Mahasiswa dan Pendamping Desa Diharapkan Bangun Kolaborasi
Pemerintah berharap program kuliah kerja nyata (KKN) tematik bisa jadi media pengabdian mahasiswa dalam mempercepat pembangunan desa. Tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG's) desa perlu jadi acuan menyusun program.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahasiswa yang menjalani kuliah kerja nyata atau KKN dan menjadi pendamping desa diminta membangun kolaborasi. Pemerintah menginginkan KKN tematik menjadi media pengabdian mahasiswa dalam mempercepat pembangunan desa. Peserta KKN tematik dari berbagai perguruan tinggi Indonesia harus menjadikan tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDG'sDesa sebagai acuan untuk menyusun program kerja dan meningkatkan kolaborasi dengan pemangku kepentingan desa.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengatakan, kerja sama kampus dan desa akan mempercepat kemandirian desa. Keterlibatan kampus dalam pembangunan desa tidak boleh ditunda lagi. Demikian pesannya saat melepas mahasiswa KKN Tematik Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jawa Tengah, secara virtual, Selasa (18/1/2022),
KKN tematik UNS periode Februari-Juli 2022 diikuti 1.492 mahasiswa dan 150 dosen pembimbing lapangan dari 10 fakultas. Kegiatan ini adalah implementasi salah satu dari aktivitas merdeka belajar dan kampus merdeka yang dilaksanakan di UNS, yang meliputi pertukaran mahasiswa, praktik kerja profesi, asistensi mengajar di satuan pendidikan, riset, proyek kemanusiaan, kegiatan kemanusiaan, studi independent, proyek membangun desa, dan pelatihan bela negara.
Menurut Abdul Halim, kampus hadir untuk meningkatkan kualitas manusia. ”Kampus lahir untuk desa. Harus ada kolaborasi, mahasiswa peserta KKN dengan pendamping desa, dalam rangka melakukan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di lokasi KKN,” ujarnya.
Kolaborasi menjadi kunci bagi keberhasilan program KKN tematik. Dengan berkolaborasi, baik dengan kepala desa, perangkat desa, pendamping desa, maupun warga desa, para mahasiswa bisa mempercepat berbagai program pemberdayaan masyarakat, sekaligus tumbuh sebagai pribadi yang kuat.
”Mahasiswa harus bisa berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan, termasuk pendamping desa dan melebur dengan budaya masyarakat. Jika itu dilakukan, percepatan pembangunan desa bisa lebih mudah,” kata Abdul Halim.
Abdul Halim menilai, apa pun program pemberdayaan yang hendak dilakukan mahasiswa peserta KKN tematik, tidak boleh tercerabut dari akar budaya desa setempat. Semua tahapan program harus berbasis pada budaya dan adat istiadat setempat. Hal ini menjadi poin paling penting karena merupakan kunci program KKN untuk bisa berjalan di lapangan.
”Saya juga selalu menyebut dengan kalimat yang simpel yakni ‘membangun desa jangan sekali-kali tercerabut dari akar budaya’. Atau dengan bahasa lain, pembangunan desa mulai perencanaan, pembangunan, pengawasan, sampai evaluasi harus bertumpu pada akar budaya setempat,” ujarnya.
Pembangunan desa telah mengalami perubahan paradigma, kini dengan meletakkan 18 tujuan yang tertuang dalam SDGs Desa sebagai kuncinya. Sejak awal 2021, data-data mikro dengan 222 indikator tersebut diharapkan dapat menjadi acuan dalam pembangunan desa, tanpa dicampuri oleh ego dan kepentingan pihak-pihak tertentu.
Tidak hanya itu, kata Abdul Halim, tujuan itu memastikan bahwa data-data yang dikelola oleh desa juga dapat dijadikan acuan kebijakan pembangunan desa oleh pihak lain, salah satunya adalah bupati.Hal ini termaktub dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
”Data mikro berbasis SDGs Desa bukan hanya bermanfaat bagi desa, tetapi juga dapat digunakan oleh supra-desa sebagai acuan menyusun kebijakan dan kegiatan yang berbasis desa. Dengan berbasis pada data SDGs Desa, pemanfaatan dana desa akan tepat sasaran dan tepat pemanfaatan,” kata Abdul Halim.
Rektor UNS Jamal Wiwoho meyakini, pembelajaran dengan cara langsung terjun ke desa adalah langkah tepat dalam upaya membangun Indonesia dari desa. ”Pembelajaran dapat terjadi di mana pun dan kapan pun. Tidak hanya di ruang kelas dan ruang praktikum, tetapi juga di tengah masyarakat. Bisa di desa, tempat pengabdian, pusat riset maupun di tengah-tengah masyarakat. Para mahasiswa yang merupakan talenta-talenta muda masa depan bangsa yang unggul dan utuh ini akan mampu menggerakkan dan memajukan pembangunan Indonesia,” ujar Jamal.