara-negara bisa berpotensi menimbulkan gejolak arus keluar modal (capital outflow). Hal ini bisa mengempiskan laju IHSG. Meski demikian, tingkat kepemilikan dana asing di pasar modal yang terus menurun membuat kondisinya lebih stabil dari kemungkinan terjadinya hal itu.
”Pasar modal Indonesia saat ini dalam kondisi lebih tangguh ketimbang taper tantrum pada 2013 lalu. Kepemilikan asing terus menurun, jadi kondisi lebih stabil dari faktor eksternal,” ujar Joezer.
Obligasi
Selain pasar modal, pasar obligasi juga diproyeksikan akan dalam kondisi stabil dan lebih tangguh menghadapi gejolak (resilience) pada tahun ini. Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menjelaskan, pihaknya melihat ada beberapa perkembangan positif di pasar obligasi setelah pandemi.
Ketergantungan pada asing semakin berkurang. Hal itu terlihat dari porsi asing di pasar obligasi yang terus turun di bawah 20 persen dari posisi tertinggi yang sempat di atas 40 persen. Selain itu, saat ini investor asing yang berinvestasi di obligasi juga lebih long term investors, tecermin dari porsi bank sentral asing di pasar obligasi Indonesia meningkat menjadi 26 persen dari sebelumnya hanya 17 persen.
Di sisi lain, dukungan investor domestik pun terus meningkat, baik dari institusi nonbank maupun dari investor ritel. Makin bergairahnya pasar obligasi juga dipicu penurunan pajak bunga obligasi yang tadinya 15 persen menjadi 10 persen.
”Pasar obligasi Indonesia dalam kondisi stabil dan bisa lebih kuat menahan gejolak keuangan,” ujar Handy.