Pola bekerja secara hibrida mendorong pasar perkantoran semakin tertekan. Sejumlah penyesuaian dilakukan pengembang dan penyewa ruang kantor.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan dan pola bekerja secara hibrida telah membuat kebutuhan ruang kantor semakin berkurang. Pola bekerja hibrida, yakni perpaduan bekerja di kantor dengan bekerja dari rumah, juga membuat perubahan pada pengaturan ruang kantor.
Dalam market insight yang dirilis Colliers, Kamis (17/2/2022), perusahaan cenderung memilih untuk mengurangi sekitar 10-40 persen area kantor pada saat memperbarui kontrak sewa ruang perkantoran. Pola kerja perusahaan yang menerapkan konsep hibrida membuat kebutuhan ruang kantor lebih ringkas dengan berfokus pada kolaborasi.
Head of Project Management Colliers Indonesia Hendry Sugianto mengatakan, perusahaan mulai mengadopsi strategi kerja jarak jauh. Model hibrida tersebut menyajikan cara-cara baru untuk mengatur alur kerja dan interaksi di antara karyawan. Bekerja secara fleksibel dengan lebih dari satu lokasi kerja merupakan upaya perusahaan menanggapi tuntutan fleksibilitas dalam budaya perusahaan.
”Perusahaan yang berpikiran ke depan merintis sistem bekerja dari mana saja serta konsep menjaga jarak telah menyebabkan lebih banyak perusahaan tradisional bergerak untuk mengadopsi strategi kerja jarak jauh parsial,” kata Hendry.
Perubahan dalam desain ruang kantor, di antaranya pengurangan ruang kerja, berkurangnya ruang kantor pribadi, dan bertambahnya area kerja terbuka. Selain itu, berkurang pula meja kerja tetap, serta bertambahnya meja kerja bersama dan ruang pertemuan gabungan multifungsi untuk mengadakan pertemuan atau pelatihan.
”Kehadiran ruang kolaborasi informal atau ruang pertemuan kecil mulai tersebar pada setiap divisi dalam kantor yang sama,” kata Hendry.
Sebelumnya, dalam Real Estate Market Update Semester II-2021, Colliers Indonesia mencatat okupansi ruang perkantoran yang merosot selama pandemi Covid-19. Secara historis, penyerapan ruang perkantoran pada tahun 2021 tercatat paling rendah, antara lain di kawasan pusat bisnis (CBD) Jakarta sekitar 78 persen, dan non-CBD Jakarta sekitar 75 persen.
Senior Associate Director Research Colliers Indonesia Ferry Salanto memperkirakan tahun 2022 akan ada tambahan sekitar 400.000 meter persegi ruang kantor di CBD Jakarta dan non-CBD Jakarta dengan selesainya konstruksi. Tahun 2023, pasokan baru diprediksi berkurang, sedangkan pada 2024-2025 diproyeksikan tidak ada pembangunan proyek baru di CBD Jakarta.
Sementara itu, Senior Research Advisor Knight Frank (PT Willson Properti Advisindo) Syarifah Syaukat, pekan lalu, mengemukakan, sebanyak 407.000 meter persegi ruang sewa perkantoran yang bakal masuk tahun ini diprediksi membuat tarif sewa ruang kantor masih akan tertekan. Di sisi lain, terdapat 389.000 meter persegi ruang kantor yang menunda masuk pasar sampai waktu yang belum pasti.
Syarifah menambahkan, tarif sewa ruang perkantoran premium yang ditawarkan rata-rata berkisar Rp 412.116 per meter persegi, ruang perkantoran grade A yakni Rp 335.843 per per meter persegi, grade B rata-rata Rp 269.535 per per meter persegi, dan grade C rata-rata 199.051 per per meter persegi.
Pada semester II (Juni-Desember) 2021, jumlah ruang perkantoran yang kosong di CBD Jakarta mencapai 1.990.291 per meter persegi. Adapun ruang kantor dengan tipe sewa memiliki tingkat hunian yang lebih tinggi dibandingkan ruang kantor milik (strata-title).