Peternak Unggas Minta Evaluasi Regulasi Harga Acuan
Harga jual telur ayam di kandang peternak masih di bawah titik impas meski di pasar harganya naik belakangan ini. Kalangan peternak berharap pemerintah merevisi aturan tentang harga acuan seiring naiknya ongkos produksi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan peternak unggas berharap pemerintah merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen. Sebab, harga yang diterima peternak umumnya masih di bawah titik impas meski di tengah kenaikan harga beberapa pekan terakhir.
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, Senin (10/1/2022), mencatat, harga rata-rata nasional telur ayam ras mencapai Rp 29.200 per kilogram (kg). Harga tersebut relatif masih tinggi dibandingkan beberapa bulan sebelumnya yang berkisar Rp 24.000 per kg hingga Rp 26.000 per kg. Harga telur ayam ras cenderung naik menjelang akhir tahun 2021 hingga awal 2022 di kisaran Rp 30.000 per kg.
Akan tetapi, peternak tak bisa menikmati tingginya harga itu karena harga on farm atau di kandang lebih rendah dibandingkan ongkos produksi. Harga saat ini, misalnya, Rp 21.000 per kg. Sementara jika memperhitungkan biaya produksi, termasuk pakan, titik impas (break event point) produksi telur ayam ras mencapai Rp 24.500 per kg.
Menurut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7/2020, harga acuan penjualan telur di tingkat peternak ditetapkan Rp 19.000 per kg untuk batas bawah dan Rp 21.000 per kg untuk batas atas. Di sisi lain, harga jagung di tingkat peternak mencapai lebih dari Rp 6.000 per kg meski acuannya Rp 3.150 per kg di produsen dan Rp 4.500 per kg di konsumen.
Ketua Umum Peternak Layer Nasional, Musbar Mesdi, saat dihubungi di Jakarta, Senin, mengatakan, tingginya harga telur dikarenakan masih mahalnya harga pakan. Ia berharap ada intervensi dari pemerintah, terutama terkait harga acuan sudah tak relevan dengan situasi harga komponen produksi.
”Ini bukan lagi inflasi harga pangan, tetapi inflasi regulasi di hulu. Kami harap kementerian/lembaga mengevaluasi, menganalisis, bahkan mungkin revisi. Harga pangan harus dievaluasi empat bulan sekali. Ini juga menyangkut kesejahteraan masyarakat perdesaan,” ujar Musbar.
Ia memahami ketersediaan jagung nasional kurang, sedangkan keran impor ditutup. Apabila impor dibuka kembali, akan ada teriakan dari para petani jagung. Oleh karena itu, ia mengusulkan bagaimana jika impor pakan dilakukan. Sebab, harga pakan impor bisa jadi lebih murah dari lokal.
Harga pakan melonjak seiring kenaikan harga bahan baku yang sebagian besar masih diimpor. Bahan baku itu, misalnya bungkil kedelai dan meat bone meal yang porsinya 50-60 persen dalam komposisi bahan baku pakan ternak.
Sementara itu, terkait ketersediaan telur, Musbar memastikan stoknya mencukupi kebutuhan. ”Bahkan cenderung kelebihan suplai. Namun, permasalahan utama (yang dihadapi peternak) adalah tingginya harga pakan,” ujarnya.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memastikan ketersediaan telur ayam guna memenuhi kebutuhan masyarakat aman untuk beberapa bulan ke depan. Menurut dia, kenaikan harga telur yang terjadi beberapa waktu lalu disebabkan oleh kenaikan permintaan masyarakat menjelang Natal 2021 dan Tahun Baru 2022.
Adapun kenaikan harga masih dalam titik batas wajar. ”Sepanjang kenaikan itu dalam batas batas kendali pemerintah, tentu kami tak akan mengintervensi. Intervensi baru dilakukan jika kenaikan melampaui batas tertentu. Barulah kami operasi pasar dan pendekatan-pendekatan lain,” kata Syahrul dalam keterangannnya, Minggu (9/1/2022).
Syahrul menambahkan, Kementerian Pertanian bersama perusahaan-perusahaan peternakan terintegrasi (integrator) berupaya agar peternakan ayam, baik petelur maupun pedaging, mengalami peningkatan. Ia memastikan bahwa industri peternakan ayam berusaha semakin efektif dan efisien dengan cara-cara yang modern.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan hingga Senin (10/1/2022) malam belum memberi respons saat dikonfirmasi.