Lonjakan Harga Kedelai Impor, Momentum Kembangkan Kedelai Lokal
Lonjakan harga kedelai impor yang diikuti mogok massal produsen tahu tempe bisa menjadi momentum pengembangan kedelai lokal. Petani berharap ada jaminan harga dan penyerapan hasil panen mereka agar problem tak berulang.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Sejumlah petani dan kelompok tani berharap meroketnya harga kedelai impor berdampak positif bagi upaya mengembangkan kedelai lokal. Mereka ingin kedelai lokal bisa terus meningkat produksinya dan perlahan mengurangi ketergantungan Indonesia pada kedelai impor. Selain upaya mendongkrak produktivitas, tantangan lain yang dihadapi petani adalah terkait jaminan harga dan penyerapan hasil panen.
Ketua Gabungan Kelompok Tani Pangudi Makmur Desa Belor, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Abdul Aris (56) saat dihubungi, Senin (21/2/2022) berpendapat, petani di wilayahnya biasanya menanam kedelai sekali dalam setahun. Sementara di dua musim lain, petani menanam padi.
Akan tetapi, petani kerap menghadapi harga jual yang kurang optimal. Pada tahun 2021, misalnya, harga jual kedelai Gepak Ijo atau varietas paling banyak yang ditanam petani mencapai Rp 9.000 per kilogram (kg). "Padahal, idealnya di atas Rp 10.000 per kg. Paling sulit saat panen raya karena harga kedelai (di petani) jatuh sampai ke Rp 6.000-Rp 7.000 per kg. Itu jadi kendala yang membuat petani kurang tertarik menanam kedelai," kata Aris.
Ia menambahkan, baru-baru ini, pihaknya mendapat bantuan benih varietas Grobogan dari Pemerintah Kabupaten Grobogan untuk lahan seluas 25 hektar. Menurut dia, dari sisi produktivitas, varietas itu relatif lebih baik. Namun, para petani sudah terlanjur terbiasa dengan Gepak Ijo sehingga sosialisasi perlu digencarkan agar petani mau menanam.
"Kalau sudah terbiasa, seharusnya hasilnya lebih baik. Saat kedelai impor terus naik, harusnya kedelai lokal bisa mengisi. Tapi, agar menarik, ya, penjualannya harus ada kepastian," lanjutnya.
Kedelai juga dikembangkan di Desa Cibulan, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang memanfaatkan lahan bekas galian C. Varietas yang ditanam yakni Grobogan dan Anjasmoro.
Kepala Desa Cibulan Iwan Gunawan menyatakan, salah satu kendala dalam budidaya kedelai ialah sulitnya menjemur saat musim hujan. Dari segi harga, saat ini sebenarnya sudah relatif baik, yakni sekitar Rp 10.000 per kg. Ia meyakini, budidaya yang baik akan menghasilkan kedelai berkualitas yang bahkan lebih baik dari impor.
"Sekarang tinggal kesadaran masyarakat serta pembiasaan saja (menggunakan kedelai lokal). Sosialisasi mesti terus digencarkan. Saya pikir, melonjaknya harga kedelai impor menjadi momentum bagi kedelai lokal'," ujar Iwan.
Selama ini, kedelai lokal selalu kalah bersaing dengan kedelai impor yang kini memenuhi 88-90 persen kebutuhan kedelai nasional. Beberapa waktu terakhir, harga kedelai impor terus melonjak. Menurut TradingEconomics, bahkan sempat menyentuh 16 dollar AS per gantang pada Jumat (18/2/2022). Hal itu memicu mogoknya produksi dan dagang tahu tempe di berbagai daerah di Indonesia.
Berulang
Dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian pada Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Subejo berpendapat, meningkatnya harga kedelai impor yang berimbas pada produksi tahu tempe merupakan persoalan berulang tiap tahun. Produksi dalam negeri memang tidak mencukupi kebutuhan.
Akan tetapi, pembenahan dari hulu ke hilir tetap diperlukan guna menggenjot produksi kedelai lokal. "Dari produksi, teknologi dan inovasi, serta sumber daya lokal penting untuk terus dikembangkan. Sementara dari tata niaga di hulu, bagaimana agar petani lebih terjamin dengan harga penjualan yang baik. Jika tidak demikian, petani tidak semangat untuk memproduksi kedelai yang berkualitas," jelasnya.
Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Ali Usman, menuturkan, mogok produksi tahu dan tempe karena kenaikan harga kedelai impor mendesak dicarikan solusi. Salah satunya dengan subsidi. Namun, terkait impor kedelai, perlu ada ketegasan dari pemerintah dalam mekanisme impor dengan negara produsen, misalnya melalui kontrak jangka panjang sehingga stabilitas pasokan dan harga lebih terjamin.
Kendati produksi kedelai lokal masih sulit memenuhi kebutuhan dalam negeri, paling tidak produksi harus dinaikkan kualitas maupun kuantitasnya. "Jadi, bagaimana koordinasi antara Kementerian Pertanian dan pihak-pihak terkait. Teknologi berperan untuk meningkatkan produksi. Produksi kedelai ini menjadi tantangan agar Indonesia dapat mengurangi ketergantungan impor," katanya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur, Hadi Sulistyo mengatakan, saat ini pihaknya tengah mengoptimalkan potensi sumber daya lokal dengan penyedian lahan penanaman kedelai, terutama di wilayah sentra seperti Kabupaten Bojonegoro, Banyuwangi, dan Jember.
Penanamannya dengan menggunakan benih unggul bersertifikat serta perlindungan tanaman kedelai secara optimal. Pasalnya, kedelai merupakan tanaman subtropis sehingga ada potensi serangan organisme pengganggu tanaman yang tinggi.
Hadi menambahkan, pemanfaatan lahan-lahan kering serta pengaturan pola tanam dengan model tumpang sari atau tumpang sisip dengan jagung juga direncanakan guna mendongkrak produksi. Perluasan areal tanam baru pun diupayakan, antara lain melalui kerja sama dengan lembaga lain, seperti Perhutani.
Menurut data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur, luas panen kedelai sepanjang 2022 diperkirakan mencapai 39.478 hektar dengan produksi 70.660 ton ose. Sementara konsumsi kedelai mencapai 292.152 ton sehingga ada defisit 221.492 ton.
Saat dikonfirmasi tentang upaya Kementerian Pertanian dalam meningkatkan produktivitas kedelai di tengah melonjaknya harga kedelai impor, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi, hingga Senin (21/2/2022) malam, belum merespons.