Industri Asuransi Didorong Kembali Fokus ke Bisnis Proteksi
Perusahaan asuransi diharapkan bisa kembali fokus melaksanakan fungsi utamanya sebagai lembaga yang menawarkan proteksi dan mulai mengurangi penjualan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi atau PAYDI.
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan asuransi diharapkan bisa kembali fokus melaksanakan fungsi utamanya sebagai lembaga yang menawarkan proteksi dan mulai mengurangi penjualan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi atau PAYDI seperti unit link. Persoalan-persoalan yang membelit industri asuransi selama ini sebagian besar dipicu oleh produk PAYDI.
Perencana keuangan yang juga penulis buku Jangan Beli Unit Link bila Anda Tidak Paham Benar, Andreas Freddy Pieloor, menjelaskan, melihat berbagai fenomena kerugian nasabah karena unit link, saat ini adalah momentum yang tepat mendorong perusahaan asuransi kembali ke jati dirinya sebagai pemberi proteksi. Konsep asuransi adalah memindahkan risiko keuangan yang mungkin dialami tertanggung ke perusahaan asuransi.
Menurut Freddy, apabila perusahaan asuransi menawarkan produk investasi, maka itu tidak sesuai dengan konsep asuransi. Asuransi dan investasi adalah dua hal yang bertentangan. Sebab, dalam investasi ada risiko kerugian, sementara fungsi utama asuransi justru untuk mengurangi risiko.
”Dari sini saja, konsep ini sudah tidak nyambung. Seperti berupaya mencampurkan air dengan minyak,” ujar Freddy saat dihubungi, Kamis (13/1/2022).
Senada dengan Freddy, pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, mengatakan, perusahaan asuransi perlu kembali ke jati diri mereka dengan hanya menawarkan produk untuk proteksi dan tidak mencampuradukkan produk proteksi dengan investasi atau tabungan. ”Perusahaan asuransi perlu kembali ke jati diri mereka sebagai perusahaan yang menawarkan proteksi keuangan kepada nasabah,” ujar Irvan, Kamis.
Irvan menjelaskan, salah satu penyebab banyaknya nasabah yang merasa terjebak oleh unit link karena pertumbuhan inklusi keuangan atau penetrasi asuransi itu lebih cepat atau tidak diimbangi dengan literasi tentang produk asuransi.
Di sisi lain, ia juga menilai aspek perlindungan konsumen dari Otoritas Jasa Keuangan masih lemah. Hal ini, menurut Irvan, karena OJK mendapatkan iuran dari lembaga jasa keuanga,n termasuk perusahaan asuransi.
Moratorium dan pembenahan
Baik Freddy maupun Irvan sepakat untuk diadakan moratorium penjualan unit link. ”Ini agar mencegah lebih banyak jatuhnya korban yang merasa tertipu produk ini,” ujar Freddy.
Freddy menjelaskan, pembenahan yang perlu dilakukan adalah pada segmen pasar dan cara pemasarannya. Unit link seharusnya dipasarkan kepada nasabah yang telah memiliki polis tradisional asuransi. Selain itu, dipasarkan ke nasabah yang telah punya pengalaman berinvestasi saham di pasar modal.
Praktik pemasaran juga harus dibenahi. Banyak produk unit link yang dipasarkan melalui bank atau bancassurance. Akhirnya, banyak masyarakat yang ingin menabung atau membuka deposito di bank malah uangnya ditempatkan di produk unit link. Padahal, masyarakat banyak yang belum paham. Mereka dijanjikan orang bank atau agen untuk menabung, padahal uangnya ditempatkan di unit link. Selain itu, juga banyak agen pemasaran asuransi yang tidak tersertifikasi sebagai perencana keuangan. Hal ini membuat konsumen tidak memperoleh penjelasan produk dan risikonya secara jelas dari agen.
”Pemahaman masyarakat yang masih rendah ini mendorong kekeliruan penjualan unit link atau misseling. Ini yang membuat masyarakat merasa terjebak atau tertipu,” ujar Irvan yang telah berkecimpung di dunia asuransi selama 38 tahun.
