Ketika masalah sangat berat dan ancaman bisnis ke depan makin jelas, pilihan putar arah lebih masuk akal daripada sekadar poles sana dan sini.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
AirAsia Group berganti nama menjadi Capital A. Identitas korporat baru ini disebutkan untuk lebih mencerminkan bisnis inti dan rencana pengembangan grup ke depan seiring dengan pesatnya transformasi digital. Perubahan merek ini juga disebut menandakan era baru, lebih dari sekadar maskapai penerbangan. Beberapa perusahaan melakukan putar arah ketika terjadi badai. Mengapa perubahan dilakukan di tengah krisis?
CEO Capital A Tony Fernandes dalam siaran persnya mengatakan, “Yang kami lakukan bukan sekadar peluncuran logo baru. Ini adalah momen penting yang menandai era baru bagi Grup. Pengumuman hari ini menegaskan bahwa kami bukan lagi sekadar maskapai penerbangan”. Perubahan yang dilakukan bukan simbol semata tetapi sesuatu yang mendasar yaitu sendi-sendi bisnis mereka.
AirAsia sebagai maskapai akan tetap melekat, tetapi sebenarnya ia sudah sejak lama, jauh sebelum pandemi, berniat untuk memanfaatkan kekuatan data yang telah dibangun selama lebih dari 20 tahun terakhir dan menggabungkannya dengan penggunaan teknologi. Tony berpikir ke depan. Bisnis lama tentu masih ada, tetapi bisnis baru harus dikreasi secepat mungkin. Bisnis baru ini berbasis kekayaan mereka yaitu data.
AirAsia tentu tidak dalam kondisi baik-baik saja. Mereka perlu bertindak cepat dan strategis ketika kapal mulai oleng. Sangat menarik kecepatan pengambilan keputusan oleh Tony. Ia pasti yakin dengan pilihannya. Tanda-tanda kemunculan bisnis baru di depan sangat mungkin sudah terlihat. Tanda ini menjadi semacam pemandu ke mana mereka harus melangkah. Aksi korporasi AirAsia belakangan ini juga terlihat sejalan dengan visi baru mereka. Salah satunya dengan membeli saham Gojek di Thailand.
Tidak banyak pebisnis yang berani melakukan tindakan seperti ini. Ada yang hanya berharap pandemi segera pulih, ada yang sekadar melakukan pengetatan keuangan, ada yang mengganti orang. Ada pula yang sedikit melakukan perubahan dalam bisnis. Ketika masalah sangat berat dan ancaman bisnis ke depan makin jelas, maka semua itu percuma. Pilihan putar arah (turn around) lebih masuk akal dibanding sekadar poles sana dan sini.
Sebelum AirAsia, ada beberapa perusahaan global yang melakukan strategi putar arah di tengah pandemi. Seperti diberitakan laman CNBC beberapa waktu lalu, beberapa perusahaan ritel menggunakan satu setengah tahun terakhir untuk mempercepat rencana putar arah bisnis mereka dan memangkas aset sia-sia. Under Armour dan L Brands Inc adalah contoh perusahaan yang juga melakukan putar haluan saat pandemi.
Peritel Under Armour memilih untuk melakukan penjualan langsung ke konsumen dibanding mempertahankan seluruh tokonya. Perusahaan induk L Brands Inc memutuskan melepas Bath & Body Works dan Victoria’s Secret & Co dari induknya dan menjadi entitas tersendiri. L Brands Inc memisahkan keduanya untuk menciptakan bisnis yang berbeda. Langkah drastis dilakukan Bath & Body Works dengan cara tidak lagi memiliki toko fisik sementara Victoria’s Secret masih mengandalkan toko, tetapi mulai melakukan penjualan daring.
Sebagian besar industri sebenarnya mendapat kesempatan “waktu luang” selama krisis kesehatan kali ini. Dengan pembeli yang hanya bisa duduk di rumah, perusahaan tidak bisa mengharap orang ke luar rumah mengunjungi toko-toko mereka. Akan tetapi keadaan ini malah memberi perusahaan waktu untuk bekerja di luar sorotan para pembeli, investor, dan lain-lain. Pada saat itulah mereka bisa membuat langkah strategis seperti menemukan bisnis baru, menutup toko, memotong sejumlah pekerjaan, dan lain-lain.
Kini kita bisa melihat beberapa perusahaan yang sukses melakukan aksi putar arah. Kunci dari perusahaan yang sukses menunjukkan beberapa hal yang sama yaitu arah jelas tentang tujuan yang hendak dicapai, semua karyawan harus tahu arah yang dipilih. Kemudian mengumpulkan orang-orang yang tidak memiliki halangan untuk berdiskusi tentang pilihan memutar arah. Setelah itu melakukan revisi serta menemui karyawan, vendor, konsumen agar memahami kebijakan putar arah.
Agar perubahan bisnis bisa terus berlangsung, para pemimpin perlu memenangkan hati dan pikiran berbagai pemangku kepentingan seperti karyawan, pelanggan, investor, dan yang semakin meningkat perannya yaitu pembuat kebijakan, sehingga mereka menghargai mengapa cara dan juga tujuan lama layak untuk ditantang.
Di luar semua kunci itu, kepemimpinan saat melakukan strategi putar arah sangat menentukan. Seorang penulis bernama Rich Lesser pada laman Boston Consulting Group menyebutkan, agar perubahan bisnis bisa terus berlangsung, para pemimpin perlu memenangkan hati dan pikiran berbagai pemangku kepentingan seperti karyawan, pelanggan, investor, dan yang semakin meningkat perannya yaitu pembuat kebijakan, sehingga mereka menghargai mengapa cara dan juga tujuan lama layak untuk ditantang.
Pilihan ini bukan hanya upaya untuk mencegah penurunan bisnis. Upaya ini merupakan cara menciptakan rasa gelisah yang sehat, memotivasi orang bereksperimen dan bertindak secara berbeda, dan membuat perusahaan, secara keseluruhan, bergerak dengan kecepatan jauh lebih tinggi agar lebih adaptif dan gesit. Pemimpin yang mengubah perusahaan yang sukses jarang membuat berita utama mengejutkan, tetapi mereka dapat menciptakan nilai yang sangat besar.
Rich membuat pengandaian, seorang pemimpin bisnis di tengah situasi itu harus jadi seperti orang yang diterjunkan dari pesawat dengan menggunakan parasut. Ia terjun bukan untuk berleha-leha tetapi siap menghadapi medan di sebuah perusahaan yang sedang menghadapi ancaman hidup-mati. Pemimpin yang berani dan bermental baja dibutuhkan, tetapi sebenarnya semua ini bukan pertunjukan satu orang saja, melainkan tim yang kuat dan kompak.