Sebelumnya, Investigasi harian Kompas selama Desember 2021-Januari 2022 menunjukkan adanya sindikat yang dapat memperdagangkan dan menyalurkan pupuk bersubsidi kepada siapa pun tanpa acuan harga.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Karut-marut tata kelola pupuk bersubsidi, seperti tak sesuainya kebutuhan petani dan ketersediaan pupuk, kerap berulang dari tahun ke tahun. Sistem perlu ditata ulang dengan menuntut peran semua pihak, termasuk pemerintah pusat hingga pemerintah daerah.
Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Ali Usman, saat dihubungi di Jakarta, Jumat (28/1/2022), mengatakan, pihaknya juga telah melakukan kajian panjang tentang pupuk bersubsidi. Dari data yang diperoleh, tergambarkan bahwa pupuk bersubsidi tak dikelola dengan baik.
”Dari produksi hingga ke distribusi, bahkan data penerima, tak terkelola dengan baik. Pemerintah harus mengevaluasi secara menyeluruh. Semua perlu dibangun ulang, dari bawah ke atas. Jadi, pemerintah harus melihat di lapangan. Selama ini kan top-down (atas ke bawah),” ujar Ali.
Dalam pendataan, perlu dilihat rinci apakah unsur hara tanahnya tepat atau tidak dengan pupuk subsidi yang hendak diberikan. Begitu juga komoditasnya. Dalam pendataan ini, ujar Ali, orkestrasi pemerintah daerah sangat dibutuhkan.
Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Hardiono mengakui permainan beberapa pengecer itu ada. Misalnya, petani yang seharusnya mendapat jatah pupuk subsidi 10 ton, tetapi hanya diberi 5 ton. Pengecer akan mengatakan pupuk habis, padahal dilempar ke kelompok tani lain dengan harga lebih mahal.
Sejumlah faktor yang menyebabkan celah penyalahgunaan pupuk subsidi itu antara lain ketidaktahuan kelompok tani. ”Terkadang petani sungkan menyampaikan keluhan, seperti pupuk yang didapat lebih sedikit dari jatah. Selain itu, ketua kelompok tani usianya sudah sepuh,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah lebih rutin mengecek dan mengawasi kios pupuk lengkap. Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) di tingkat provinsi atau kabupaten saat ini tak berjalan optimal karena diisi sejumlah pejabat dinas. Seharusnya, kata Hardiono, lembaga petani juga dilibatkan karena mereka paham kondisi di lapangan.
Sementara itu, Enang Iyus, petugas pupuk atau pelaksana dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Pemerintah Provinsi Jawa Barat, menuturkan, berbicara soal tugas pokok dan fungsi, pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi ada pada KP3, baik tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.
Dari data yang terkumpul, nantinya pemerintah dapat mencetak anggaran. "Berapa sih kebutuhan pupuk subsidi bagi petani, dengan kategori luasan 1-2 hektar, misalnya. Sehingga nanti semuanya tersistem. Jadi, perlu ada direvolusi. Dengan berbasis data yang kuat, pemerintah pusat pun dapat menentukan anggaran. Tak sekadar mengotak-atik anggaran atau dengan cara-cara konvensional," ucapnya.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Ali Jamil dan Direktur Pupuk dan Pestisida Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Muhammad Hatta, hingga Jumat (28/1) malam, belum merespons saat diminta konfirmasi terkait tata kelola pupuk bersubsidi.
Dalam rapat kerja dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dengan Komisi VI DPR, di Jakarta, Senin (24/1/2022), sejumlah anggota Komisi IV menyebut pendataan pupuk bersubsidi bermasalah. Petani kerap kesulitan mendapat pupuk subsidi karena kebutuhan berdasarkan sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok e-RDKK mencapai 24 juta ton per tahun, sedangkan ketersediaan hanya 9 juta ton.
Perubahan mekanisme diperlukan karena setiap tahun dibutuhkan biaya Rp 70 miliar untuk e-RDKK. Namun, defisit antara kebutuhan berdasarkan e-RDKK dan ketersediaan selalu terjadi. Dari rekomendasi Komisi IV yang kemudian disepakati, mekanisme pengumpulan e-RDKK diubah dari empat tahun sekali menjadi setahun sekali. Setiap tahunnya, data dievaluasi dan diperbarui, serta diawasi secara komprehensif.
Adapun sejumlah rekomendasi lainnya dari panitia kerja pupuk Komisi IV DPR di antaranya yakni pemerintah agar membatasi jenis komoditas yang mendapat pupuk bersubsidi. Selama ini, ada 70 jenis komoditas yang mendapat pupuk bersubsidi, sedangkan anggaran yang dialokasikan terbatas.