Kenaikan Harga Pangan dan Elpiji Pemicu Utama Inflasi Awal 2022
Inflasi pada awal tahun ini disebabkan oleh kenaikan harga sejumlah komoditas pangan dan elpiji. Hal ini mengindikasikan, transmisi kenaikan harga sejumlah komoditas pangan dan energi global sudah terjadi.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat inflasi pada Januari 2022 lebih tinggi dibandingkan inflasi Januari 2021. Kenaikan harga sejumlah komoditas pangan dan elpiji nonsubsidi berkontribusi besar terhadap inflasi tersebut.
Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (2/2/2022), merilis, inflasi pada Januari 2022 mencapai 0,56 persen. Tingkat inflasi itu lebih tinggi dibandingkan Januari 2021 yang sebesar 0,28 persen.
Kontribusi terbesar inflasi berasal dari kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau serta kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga. Inflasi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 1,17 persen dan andilnya terhadap inflasi nasional 0,3 persen.
Komoditas yang berandil besar terhadap inflasi kelompok tersebut adalah daging ayam ras (0,07 persen), ikan segar (0,04 persen), serta beras dan telur ayam ras masing-masing 0,03 persen. Minyak goreng yang berkontribusi besar terhadap inflasi sejak Oktober 2021 pada Januari ini juga masih memberikan andil terhadap inflasi sebesar 0,01 persen.
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, minyak goreng masih berkontribusi pada inflasi Januari 2022. Namun, andilnya tidak sebesar pada Desember 2021 yang sebesar 0,08 persen.
Hal ini terjadi karena pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan pengendalian harga minyak goreng. ”Di pasar-pasar sudah mulai banyak tersedia minyak goreng yang harganya sesuai harga eceran tertinggi (HET), meski masih ditemui juga yang harganya masih belum sesuai harga acuan itu,” kata Margo melalui telekonferensi pers di Jakarta.
Minyak goreng masih berkontribusi pada inflasi Januari 2022. Namun, andilnya tidak sebesar pada Desember 2021 yang sebesar 0,08 persen.
Sementara itu, tingkat inflasi kelompok pengeluaran perumahan, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,51 persen. Andilnya terhadap inflasi nasional sebesar 0,1 persen.
Komoditas atau komponen yang dominan memberikan andil terhadap inflasi kelompok tersebut adalah bahan bakar rumah tangga (0,06 persen). Selain itu, kontrak rumah dan sewa rumah juga berandil besar terhadap inflasi masing-masing sebesar 0,02 persen.
”Andil besar bahan bakar rumah tangga terhadap inflasi ini terjadi akibat kenaikan harga elpiji nonsubsidi,” ujar Margo.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) menaikkan harga elpiji nonsubsidi pada kisaran Rp 1.600 per kilogram (kg) hingga Rp 2.300 per kg sejak 25 Desember 2021. Kenaikan harga itu merupakan yang pertama sejak 2017 atau empat tahun lalu. Elpiji isi ulang 12 kg yang dipatok seharga Rp 163.000 beredar di pasaran dengan harga Rp 175.000 hingga Rp 180.000.
Pertamina menyesuaikan harga elpiji itu karena harga kontrak gas internasional yang mengacu pada Saudi Aramco (contract price Aramco/CPA) melonjak tinggi. Pada November 2021, CPA elpiji mencapai 847 dollar AS per ton, tertinggi sejak 2014 atau meningkat 57 persen sejak Januari 2021.
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan, inflasi global pada 2022 bakal tinggi. Inflasi di negara-negara maju pada 2022 diproyeksikan sekitar 3,9 persen dan di negara-negara berkembang 5,9 persen. Inflasi itu disebabkan disrupsi rantai pasok, pengetatan kebijakan moneter, lonjakan harga energi dan pangan, serta peningkatan permintaan.
First Deputy Managing Director of IMF Gita Gopinath mengatakan, inflasi bakal meningkat terutama akibat tekanan harga energi dan pangan yang bakal berlangsung lama. Pasar bursa mengindikasikan, pada 2022, harga minyak mentah akan meningkat 12 persen, gas alam 58 persen, dan pangan 4,5 persen (Kompas, 27 Januari 2022).
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, inflasi akan menjadi tantangan semua negara, termasuk Indonesia, pada tahun ini. Hal ini tidak terlepas dari kenaikan harga sejumlah komoditas dan biaya logistik global serta gangguan rantai pasok dunia.
”Kementerian Perdagangan tidak akan menjadi pemadam kebakaran untuk mengatasi kenaikan harga pangan di dalam negeri. Kami akan memitigasi kenaikan harga pangan itu,” ujarnya.
Kementerian Perdagangan tidak akan menjadi pemadam kebakaran untuk mengatasi kenaikan harga pangan di dalam negeri. Kami akan memitigasi kenaikan harga pangan itu.
Berbagai upaya telah dilakukan, mulai dari mengeluarkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) baru minyak goreng hingga kewajiban pemenuhan kebutuhuan pasar domestik (DMO) minyak sawit mentah (CPO) dan olein. Kebijakan itu dalam rangka mengendalikan harga dan menjaga stok bahan baku minyak goreng di dalam negeri.
Kementerian Perdagangan juga telah menerbitkan izin impor gula mentah yang pada tahun ini alokasinya lebih besar daripada tahun lalu. Alokasi kuota impor gula mentah pada 2022 sebesar 4,37 juta ton, meningkat dari 2021 yang sebanyak 3,78 juta ton.
”Ini merupakan bagian dari mengantisipasi kenaikan harga gula yang diperkirakan bakal menuju ke harga tertingginya selama 17 tahun terakhir,” katanya.
Ini merupakan bagian dari mengantisipasi kenaikan harga gula yang diperkirakan bakal menuju ke harga tertingginya selama 17 tahun terakhir.
TradingEconomics mencatat, harga gula dunia pada awal Februari 2022 sebesar 18,48 dollar AS per pon atau 8,37 dollar AS per kg (1 pon setara 0,453 kg). Pada 2021, harga gula pernah mencapai titik tertingginya selama lima tahun terakhir, yaitu 20,43 dollar AS per pon atau 9,25 dollar AS per kg.
Sepanjang 2019 atau sebelum pandemi Covid-19, harga gula global berada pada kisaran 4,78 dollar AS per kg hingga 6,16 dollar AS per kg. Gula diperkirakan akan diperdagangkan dengan harga 9,61 dollar AS per kg sepanjang triwulan I-2022 dan 11,09 dollar AS per kg sepanjang 2022.