Wapres Amin: Desain Pembangunan Ekonomi Harus Menjawab Tantangan Masa Depan
Krisis ekonomi pada 1997/1998 dan krisis 2008, serta multikrisis akibat pandemi saat ini, memberi pesan bahwa dunia telah menjadi ”satu desa global”.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Krisis ekonomi bukan satu-satunya petaka yang dihadapi dunia dalam proses pembangunan. Faktor politik, konflik dan perpecahan sosial, terorisme, serta bencana, seperti kelaparan dan pandemi, turut menorehkan catatan buruk dalam sejarah pembangunan dunia. Untuk itu, pembangunan ekonomi harus didesain sesuai dengan perkembangan zaman sekaligus menjawab tuntutan kebutuhan masa depan.
”Kemajuan dicapai silih berganti dengan tempaan gelombang krisis yang terus berulang, meski dengan sebab yang berbeda,” ujar Wapres Amin dalam orasi ilmiah pada acara Wisuda Periode VII Tahun Ajaran 2021/2022 Universitas Brawijaya melalui konferensi video, Sabtu (12/2/2022).
Namun, menurut Wapres Amin, krisis juga mengantarkan pesan dan pelajaran yang kuat. Krisis ekonomi pada 1997/1998 dan krisis 2008, serta multikrisis akibat pandemi saat ini, memberi pesan bahwa dunia telah menjadi ”satu desa global”.
Peristiwa yang terjadi di dalam batas-batas teritorial suatu negara sering kali memberikan efek tular ke negara lain dalam waktu singkat. Kian rekatnya interaksi dan semakin kaburnya batas-batas negara tidak lagi memungkinkan isolasi menjadi jalan keluar yang efektif dalam jangka panjang.
Wapres Amin menyebut bahwa sejarah pembangunan ekonomi bisa dibagi dalam empat babak. Babak pertama adalah pada abad merkantilisme yang kemudian dilanjutkan periode kolonialisme dan imperialisme ketika penguasaan sumber daya alam dianggap faktor penentu kesejahteraan.
Babak kedua adalah ketika pertumbuhan ekonomi dipicu tingkat kepadatan penduduk. Semakin rendah tingkat kepadatan penduduk, semakin tinggi kesejahteraan rakyatnya. Babak ketiga adalah knowledge-based economy atau ekonomi berbasis pengetahuan. Pandangan mutakhir menganggap pendidikan dan teknologi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi.
Krisis juga mengantarkan pesan dan pelajaran yang kuat. Krisis ekonomi pada 1997/1998 dan krisis 2008, serta multikrisis akibat pandemi saat ini, memberi pesan bahwa dunia telah menjadi ”satu desa global ”.
Babak keempat adalah pada saat faktor kelembagaan atau institutions menjadi variabel yang mendorong pertumbuhan ekonomi negara. ”Kelembagaan yang inklusif akan mendorong kinerja ekonomi. Sebaliknya, kelembagaan yang ekstraktif memperburuk kinerja ekonomi,” tambah Wapres Amin.
Diskursus tentang pentingnya kelembagaan muncul karena negara yang terbukti menghasilkan capaian yang gemilang adalah negara yang berhasil menggabungkan pengetahuan dengan kelembagaan yang solid. Menurut Wapres Amin, negara yang berhasil memadukan pengembangan teknologi dan kelembagaan yang inklusif memiliki beberapa karakter pokok.
Karakter pokok tersebut antara lain SDM-nya adalah pencipta, bukan pengekor. Pendidikan formal dan informal ditujukan untuk menambah stok pengetahuan dan keterampilan, bukan semata mengejar gelar kesarjanaan. Insentif kelembagaan inovasi dalam jumlah besar, baik pada lingkup negara, korporasi, maupun komunitas.
Jangkar ekonomi
Selain itu, alokasi dan jenis kegiatan di dalam mata anggaran publik dirombak supaya menghasilkan inovasi, bukan sekadar bersandarkan kepada norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK). Institusi pendidikan dan riset juga harus menjadi jangkar ekonomi. Institusi pendidikan memimpin dan mendorong arah pembangunan ekonomi. ”Tepat pada titik inilah pekerjaan rumah transformasi ekonomi menanti Indonesia,” kata Wapres.
Data menunjukkan jumlah peneliti di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan negara lain. Jumlah peneliti setara penuh waktu per satu juta penduduk di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 216. Indonesia tertinggal jauh dibandingkan ketersediaan peneliti di Jepang dan Korea Selatan, yakni berurutan sebanyak 5.331 dan 7.980.
Menurut Wapres Amin, inovasi belum menjadi praktik keseharian dalam banyak lapangan kehidupan, khususnya di bidang ekonomi. Dalam laporan bertajuk Global Innovation Index 2021 disebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat empat terbawah negara inovatif di Asia Tenggara.
”Mengutip ujaran Herakleitos, seorang Filsuf Yunani, ”Change is the only constant in life”, perubahan akan selalu terjadi bahkan kemungkinan akan semakin intensif. Inovasi menjadi satu-satunya kesempatan terbaik untuk memitigasi perubahan. Gunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai untuk menciptakan inovasi tiada henti,” ujar Wapres.
Wapres Amin juga mendorong lulusan perguruan tinggi untuk membekali kemampuan diri dengan kapasitas kewirausahaan. Ilmu pengetahuan dan inovasi akan memiliki efek yang luar biasa bagi perubahan masyarakat apabila dikaitkan dengan dunia usaha. “Kewirausahaan akan menjadi medium inovasi untuk memproduksi komoditas dan membuka lapangan kerja. Itulah bahan baku utama kesejahteraan,” ucap Wapres Amin.
Pentingnya kewirausahaan juga diungkapkan Wapres Amin saat menghadiri secara daring Wisuda VIII Institut Agama Islam Bani Fattah (IAIBAFA) Jombang Tahun Akademik 2021/2022 dari Kediaman Resmi Wapres Jakarta, Sabtu (12/2/2022). ”Saya mendorong saudara untuk menjadi wirausaha sehingga dapat membuka lapangan kerja untuk saudara-saudara sebangsa,” tambahnya.
Rektor Universitas Brawijaya Nuhfil Hanani AR berharap agar para lulusan Universitas Brawijaya dapat mengamalkan ilmunya di masyarakat dan memberi manfaat bagi sekitarnya. ”Agar para lulusan Universitas Brawijaya mampu menjadi sumber daya manusia yang berkualitas bagi Indonesia dan segera mungkin mendapatkan pekerjaan sesuai dengan profesi para wisudawan,” ungkap Nuhfil.
Ketua Yayasan Bani Abdul Fattah Mohammad Idris menggarisbawahi tantangan pendidikan pesantren di tengah pandemi Covid-19 yang mau tidak mau mengedepankan teknologi informasi. ”Yang namanya IT sekarang sudah tidak bisa dibendung lagi. Memang sekarang kita harus berpikir bagaimana menerapkan dan mencari terobosan pendidikan pesantren di zaman IT seperti ini,” ujar Idris.