Tidak hanya cinta dan kecocokan dengan pasangan, berumah tangga juga perlu kesiapan modal dan pemahaman pengelolaan keuangan.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
Sering kali terdengar ungkapan, entah selorohan ataupun wejangan, menikah dan berkeluarga tak cukup bermodal cinta. Calon pasangan suami istri atau pasutri harus melengkapi dengan pemahaman pengelolaan keuangan yang mumpuni agar mampu mempersiapkan keuangan untuk berbagai kebutuhan hidup. Inilah kisah para pasangan yang berupaya menyiapkan keuangan untuk pernikahan mereka.
Juli nanti, Nuel (30) akan meminang kekasihnya yang sudah dipacarinya tiga tahun terakhir ke pelaminan. Sudah jauh-jauh hari sebelumnya, kedua orangtuanya mengingatkan untuk terlebih dahulu memupuk permodalan sebelum memutuskan berkeluarga. Apalagi, pekerjaan sehari-hari Nuel yang merupakan karyawan bank swasta di Jakarta membuat dirinya dikelilingi informasi soal berbagai instrumen investasi.
”Yang saya pahami, berkeluarga itu kelak akan membutuhkan banyak sekali pendanaan untuk jangka panjang. Buat biaya rumah, kendaraan, sekolah anak, kesehatan. Kalau tidak disiapkan sekarang bisa repot nanti,” ujar Nuel, Minggu (13/2/2022).
Sejak 1,5 tahun terakhir, Nuel rajin menyisihkan gaji bulanannya untuk diputar dalam berbagai instrumen investasi, antara lain deposito, saham, dan menjadi pemberi pinjaman dalam teknologi finansial pinjaman antarpihak. Beruntung, calon istrinya juga punya kesamaan paham dengan juga menyisihkan sebagian uangnya untuk berinvestasi. Uang investasi itulah yang akan jadi tabungan kebutuhan masa depannya.
”Buat saya, ya, ini seperti menabung saja dan ada imbal hasil yang didapat. Tidak berharap langsung bakal kaya juga. Ini lebih kepada untuk tabungan masa depan saja,” ujar Nuel.
Kesadaran bahwa berkeluarga tak cukup bermodalkan cinta juga dipahami oleh Kania (27). Meski sudah tujuh tahun berpacaran, dia belum juga memutuskan untuk membawa hubungannya ke jenjang pernikahan karena ingin terlebih dahulu memupuk modal. Apalagi, dia dan pasangan belum genap lima tahun kerja ditambah dengan masih kerapnya mereka tergiur membeli barang-barang promo diskon di situs e-dagang.
”Waduh, itu yang namanya promo diskon e-dagang, sudah pasti deh belanja. Ha-ha-ha,” katanya.
Namun, kesadaran menabung mulai tumbuh perlahan. Kesadaran itu terpupuk setelah rentetan peristiwa beberapa tahun terakhir yang betul-betul menguras tabungan. Kania pun sempat menjalani perawatan karena terinfeksi virus Covid-19. Terlebih sang pacar sempat dirumahkan oleh perusahaannya pada periode awal pandemi.
Beruntung keduanya masih tinggal bersama kedua orangtua sehingga beban biaya masih bisa ditopang bersama. Namun, mereka sadar kelak saat berkeluarga sangat perlu kesiapan modal.
”Dari pengalaman itu, kami sadar perlu banget uang persiapan ke depan,” ujar Kania.
Berlatar belakang pendidikan dan keluarga bukan dari dunia ekonomi membuat Kania buta dengan perencanaan keuangan dan investasi. Namun, ia tidak berkecil hati. Dengan tekun ia mencari informasi seputar perencanaan keuangan dan investasi dari berbagai artikel, siniar, dan video Youtube. Kini, dia sudah mulai memberanikan diri memutarkan sebagian uangnya di sejumlah instrumen investasi.
Terlambat menyadari pentingnya kecukupan modal dilontarkan Bima (30). Ketika hendak menikah empat tahun lalu, Bima dan pasangannya, tidak menyiapkan tabungan yang banyak. Beruntung, keduanya berasal dari keluarga yang berkecukupan sehingga tidak terlalu kesulitan ekonomi.
Namun, di saat pandemi, tekanan ekonomi meningkat, Bima mulai menyesali tidak sempat banyak menabung. Penghasilannya dari usaha toko bangunan warisan orangtua sedang seret. Sementara istrinya yang bekerja di sebuah maskapai penerbangan sempat mengalami pengurangan gaji karena efisiensi.
Ia mengaku, kini persoalan uang kerap kali menimbulkan percik konflik dalam rumah tangganya. Keduanya masih bingung bagaimana membedakan kebutuhan dan keinginan sehingga uang tabungan mereka kerap tergerus.
”Menyesal, dulu sebelum pandemi, sebelum menikah bahkan, kami enggak kumpulin banyak tabungan. Atau setidaknya belajar cara nabung itu bagaimana. Sekarang rasanya berat banget,” ujar Bima.
Buku saku
Berangkat dari pentingnya itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis Buku Saku Cerdas Mengelola Keuangan bagi Calon Pengantin pada 20 Desember 2021. Untuk mengakses buku ini, masyarakat bisa mengunduh soft copy dari situs resmi OJK.
Buku setebal 141 halaman ini berisi penjelasan mengenai cara kerja berbagai lembaga jasa keuangan, mulai dari perbankan, asuransi, pasar modal, multifinance, hingga tekfin.
Selain itu, dalam buku ini dipaparkan bagaimana manajemen alokasi penganggaran keuangan yang dirasa ideal dalam berumah tangga. Sebagai acuan, bisa disisihkan sekitar 10 persen untuk dana sosial, minimal 20 persen untuk investasi, dan maksimal 30 persen untuk membayar cicilan atau utang. Kemudian, sisanya 40 persen dapat dihabiskan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari.
Dalam kata sambutannya, anggota Dewan Komisioner Bagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Tirta Segara, menjelaskan, pemahaman aspek finansial dalam berumah tangga saat ini telah menjadi kebutuhan esensial bagi setiap orang.
”Oleh karena itu, penting bagi kaum muda yang sedang membekali diri dengan pengetahuan keuangan, di antaranya bagaimana prinsip-prinsip pengelolaan keuangan rumah tangga yang baik dan bagaimana memanfaatkan produk/layanan keuangan yang tepat untuk hidup lebih sejahtera,” ujar Tirta.