Sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini yang makin membaik, pertumbuhan bisnis penyaluran kredit perbankan juga akan terakselerasi tahun ini.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan perbankan meyakini pertumbuhan kredit tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan dengan capaian tahun lalu. Ini didasarkan asumsi makin pulihnya perekonomian dan terkendalinya penyebaran Covid-19.
Berdasarkan hasil Survei Perbankan Triwulan IV-2021 yang dirilis Bank Indonesia (BI) akhir pekan lalu, responden memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2022 mencapai 8,7 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit tahun 2021 yang sebesar 5,2 persen. Optimisme tersebut, antara lain, didorong oleh kondisi moneter dan ekonomi yang stabil serta relatif terjaganya risiko penyaluran kredit.
Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Royke Tumilaar menjelaskan, pihaknya menargetkan pertumbuhan kredit mencapai 7,5 persen pada 2022.
Guna mencapai target tersebut, BNI telah menyiapkan sejumlah rencana strategis, baik organik maupun anorganik, untuk mengoptimalkan ekspansi kredit tahun ini. BNI juga akan menjalankan beberapa aksi korporasi, seperti penerbitan surat utang, saham, dan akuisisi bank.
”Tentunya kami optimistis kinerja tahun ini akan lebih baik daripada tahun lalu. Terlebih proyeksi pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 5-5,5 persen tahun ini. Ini saatnya untuk pemulihan ekonomi. Ini saatnya kita ambil momentum ekonomi agar tidak ketinggalan dari recovery-nya negara lain,” ujar Royke.
Tahun ini, BNI pun akan meningkatkan upayanya dalam menggarap segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar dapat naik kelas dan menembus pasar ekspor dengan program pembinaan serta kemitraan bisnis di BNI Xpora. Ini merupakan program BNI khusus untuk nasabah dunia usaha yang berorientasi ekspor.
Optimisme juga dikemukakan Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso yang menargetkan pertumbuhan kredit tahun ini bisa mencapai 8-10 persen.
”Tahun ini kami bisa lebih optimistis karena kuatnya permintaan domestik dan membaiknya daya beli masyarakat,” ujar Sunarso.
BRI, kata Sunarso, tetap akan fokus pada penyaluran kredit UMKM yang potensinya masih sangat besar.
Hasil riset tentang usaha ultramikro (UMi) di Indonesia menunjukkan ada 45 juta pelaku usaha UMi per akhir 2019. Dari jumlah tersebut, baru 15 pelaku usaha ultramikro yang sudah tersentuh layanan keuangan formal dari bank atau teknologi finansial (tekfin). Artinya, masih ada 30 juta pelaku UMi yang pendanaannya masih bergantung kepada rentenir, kerabat, dan belum sama sekali terjangkau lembaga keuangan.
”Maka, yang utama kami akan menyasar pelaku usaha yang belum tersentuh sama sekali lembaga keuangan. Kemudian, setelah itu kami sasar pelaku usaha yang sudah dapat layanan keuangan, tapi masih butuh tambahan,” ujar Sunarso.
Untuk mengoptimalkan penyaluran kredit ke segmen ultramikro, BRI melakukan efisiensi jaringan bersama PNM dan Pegadaian selaku anggota Holding Ultra Mikro. Efisiensi dilakukan salah satunya melalui program Sentra Layanan Ultra Mikro atau SenyuM. Program ini membuat BRI, PNM, dan Pegadaian bisa secara efektif memberdayakan pelaku usaha ultramikro yang unbankable.
”Kami juga buat aplikasi UMi Corner untuk akuisisi dan terus tingkatkan layanan kami untuk melayani 45 juta pengusaha ultramikro,” ujarnya.
Target regulator
Proyeksi pertumbuhan penyaluran kredit itu juga dikemukakan oleh regulator perbankan, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso memproyeksikan pertumbuhan penyaluran kredit 2022 pada kisaran 7,5 persen dengan plus minus 1 persen.
”Pada 2021 merebak varian Delta pada pertengahan tahun, tetapi rupanya sampai akhir tahun penyaluran kredit masih bertumbuh 5,2 persen. Tahun ini, dengan prediksi pertumbuhan ekonomi makin membaik, maka kami optimistis pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh 7,5 persen,” ujar Wimboh.
Target pertumbuhan ini sedikit berbeda dengan yang ditetapkan Bank Indonesia (BI), yakni 6-8 persen. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, permintaan kredit baik dari sisi korporasi maupun UMKM terindikasi meningkat.
”Ini didorong oleh meningkatnya permintaan sejalan dengan pemulihan aktivitas dunia usaha serta dukungan program pemerintah,” ujar Perry.