Insentif untuk UMKM Kembali Digelontorkan Tahun Ini
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) berpadu membuat paket kebijakan untuk menopang pemulihan dunia usaha, termasuk sektor UMKM, pada 2022.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan melanjutkan pemberian insentif Pajak Penghasilan atau PPh final untuk sektor usaha mikro, kecil, dan menengah tahun ini. Sektor ini dinilai masih memerlukan dukungan fiskal untuk pulih dari tekanan pandemi Covid-19.
Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Kamis (27/1/2022), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memberikan perpanjangan berbagai insentif pajak.
”Kami memberikan alat belanja dan pembiayaan untuk memberikan intervensi positif untuk beberapa sektor, termasuk UMKM,” ujarnya.
Sektor UMKM masih memerlukan dukungan fiskal untuk pulih dari tekanan pandemi Covid-19. Untuk itu, pemerintah akan kembali memberikan insentif Pajak Penghasilan (PPh) final UMKM ditanggung pemerintah (DTP) pada tahun ini.
Sri Mulyani menambahkan, sektor UMKM masih memerlukan dukungan fiskal untuk pulih dari tekanan pandemi Covid-19. Untuk itu, pemerintah akan kembali memberikan insentif Pajak Penghasilan (PPh) final UMKM ditanggung pemerintah (DTP) pada tahun ini.
Sayangnya, ia belum dapat merinci ketentuan perpanjangan insentif PPh final UMKM DTP tersebut. Hal yang pasti, stimulus untuk UMKM yang diperpanjang terdiri atas tiga jenis, yaitu insentif pajak, subsidi bunga UMKM (baik KUR maupun non-KUR), serta penjaminan kredit UMKM.
Dukungan untuk UMKM, lanjut Sri Mulyani, juga diberikan secara bersama-sama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). ”Kami keroyok bersama-sama, bukan hanya dari sisi fiskal, melainkan juga dari sisi moneter dan regulasi sektor keuangan,” katanya.
Dari sisi moneter, BI akan memberikan fasilitas kegiatan promosi perdagangan dan investasi pada sektor prioritas melalui kantor perwakilan dan melalui rasio pembiayaan inklusif makroprudensial (RPIM). Sementara OJK akan memberikan dukungan berupa perpanjangan restrukturisasi kredit atau pembiayaan.
Untuk tahun 2022, pemerintah menyiapkan dana program pemulihan ekonomi nasional (PEN) senilai Rp 455,62 triliun, yang terdiri dari bidang kesehatan senilai Rp 122,5 triliun, perlindungan masyarakat Rp 154,8 triliun, dan penguatan pemulihan ekonomi Rp 178,3 triliun.
Khusus pada kluster penguatan pemulihan ekonomi, dananya akan dipakai untuk program padat karya, pariwisata dan ekonomi kreatif, ketahanan pangan, ICT, dukungan UMKM, penyertaan modal negara, kawasan industri, serta memberikan insentif perpajakan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyebut salah satu kebijakan prioritas di sektor jasa keuangan pada tahun 2022 adalah memperluas akses keuangan kepada masyarakat, khususnya pelaku UMKM.
Program yang disiapkan, antara lain, model kluster dalam satu ekosistem pembiayaan, pemasaran oleh off-taker, pembinaan, serta optimalisasi lahan yang belum tergarap melalui kerja sama dengan gubernur dan kepala daerah setempat.
Di sisi lain, OJK terus mendorong perbankan untuk meningkatkan pencadangan untuk mengantisipasi risiko yang muncul ketika aturan restrukturisasi kembali dinormalkan pada Maret 2023. Wimboh mengatakan, cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) terkait Covid-19 yang sudah dibentuk perbankan baru mencapai 16 persen hingga akhir 2022 dengan nilai nominal Rp 106,2 triliun.
Sampai dengan Desember 2021, OJK mencatat outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 mencapai Rp 663,49 triliun dengan jumlah debitor 4,04 juta. Hal itu terdiri dari Rp 256,7 triliun dari UMKM dengan 3,11 juta debitor dan non-UMKM Rp 406,76 triliun dengan 930.000 debitor.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai bahwa pemerintah perlu mengevaluasi kinerja penyerapan insentif untuk UMKM tahun lalu yang tidak optimal.
Pemerintah memproyeksikan realisasi anggaran PEN pada akhir 2021 hanya mencapai Rp 658,9 triliun, atau 88,5 persen dari pagu Rp 744,7 triliun. Sementara itu, realisasi anggaran PEN untuk UMKM diperkirakan hanya terealisasi Rp 116,2 triliun atau 76,9 persen dari pagu Rp 162,4 triliun.
”Semestinya pemerintah mendatangi pelaku usaha sesuai basis data yang ada. Ketika data itu masih berantakan, justru upaya jemput bola dapat memperbaiki basis data UMKM yang akan bermanfaat untuk berbagai program ke depannya,” ujarnya.