Gotong Royong dan Bhinneka Tunggal Ika Kembali Mendunia
Gotong royong dan Bhinneka Tunggal Ika kembali bergaung di era presidensi G-20 Indonesia. Empat tahun lalu, semangat masyarakat dan semboyan negara Indonesia itu mendunia dalam forum IMF-Bank Dunia 2018.
Semangat dan filosofi Indonesia, yaitu gotong royong dan Bhinneka Tunggal Ika, kembali mendunia. Dana Moneter Internasional (IMF) menyampaikan lagi pesan itu kepada negara-negara anggota G-20 di tengah presidensi G-20 Indonesia.
”Kita harus bekerja sama untuk mengakhiri pandemi, menavigasi pengetatan moneter, dan mengalihkan fokus ke keberlanjutan fiskal,” tulis Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam IMFBlog, Rabu (16/2/2022), waktu setempat.
Gerogieva menyampaikan pesan tertulis itu sehari sebelum Pertemuan Tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G-20 pertama pada 17-18 Februari 2022 yang berlangsung secara virtual di Jakarta. Mereka dapat mengambil inspirasi dari salah satu semangat masyarakat Indonesia, yaitu gotong royong, bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
Semangat ini lebih penting dari sebelumnya karena negara-negara menghadapi rintangan yang berat tahun ini. Meskipun ekonomi mulai pulih perlahan, sejumlah tantangan ketidakpastian akibat pandemi Covid-19, moneter, fiskal, dan gangguan rantai pasok dunia masih terjadi.
”Kita juga harus mengikuti semboyan Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika (unity in diversity). Meski berbeda dan beragam, bersama-sama kita bisa melewati rintangan menuju pemulihan berkelanjutan yang berdaya tahan tinggi,” papar Georgieva menutup pesannya.
Baca juga : Forum Sepakat Gapai Stabilitas Ekonomi Global
Kita juga harus mengikuti semboyan Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika ( unity in diversity). Meski berbeda dan beragam, bersama-sama kita bisa melewati rintangan menuju pemulihan berkelanjutan yang berdaya tahan tinggi.
Empat tahun lalu, sejumlah kearifan lokal Indonesia, termasuk gotong royong dan Bhinneka Tunggal Ika, juga mengemuka dalam Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018. Acara yang digelar di Nusa Dua, Bali, 8-14 Oktober, itu dihadiri 34.000 peserta dari 189 negara.
Waktu itu, Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde menggaungkan semangat gotong royong dalam bahasa Bali, menyama braya, pada konferensi pers pembukaan Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia, 11 Oktober 2018. Sepekan sebelum pertemuan itu, Lagarde telah menggaungkannya di Washington DC, Amerika Serikat.
Semangat gotong royong diungkap Lagarde untuk menekankan kerja sama multilateral di tengah kondisi ketidakpastian perekonomian dan keuangan global. Jika negara-negara bekerja sama, jauh lebih mungkin meningkatkan kesejahteraan masyarakat daripada melakukannya sendiri-sendiri.
”Semangat multilateral itu tertangkap dalam ungkapan indah bahasa Indonesia, yakni gotong royong atau bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama,” ujarnya.
Dalam penutupan pidato tersebut, Lagarde juga memaparkan keanggotaan IMF yang beragam, terdiri atas banyak negara. Hal itu secara indah terangkum dalam semboyan negara Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika.
Baca juga : Mencuatkan Kearifan, Menyelesaikan Persoalan
Pada 2018, perekonomian global, termasuk, Indonesia terimbas krisis ekonomi di Argentina, Venezuela, dan Turki. Saat itu, tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China juga mulai menguat.
Meski tak separah krisis moneter 1997-1998 dan krisis keuangan 2008, dampaknya tetap mengkhawatirkan dunia. Harga minyak mentah melonjak mendekati 80 dollar AS per barel dan rupiah melemah hingga Rp 15.000 per dollar AS.
Suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat juga naik empat kali. Hal ini membuat aliran modal asing lari keluar dari negara-negara berkembang.
Dalam konteks saat ini, dunia tengah menghadapi krisis multidimensi. Pemicu utama krisis tersebut adalah pandemi Covid-19 yang menggerus ketahanan sektor kesehatan dan ekonomi. Ketimpangan vaksinasi global masih besar, utang setiap negara membengkak, dan rantai pasok dunia terganggu.
Bersamaan dengan itu, dampak pemanasan global terhadap perubahan iklim terjadi di sejumlah negara. Kondisi itu mulai dari anomali cuaca embun beku dan gelombang panas, kekeringan, hingga curah hujan tinggi yang menyebabkan banjir dan longsor di sejumlah negara. Kondisi tersebut turut mengganggu rantai pasok pangan dan menyebabkan kenaikan harga pangan dunia.
Dunia tengah menghadapi krisis multidimensi. Pemicu utama krisis tersebut adalah pandemi Covid-19 yang menggerus ketahanan sektor kesehatan dan ekonomi.
Baca juga : Efek Kupu-kupu
Kerugian akibat pandemi
Berdasarkan laporan Our World in Data, per 18 Februari 2022, sebanyak 10,42 miliar dosis vaksin Covid-19 telah diberikan secara global. Sebanyak 61,9 persen dari 7,8 miliar penduduk dunia telah menerima setidaknya satu dosis vaksin.
Penerima vaksin itu didominasi negara-negara berpenghasilan tinggi. Sementara di negara-negara berpenghasilan rendah, baru 10,6 persen populasi yang telah menerima satu dosis vaksin. Negara-negara berpenghasilan tinggi bahkan telah memberikan vaksin penguat (booster) kepada penduduknya.
IMF memperkirakan, kerugian output global secara kumulatif akibat pandemi mencapai mencapai 13,8 triliun dollar AS hingga 2024. Gangguan besar di berbagai sektor bisnis dan pasar tenaga kerja diperkirakan mencapai 17 triliun dollar AS.
Pada 2020, IMF juga mencatat, total utang global, baik negara maupun swasta, meningkat menjadi 226 triliun dollar AS. Lonjakan utang ini terbesar sejak Perang Dunia II.
Omicron adalah pengingat terbaru bahwa pemulihan yang tahan lama dan inklusif tidak mungkin dilakukan selama pandemi berlanjut. Mengakhiri pandemi secara bersama-sama akan membantu mengatasi luka ekonomi akibat Covid-19 yang berkepanjangan.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, presidensi G-20 Indonesia akan mengangkat tiga isu utama yang mengacu pada tema utama ”Recover Together, Recover Stronger”. Ketiga isu itu adalah arsitektur kesehatan global, transformasi digital, dan transisi energi.
Indonesia tetap akan mendorong negara-negara G-20 mengatasi pandemi Covid-19 bersama-sama. Salah satunya adalah mengatasi kesenjangan vaksinasi global yang dapat berpengaruh pada ketimpangan perdagangan dan perekonomian global.
”Distribusi vaksin Covid-19 secara global belum merata. Negara-negara maju, seperti Eropa, mempunyai lebih dari tiga kali jumlah vaksin yang mereka butuhkan. Namun, distribusi vaksin dari Eropa ke negara-negara lain, terutama Afrika, masih belum maksimal,” katanya.
”Recover Together, Recover Stronger” di era kepemimpinan G-20 Indonesia menyiratkan pesan gotong royong dan Bhinneka Tunggal Ika yang terus melintasi zaman.
Keduanya tak hanya dihidupi di Indonesia, tetapi juga bergaung di berbagai belahan dunia. Semangat dan semboyan itu tetap kontekstual di tengah kondisi dan tantangan zaman yang terus berubah dari waktu ke waktu.
Baca juga : Keberlanjutan Evolusi Perdagangan dan Industri Dijaga