Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak Tembus Rp 4,5 Triliun
Program pengungkapan sukarela wajib pajak cukup banyak diminati. Tingginya minat itu dipicu antara lain tarif yang rendah dan terbukanya peluang untuk terbebas dari sanksi administratif.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Program pengungkapan sukarela wajib pajak banyak diminati. Hingga 20 Januari 2022, harta bersih yang dilaporkan tercatat sebesar Rp 4,5 triliun dan penerimaan pajaknya mencapai sekitar Rp 550 miliar. Capaian itu meningkat dari hari ke hari sejak awal tahun.
Tingginya minat itu dipicu antara lain tarif yang rendah serta terbukanya peluang untuk terbebas dari sanksi administratif. Untuk mendorong kepastian hukum, wajib pajak hanya bisa memanfaatkan fasilitas ini sebelum penindakan dan penyelidikan hukum terkait tindak pidana perpajakan.
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Keuangan Suhasil Nazara dalam acara Sosialisasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Kamis (20/1/2022). Sosialisasi UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang HPP terus dilakukan ke berbagai daerah, salah satunya Jatim.
Terdapat sejumlah perubahan ketentuan perpajakan dalam UU HPP. Perubahan itu diatur sangat lengkap sehingga mudah dipahami dan diimplementasikan. Ada perubahan yang terkait ketentuan umum, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, pengungkapan pajak sukarela, serta pajak karbon.
Dalam program pengungkapan sukarela, misalnya, peserta dapat memperlihatkan harta yang belum diungkap dengan membayar Pajak Penghasilan (PPh) final. Skemanya antara lain membayar PPh final sebesar 11 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi.
Sementara PPh final sebesar 8 persen dikenakan untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri. Sementara itu, PPh final hingga 6 persen bagi harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri yang diinvestasikan ke SBN dan di hilirisasi sumber daya alam serta energi bersih.
”Kami mengajak seluruh masyarakat memanfaatkan seluruh fasilitas yang ada dalam UU HPP, termasuk program pengungkapan sukarela yang berlangsung hingga 30 Juni 2022,” ujar Suhasil.
Suhasil tidak merinci capaian pengungkapan pajak sukarela per 20 Januari. Namun, berdasarkan data laman pajak.go.id, capaian itu meningkat dibandingkan dengan sehari sebelumnya atau per 19 Januari yang menyatakan nilai harta bersih Rp 3,8 triliun.
Masih mengacu pada realisasi pengungkapan pajak sukarela per 19 Januari, total sebanyak 5.674 wajib pajak sudah mengikuti program. Tercatat sebanyak 6.152 surat keterangan yang diterima. Adapun nilai penerimaan dari PPh yang masuk mencapai Rp 432 miliar.
Suhasil menjelaskan, pajak merupakan salah satu penopang pembangunan nasional. Namun, di tengah upaya mewujudkan Indonesia maju, pandemi Covid-19 mengguncang perekonomian dan menimbulkan tekanan fiskal yang signifikan. Akibatnya, terjadi nilai kesempatan yang hilang (opportunity loss)karena pertumbuhan ekonomi terkontraksi.
Hal itu karena pertumbuhan ekonomi terkontraksi minus 2,07 persen, jauh di bawah ekspektasi 5,3 persen pada 2020. Ketahanan fiskal mengalami tekanan yang cukup dalam. Indikatornya, penerimaan perpajakan melemah hanya 8,33 persen dari produk domestik bruto (PDB). Capaian itu jauh di bawah kondisi normal yang mencapai 10,2 persen PDB berdasarkan angka rata-rata 2015-2019.
Defisit meningkat signifikan mencapai 6,14 persen PDB atau di bawah kondisi normal 2,3 persen PDB. Rasio utang meningkat tajam mencapai 39,4 persen PDB atau jauh di bawah kondisi normal 29 persen PDB.
Di tengah tekanan ekonomi tersebut, menurut Suhasil, tugas pajak tidak hanya mengejar penerimaan. Pajak juga bertugas memberikan insentif, terutama kepada dunia usaha agar mereka tidak mati. Insentif untuk membantu pelaku UMKM, sektor properti, dan pedagang ritel. Pemanfaatan insentif pajak sangat baik, mencapai Rp 68,32 triliun atau 112 persen dari target.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menambahkan, penerimaan pajak 2021 lebih dari 100 persen. Hal itu, menurut dia, sangat menggembirakan, terutama karena wajib pajak badan ataupun perorangan memiliki kepatuhan yang baik, tanpa harus disuruh-suruh atau ditakut-takuti.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun, mengatakan, pihaknya mendukung upaya pemerintah mendorong wajib pajak membayar kewajibannya karena ruang fiskal negara sempit akibat pandemi Covid-19. Namun, pihaknya tidak ingin masyarakat, termasuk pelaku usaha yang tengah terimpit dampak pandemi, makin tertekan dengan kebijakan pajak tersebut.
”Dengan adanya UU HPP ini, harapannya penerimaan pajak tahun 2022 bisa kembali mencapai target yang ditetapkan. Provinsi Jatim merupakan salah satu tulang punggung penerimaan pajak nasional karena di sini memiliki banyak pelaku ekonomi,” kata Misbakhun.
Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pihaknya mendukung sosialisasi UU HPP. Jatim merupakan provinsi yang berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, pihaknya terus berupaya membangkitkan kegiatan ekonomi regional.
CEO PT Kapal Api Soedomo Mergonoto menyampaikan, berkembangnya sistem perpajakan membuat upaya untuk menghindari pajak makin sulit. Oleh karena itu, pihaknya mengajak wajib pajak, terutama kalangan pelaku usaha, agar tertib.
Ajakan serupa disampaikan Presiden Direktur PT Maspion Alim Markus. Perusahaan yang dikelolanya selalu taat dalam menunaikan kewajiban terhadap negara, terutama yang terkait perpajakan. Komitmen membayar pajak, menurut dia, merupakan kontribusi untuk menyukseskan pembangunan nasional.