Warga mengamati karya seni NFT artwork pada pameran Tezos dalam penyelenggaraan Art Basel di Miami Beach, Florida, Amerika Serikat, Selasa 30 November, 2021.
Beberapa waktu lalu, beredar berita penjualan secara virtual alun-alun utara Kota Yogyakarta dengan mata uang kripto di laman NextEarth. Tak lama berselang, seorang mahasiswa bernama Sultan Gustaf Al Ghozali meraup penghasilan Rp 1,5 miliar dari penjualan foto dirinya dalam bentuk NFT (non-fungible token) di OpenSea.
Fenomena tersebut menandai hadirnya ekonomi metaverse yang melesat belakangan ini.
Oktober 2021, CEO Facebook Inc Mark Zuckerberg mengumumkan perubahan nama perusahaannya menjadi Meta Platforms Inc. Sejak itu, diskusi tentang metaverse mengemuka. Ide tentang metaverse bukan sama sekali baru. Namun, revolusi ekosistem teknologi digital telah memungkinkan gagasan tersebut menjadi nyata.
Istilah metaverse sudah digunakan Neal Stephenson pada 1992 dalam novel fiksi ilmiah berjudul Snow Crash. Ide ini juga telah diaplikasikan dalam berbagai permainan (games) dengan bantuan virtual reality dan augmented reality.
Sederhananya, metaverse adalah dunia maya yang diciptakan dengan cara menghadirkan secara nyata kehidupan ini. Teknologi tiga dimensi (3D) memungkinkan kita beraktivitas di dunia maya sebagaimana senyatanya, mulai dari belanja, bermain, bersosialisasi, dan bekerja. Di dunia maya itu, kita adalah avatar.