Wanti-wanti Tetap Waspada di Saat Pandemi Masih Melanda...
Presiden Jokowi menyapa dan menyerahkan bahan pokok serta bantuan tunai bagi pedagang. Seraya menyerahkan, sebaris pesan pun disampaikan Presiden Jokowi agar para pedagang tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Pada kunjungannya ke Pasar Umum Purwodadi di Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah, Rabu (5/1/2021), Presiden Joko Widodo menyapa dan menyerahkan sembako serta bantuan tunai bagi para pedagang. Tak hanya itu, sebaris pesan pun disampaikan Presiden Jokowi agar para pedagang berdisiplin menerapkan protokol kesehatan.
Saat menyerahkan bantuan tunai dan kebutuhan pokok, Kepala Negara menyebutkannya sebagai tambahan modal. Sebentuk sapaan yang berbalas ucapan terima kasih dari pedagang. ”Jangan lupa pakai masker ya. Saya pakai masker,” kata Presiden Jokowi sambil menunjukkan masker yang digunakannya.
Momen penyerahan bahan pokok dan bantuan tunai sebagai tambahan modal yang dibarengi pesan Presiden Jokowi agar para pedagang berdisiplin menerapkan protokol kesehatan itu terasa simbolis di tengah upaya penanganan pandemi Covid-19. Tambahan modal erat berkaitan dengan aspek perekonomian yang kini sedang dalam masa pemulihan. Adapun ajakan mengenakan masker merupakan bagian penting upaya menjaga kesehatan.
> Baca juga: Pakai Masker Cara Jitu Lawan Covid-19
Sebelumnya, di akhir tahun 2021 lalu, Presiden Jokowi menuturkan bahwa sepanjang tahun 2021 Indonesia berkutat dengan dua kerja besar. Pertama, memutus rantai penyebaran virus Covid-1 dan, kedua, menjaga ekonomi Indonesia tetap bertumbuh. Pandemi dan ekonomi diibaratkannya dua tubuh di ujung ayunan yang harus dijaga agar tetap seimbang. Bisa juga seperti rem dan gas yang harus diinjak secara seimbang.
”Pertama, memutus rantai penyebaran virus Covid-1 dan, kedua, menjaga ekonomi Indonesia tetap bertumbuh. Pandemi dan ekonomi diibaratkannya dua tubuh di ujung ayunan yang harus dijaga agar tetap seimbang. Bisa juga seperti rem dan gas yang harus diinjak secara seimbang"
Menengok beberapa bulan ke belakang, di pertengahan Juli 2021, kemunculan varian Delta sempat menjadikan kasus harian Covid-19 di Indonesia memuncak hingga 56.000 kasus. Melalui upaya bersama yang melibatkan berbagai elemen bangsa, perlahan kasus Covid-19 melandai. Namun menjelang akhir tahun varian Omicron membayangi lagi. Bahkan sudah ratusan yang terjangkit.
Tepat di hari terakhir tahun 2021, Presiden Jokowi pun mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2021 tentang Penetapan Status Faktual Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia. Ada tiga pertimbangan yang mendasari penetapan Keppres 24/2021 yang mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, yakni 31 Desember 2021, tersebut.
> Baca Juga: Tindak Lanjuti Putusan MK, Presiden Tegaskan Status Pandemi Covid-19
Pertimbangan pertama, pandemi Covid-19 sampai saat ini belum berakhir dan berdampak terhadap berbagai aspek termasuk kesehatan, ekonomi, dan sosial yang luas di Indonesia. Pandemi dan penyebaran Covid-19 tersebut telah dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai pandemi global sejak 11 Maret 2020.
Pandemi Covid-19 ditetapkan sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat berdasarkan Keppres No 11/2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 dan juga ditetapkan sebagai bencana nonalam berdasarkan Keppres 12/2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional.
Kepastian hukum
Pertimbangan kedua, berdasarkan pertimbangan Hakim Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 37/PUU-XVIII/2020 yang menegaskan pentingnya pernyataan dari Presiden atas status faktual pandemi Covid-19 di Indonesia, perlu diberikan kepastian hukum mengenai belum berakhirnya pandemi Covid-19.
> Baca Juga: MK Hapus Hak Imunitas Penyelenggara Negara dalam Penanganan Covid-19
Dan, pertimbangan ketiga, menghadapi tantangan tahun 2022 sehubungan dengan pandemi Covid-19 diperlukan langkah-langkah kebijakan, khususnya di bidang perekonomian, keuangan negara, dan sektor keuangan. Hal ini dalam rangka menghadapi ancaman perekonomian dan/atau stabilitas sistem keuangan sebagai kesinambungan dari kebijakan sebelumnya dengan mendasarkan pada Undang-Undang 2/2020 dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
Keppres No 24/2021 tersebut, kesatu, menetapkan pandemi Covid-19 yang merupakan pandemi global sesuai pernyataan WHO secara faktual masih terjadi dan belum berakhir di Indonesia. Kedua, dalam masa pandemi Covid-19, pemerintah melaksanakan kebijakan di bidang keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan berdasarkan (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi UU.
