Dalam acara Indonesia Economic Outlook 2022, Wapres Ma’ruf Amin memaparkan sejumlah problem yang membuat inovasi tak berkembang, di antaranya masih rendahnya anggaran litbang dan keterbatasan jumlah peneliti.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN KUNCORO MANIK
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Inovasi belum menjadi praktik keseharian dalam banyak lapangan kehidupan di negeri ini, khususnya di sektor ekonomi. Dalam laporan bertajuk ”Global Innovation Index 2021” yang dirilis The World Intellectual Property Organization, Indonesia menempati peringkat empat terbawah negara inovatif di Asia Tenggara. Ranking indeks inovasi global Indonesia masih berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Brunei.
”Oleh karena itu, salah satu yang wajib didorong ke depan adalah peningkatan pengeluaran domestik bruto untuk research and development (GERD) sebagai persentase dari PDB yang masih sangat rendah,” ujar Wakil Presiden Ma’ruf Amin ketika memberikan orasi ilmiah secara virtual pada acara Indonesia Economic Outlook 2022 National Seminar di Jakarta, Senin (7/2/2022).
Berdasarkan data UNESCO Institute for Statistics (2018), GERD atau anggaran belanja untuk penelitian dan pengembangan secara nasional per pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia hanya 0,23 persen pada 2018. Intensitas investasi penelitian dan pengembangan di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara industri maju, seperti Korea Selatan yang telah berinvestasi sebesar 4,81 persen, Jepang sebesar 3,26 persen, dan Amerika Serikat sebesar 2,84 persen dari PDB pada tahun 2018.
Perkembangan global yang sarat dengan perkembangan teknologi tersebut tecermin dalam perubahan peta korporasi raksasa global. Pada dua dekade lalu, perusahaan kakap dunia didominasi oleh korporasi yang berbasis sumber daya alam, seperti pertambangan dan makanan-minuman (seperti Coca Cola dan Pepsi).
Namun, saat ini, 9 dari 10 perusahaan terbesar di dunia adalah badan usaha yang berbasis teknologi informasi, seperti Apple, Microsoft, Amazon, Google, Facebook, Tencent, dan Alibaba. Hanya satu korporasi berbasis sumber saya alam (minyak) yang masuk 10 besar, yaitu Saudi Aramco.
”Jadi, kita sekarang berada dalam abad teknologi informasi. Pilihan model pembangunan menjadi amat terbatas, yakni mengikuti gelombang perubahan teknologi agar bisa mencapai kemajuan dan kesejahteraan atau menjalankan pembangunan dengan cara yang biasa (tradisional) sehingga makin ketinggalan dan memproduksi kemelaratan,” kata Wapres Amin.
Pemerintah disebutnya telah mengerahkan seluruh sumber daya kebijakan, anggaran, dan pelaksanaan pembangunan untuk memastikan agar peningkatan mutu sumber daya manusia terus terjadi. Peningkatan keterampilan digerakkan, salah satunya lewat program Kartu Prakerja dan BLK Komunitas, penyediaan dana abadi riset, peningkatan beasiswa mahasiswa di dalam dan di luar negeri, serta pertukaran pelajar. Fasilitas digitalisasi juga didongkrak, seperti pembangunan serat optik.
Data UNESCO menunjukkan, jumlah peneliti di Indonesia juga masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lain. Jumlah peneliti setara penuh waktu per satu juta penduduk di Indonesia hanya sebanyak 216 orang pada 2018. Jumlah peneliti di China dan Rusia masing-masing berurutan sebanyak 1.307 orang dan 2.784 orang per satu juta penduduk pada 2018. Indonesia pun tertinggal jauh puluhan kali lipat dibandingkan dengan ketersediaan peneliti di Jepang dan Korea Selatan pada tahun 2018, yakni berurutan sebanyak 5.331 orang dan 7.980 orang.