Freddy menambahkan, produk unit link seharusnya dipasarkan oleh agen asuransi yang telah memiliki pengalaman setidaknya 3-5 tahun. Ini agar dia memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang cara kerja dan risiko dari produk asuransi itu.
Tuntutan korban
Sejak Selasa (11/1/2022), sekitar 50 orang dari Komunitas Korban Asuransi berkumpul dan berunjuk rasa di depan kantor OJK di Wisma Mulia, Jakarta Selatan, hingga malam. Pada Rabu (12/1/2022), mereka melanjutkan unjuk rasanya di depan kantor OJK Gedung Soemitro Djojohadikusumo, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Adapun pada Kamis (13/1/2022), mereka meminta audiensi dengan Ombudsman RI.
Koordinator korban asuransi unit link, Maria Trihartati, menjelaskan, kedatangan mereka ke OJK adalah untuk menuntut kembali uang dan hak-hak mereka dari perusahaan asuransi. Pihaknya akan terus-menerus berunjuk rasa dan melakukan advokasi ke berbagai pihak sampai uangnya diperoleh dari perusahaan asuransi.
Komunitas ini menaungi sekitar 300 nasabah korban asuransi dari tiga perusahaan, yakni PT AXA Mandiri Financial Services, PT Prudential Life Assurance, dan PT AIA Financial. Mereka berasal dari sejumlah daerah, antara lain Jabodetabek, Medan, Madiun, dan Surabaya. Nilai kerugian mereka diperkirakan mencapai Rp 15 miliar.
”Jangan lihat total kerugiannya, tetapi lihatlah mereka yang uangnya hilang. Ini untuk uang sekolah anaknya atau untuk biaya pengobatan suami atau istrinya,” ujar Maria.
Nuriyani (47), salah satu korban, mengatakan, pada 2016 dirinya pergi ke Bank Mandiri Madiun untuk membuka deposito hasil kerjanya menjadi pekerja migran selama 24 tahun di Hong Kong sebesar Rp 300 juta. Alih-alih dibukakan deposito, uangnya malah dimasukkan ke produk Unit Link AXA Mandiri. Dengan memasukkan uang Rp 50,5 juta tiap enam bulan, ia dijanjikan sebuah tabungan investasi yang bisa memperoleh imbal hasil sehingga uangnya menjadi Rp 500 juta dalam lima tahun.
”Setelah empat kali memasukkan uang, seharusnya uang pokok saya itu kan Rp 202 juta. Tapi pas mau ambil hanya ada Rp 82 juta. Alasannya, investasinya sedang tidak bagus jadi uang saya berkurang,” ujar Nuriyani.
Wenny (46), korban lainnya, menjelaskan, pada 2013 pihaknya mulai menjadi nasabah unit link asuransi AIA. Ia menyetorkan uangnya Rp 25 juta setahun dengan janji pada tahun ke-9 ada imbal hasil tertinggi Ro 363 juta dan terendah Rp 227 juta. Adapun pokok uangnya pada tahun ke-9 adalah Rp 225 juta.
”Namun yang terima hanya Rp 146 juta. Saya merugi Rp 79 juta hanya dari pokok setoran saya saja belum lagi kalau menagih janji imbal hasil mereka. Alasan uang saya turun karena investasinya sedang tidak bagus,” ujar Wenny.
Menanggapi pertemuan perwakilan komunitas itu dengan OJK, tiga perusahaan asuransi, yakni AIA, AXA Mandiri, dan Prudential Indonesia, membuat pernyataan bersama. Chief Marketing and Communication Officer Prudential Indonesia Luskito Hambali mengatakan, nasabah selalu menjadi prioritas utama mereka.
”Kami menyambut baik pertemuan yang diinisisasi oleh OJK dan merupakan bentuk itikad baik dari AIA, AXA Mandiri, dan Prudential Indonesia untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk dan layanan asuransi jiwa, khususnya unit link serta untuk melindungi dan memajukan industri asuransi jiwa di Indonesia,” ujarnya.