Selain itu juga berdasarkan UU yang mengatur mengenai anggaran pendapatan dan belanja negara setelah melalui proses legislasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat termasuk dalam rangka menyetujui pengalokasian anggaran serta penentuan batas defisit anggaran guna penanganan pandemi Covid-19 beserta dampaknya, dan setelah setelah mendapatkan pertimbangan dari Dewan Perwakilan Daerah. Keppres 24/2021 juga berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
Ketiga, dalam rangka penanganan, pengendalian, dan/atau pencegahan pandemi Covid-19 beserta dampaknya khususnya di bidang kesehatan, ekonomi, dan sosial, pemerintah dapat menetapkan bauran kebijakan melalui penetapan skema pendanaan antara pemerintah dengan badan usaha yang bergerak di bidang pembiayaan pelayanan kesehatan dan skema lainnya.
> Baca Juga: IMF Puji Keandalan Bauran Kebijakan RI dan Ingatkan Risiko Ekonomi
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada sesi tanya jawab konferensi pers pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), Senin (3/1/2022) menuturkan, Keppres tersebut menyesuaikan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). ”Di mana diperlukan Keppres untuk melanjutkan (status) pandemi Covid-19 dan dari situ pemerintah membuat program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional masih berjalan, (yakni) PC-PEN, yang dianggarkan Rp 414 triliun,” katanya.
Pemerintah mengklaim penanganan PC-PEN dalam dua tahun ini terbukti bisa menjadi buffer atau penyangga perekonomian nasional, menjaga koefisien gini, tingkat pengangguran, dan penciptaan lapangan kerja. ”Kita berharap di kuartal (triwulan) ke-IV pertumbuhan ekonomi bisa dijaga di 4,5-5 persen, secara year-on-year (tahunan) adalah 3,7-4 persen. Sehingga dengan demikian masuk di tahun 2022 ini kita bisa mendorong front loading daripada anggaran, itu salah satu implikasi dari Keppres tersebut,” ujarnya.
Kejelasan kriteria dan indikator
Terkait bauran kebijakan, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal ketika dimintai pandangan Minggu (2/1/2022) menuturkan kalau hal yang ingin didorong adalah bauran kebijakan dan pendanaan antara pemerintah dan badan usaha, mesti dibuat jelas kriteria dan indikatornya agar jangan abu-abu. ”Dengan begitu dapat meminimalkan kemungkinan adanya free rider yang ingin memanfaatkan situasi pandemi untuk kepentingan sendiri atau kelompok yang tidak relevan,” kata Faisal.
Kriteria dan indikator bauran kebijakan dan pendanaan antara pemerintah dan badan usaha mesti dibuat jelas agar dapat meminimalkan kemungkinan adanya free rider yang ingin memanfaatkan situasi pandemi untuk kepentingan sendiri atau kelompok yang tidak relevan.
Sementara itu Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mempertanyakan maksud klausul terkait skema badan usaha pembiayaan kesehatan. ”Kalau yang dimaksud adalah model burden sharing di mana iuran BPJS Kesehatan atau asetnya diarahkan untuk membeli SBN (surat berharga negara) di pasar perdana tentu punya dampak signifikan terhadap keberlangsungan layanan BPJS sendiri,” katanya.
> Baca Juga: Defisit Anggaran 2021 Lebih Rendah dari Proyeksi
Menurut Bhima pemerintah harus mempertimbangkan risikonya. Saat ini memang klaim BPJS masih rendah karena belum banyak pasien dengan penyakit nonmenular ke rumah sakit. ”(Tetapi) kalau pasien dengan penyakit nonmenular kembali normal di RS maka BPJS-nya bisa kembali defisit,” ujar Bhima.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito saat menyampaikan keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19, Selasa (4/1/2021) menuturkan, gerakan penanganan ganda untuk memutus rantai penularan sepatutnya dilakukan tidak hanya di pintu kedatangan, tetapi juga di komunitas.
Perkembangan kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia telah mencapai 152 kasus di mana 6 di antaranya dari nonpelaku perjalanan luar negeri. Upaya-upaya serentak dan berlapis mesti dilakukan bersama agar kasus importasi yang sudah telanjur masuk di suatu wilayah tidak mengakibatkan lonjakan kasus akibat transmisi atau penularan di komunitas.
> Baca Juga: Antisipasi Transmisi Omicron di Komunitas
Virus Covid-19 dengan berbagai variannya telah mengakibatkan banyak penderitaan di dunia, termasuk Indonesia. Merujuk data di laman covid19.go.id yang diakses 5 Januari 2021, secara akumulasi, sejak Covid-19 masuk ke Indonesia di Maret 2020, sebanyak 144.105 orang di negeri ini meninggal dunia akibat Covid-19.
Di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai, kewaspadaan dan kehati-hatian tentu mutlak diperlukan agar terhindar dari penularan virus korona berikut variannya yang membahayakan kesehatan dan keselamatan warga. Potensi kerusakan atau kerugian akibat dampak pandemi yang merangsek ke berbagai bidang mesti dihindari dalam melintasi kondisi berat ini.