Ketersediaan ilmuwan
Ketersediaan ilmuwan dan insinyur yang diketahui dari persentase lulusan pendidikan tinggi di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) di Indonesia juga masih rendah. Persentase lulusan bidang STEM di Indonesia pada tahun 2016 sebanyak 18,62 persen, 2017 sebanyak 18,55 persen, dan 2018 meningkat menjadi 19,42 persen. Situasi ini tergolong rendah dibandingkan dengan negara anggota G-20, seperti India dan Rusia pada 2018 berurutan sebanyak 32,65 persen dan 31,06 persen.
Kondisi itulah yang menjadi penyebab jumlah paten di Indonesia juga belum banyak. Pada tahun 2020 jumlah paten di Indonesia hanya 1.309, sementara jumlah paten di Brasil pada tahun yang sama mencapai 5.280, India 23.141, Amerika Serikat 269.586, dan China bahkan telah mencapai 1.344.817 aplikasi paten.
”Implikasi dari faktor-faktor tersebut menyebabkan inovasi belum menjadi praktik keseharian dalam banyak lapangan kehidupan, khususnya di bidang ekonomi,” tambah Wapres Amin.
Menurut Wapres Amin, sekurangnya terdapat lima karakter pokok dari negara yang mengombinasikan antara pengembangan teknologi dan kelembagaan yang inklusif. Pertama, mengonstruksi karakter manusia sebagai pencipta, bukan pengekor. Kedua, pendidikan formal dan informal ditujukan menambah stok pengetahuan atau kedalaman terhadap bidang yang ditekuni, bukan sekadar gelar kesarjanaan.
Karakter ketiga, insentif kelembagaan inovasi harus lebih besar daripada aturan main spesialisasi, baik di lingkup negara, korporasi, maupun komunitas. Keempat, alokasi dan jenis kegiatan di dalam mata anggaran publik dirombak supaya menghasilkan inovasi, bukan semata-mata bersandar pada norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK).
Karakter kelima, institusi pendidikan dan riset harus bisa menjadi jangkar ekonomi. Institusi pendidikan memimpin dan mendorong arah pembangunan ekonomi. ”Tepat di titik inilah pekerjaan rumah transformasi ekonomi tengah menanti di Indonesia,” tambah Wapres Amin.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Teguh Dartanto menambahkan, ketidakpastian perekonomian karena pandemi Covid-19 masih belum berakhir dan kenaikan inflasi masih terjadi di berbagai negara. ”Kita tidak boleh pesimistis, bahwa ekonomi kita harus melakukan transformasi sehingga kita bisa memperbaiki masalah-masalah fundamental dalam perekonomian sehingga kita bisa makin kuat,” ujarnya.
Ketika membacakan sambutan dari Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Staf Ahli Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Bidang Transformasi Birokrasi Aris Darmansyah Edisaputra menyebutkan, pandemi Covid-19 memberikan dampak cukup besar bagi banyak sektor. Pemerintah saat ini masih berupaya untuk terus mendorong pemulihan ekonomi nasional di sektor sosial dan ekonomi.
Pemerintah, antara lain, telah mengeluarkan program Pemulihan Ekonomi Nasional yang sudah berjalan hampir dua tahun atau sejak pandemi Covid-19. Berdasarkan data dari Kementerian Sosial per 29 Desember 2021, menurut Aris, alokasi dana Pemulihan Ekonomi Nasional untuk bantuan sosial sudah terealisasi hampir Rp 99 triliun atau 97,98 persen dari total anggaran bantuan sosial sebesar Rp 101 triliun.
Kebijakan proteksi yang dilakukan pemerintah terbukti berdampak pada penurunan angka kemiskinan. Menurut data Badan Pusat Statistik, angka kemiskinan menurun sebesar 10,4 persen dan perekonomian nasional juga tumbuh positif.
”Untuk dapat mewujudkan transformasi ekonomi menuju yang lebih baik tentu harus didukung oleh sumber daya manusia yang mumpuni,” tambah Aris.