Dalam hal penanganan dan penyelesaian keluhan nasabah, AIA, AXA Mandiri, dan Prudential Indonesia, lanjut Luskito, pihaknya selalu berkomitmen untuk menangani dan menyelesaikan setiap keluhan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku, termasuk melakukan mediasi dan membuka ruang diskusi untuk mencapai titik temu.
”Pertemuan kemarin adalah bentuk respons dari perusahaan sebagai tindak lanjut atas beberapa pertemuan sebelumnya yang merupakan bentuk penyelesaian atas pengaduan sekelompok nasabah yang diwakili oleh Ibu Maria Trihartati sesuai saran OJK dengan tetap mengedepankan prinsip tata kelola dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Namun sangat disayangkan karena suasana pertemuan yang tidak kondusif, kami belum sempat menyampaikan opsi penyelesaian,” ujarnya.
Ia menambahkan, performa bisnis unit link di Indonesia sangat baik seperti yang tecermin pada laporan terbaru AAJI bahwa di triwulan ketiga 2021, unit link masih mendominasi pendapatan premi asuransi jiwa lebih dari 60 persen. Hal ini menunjukkan bahwa produk asuransi unit link masih menjadi pilihan utama masyarakat dan manfaatnya sudah dirasakan oleh nasabah, penerima manfaat, hingga berdampak positif terhadap pembangunan dan ekonomi Indonesia.
Juru bicara OJK, Sekar Putih Djarot, mengatakan, pada Selasa, pihaknya menerima sejumlah pemegang polis asuransi unit link sebagai kelanjutan pengaduan mereka di DPR pada Desember 2021` dengan tujuan untuk memfasilitasi pertemuan dengan tiga perusahaan asuransi terkait.
Sekar menjelaskan, forum mediasi antara para pemegang polis dan tiga perusahaan asuransi tersebut merupakan niat baik OJK dalam menjalankan tahapan prosedural penanganan pengaduan konsumen. Melalui mediasi tersebut, diharapkan muncul kesepakatan kedua belah pihak yang didasari dengan perjanjian yang telah disepakati.
Jiwasraya
Sementara itu, sekelompok nasabah korban asuransi Jiwasraya yang tergabung dalam Forum Nasabah Korban Jiwasraya (FNKJ) mengadu keluhan mereka ke Ketua DPD RI, La Nyalla Mahmud Mattalitti pada kamis siang (13/1/2022).
Rustiana sebagai ketua FNKJ dihadapan ketua DPD RI menyampaikan, bahwa ada banyak nasabah yang hingga hari ini belum menerima manfaat dari asuransi jiwasraya dari Februari 2021. Terutama bagi nasabah anuitas yang berasal dari pensiunan karyawan swasta non BUMN. Para nasabah anuitas yang tidak dibayarkan itu merupakan nasabah yang menolak restrukturisasi Jiwasraya.
Dilanjutkan oleh Rustiana, seluruh anggota FNKJ menolak adanya restrukturisasi jiwasraya. Bahkan ada nasabah yang telah menang secara litigasi di pengadilan yang menolak restrukturisasi, juga tidak dibayarkan hak mereka oleh Jiwasraya.
Adithiya Diar selaku kuasa hukum dari beberapa nasabah korban Jiwasraya juga menyatakan, terjadinya penolakan terhadap program restrukturisasi yang ditawarkan oleh Jiwasraya itu hak dari nasabah. Tidak boleh ada pemaksaan apapun agar nasabah menyetujui adanya restrukturisasi yang mengalihkan pertanggungjawaban polis dari jiwasraya ke IFG Life.
Atas apa yang disampaikan oleh para nasabah yang tergabung dalam FNKJ, La Nyalla Mahmud Mattalitti menyampaikan, "Saya sangat menyayangkan atas kerugian yang dialami bapak dan ibu. Ke depan, saya akan mencoba membawa aspirasi bapak dan ibu yang tergabung di FNKJ, dengan memanggil pihak Jiwasraya dan pihak terkait lainnya."