Ramai-ramai Bikin Ekosistem Produk Keuangan Digital Superlengkap
Perusahaan teknologi di Indonesia sedang berlomba-lomba membentuk ekosistem produk, termasuk punya layanan keuangan digital yang integral.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan teknologi di Indonesia bersaing membentuk ekosistem produk yang superlengkap. Layanan finansial secara daring menjadi bagian utama bisnis yang diperkuat.
Peneliti pada Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, mencontohkan, perusahaan hasil integrasi vertikal Gojek-Tokopedia, yaitu GoTo, telah membentuk ekosistem layanan yang mencakup transportasi (Gojek), perdagangan secara elektronik (Tokopedia), dan aneka produk keuangan (GoTo Finansial).
”Perusahaan teknologi pesaingnya, seperti Bukalapak, Grab, dan Shopee, mengarah ke hal yang sama. Belakangan, Shopee Indonesia sudah bekerja sama dengan Blue Bird sehingga memudahkan pelanggannya memesan layanan transportasi yang disediakan Blue Bird,” ujar Nailul saat dihubungi Rabu (5/1/2022), di Jakarta.
Awal pekan ini, CT Corp, Salim Group, Bukalapak, Grab, Carro, dan Growtheum Capital Partners mengumumkan berpartisipasi bersama dalam penerbitan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu atau right issue yang dilakukan PT Allo Bank Indonesia Tbk (Bank Allo). Partisipasi ini bertujuan memperluas layanan kredit ke seluruh Indonesia.
Bank Allo merupakan bank digital yang menawarkan produk rekening pribadi, bisnis, dan rekening gabungan, termasuk Paylater, InstantCash, dompet elektronik atau e-wallet beserta isi ulangnya, pembayaran, dan jasa transfer.
Bank Allo Commissioner Ali Gunawan, dalam siaran pers, mengatakan, populasi penduduk Indonesia hampir mencapai 280 juta jiwa, 50 persen di antaranya belum memiliki rekening bank serta 15 persen masuk kategori warga yang sudah terlayani bank, tetapi aksesnya terbatas pada produk pinjaman, investasi, dan asuransi.
Dengan situasi itu, dia berharap hasil right issue bisa mendorong Bank Allo menghadirkan kemudahan akses ke produk finansial untuk warga Indonesia yang belum punya rekening bank ataupun memiliki keterbatasan akses ke produk perbankan.
Populasi penduduk Indonesia hampir mencapai 280 juta jiwa, 50 persen di antaranya belum memiliki rekening bank, serta 15 persen masuk kategori warga yang sudah terlayani bank, tetapi aksesnya terbatas pada produk pinjaman, investasi, dan asuransi.
Managing Partner Growtheum Capital Partners Amit Kunal menilai kemitraan CT Corp dan Salim Group dengan perusahaan teknologi, seperti Bukalapak, Carro, Grab, dan Traveloka, akan memudahkan Bank Allo masuk ke konsumen ataupun mitra dagang dari berbagai latar industri. Misalnya, ritel, perdagangan secara elektronik atau e-dagang, transportasi berbasis aplikasi dan pengiriman, perjalanan, serta otomotif.
”Kami antusias bekerja sama dengan para manajemen dan pemegang saham untuk membuat produk-produk kredit,” katanya.
Traveloka juga diketahui ikut dalam kemitraan yang sama. CEO Traveloka Ferry Unardi menyebutkan Bank Allo ada di aplikasi Traveloka. Bersama dengan Bank Allo, Traveloka siap menciptakan produk pinjaman yang disesuaikan dengan gaya hidup pelanggan Traveloka.
Sebelumnya, pada November tahun lalu, penyedia pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi, PT Akulaku Silvirr Indonesia (Akulaku), telah menuntaskan proses akuisisi saham Bank Neo Commerce sebesar 24,98 persen. Penandatanganan akta pengambilan melibatkan Bank Neo, Akulaku, dan PT Gozco Capital sebagai pemegang saham pengendali perseroan sebelumnya.
PT Akulaku Silvrr Indonesia merupakan bagian dari Akulaku Grup yang menyediakan layanan teknologi finansial, terutama di platform perdagangan secara elektronik atau e-dagang. Akulaku Grup beroperasi di empat negara, yakni Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Malaysia.
Akulaku Grup juga mendapatkan pendanaan dari Ant Finansial, perusahaan teknologi finansial yang terafiliasi dengan Alibaba. Di empat negara itu, Akulaku Grup menyasar kelompok konsumen yang kurang terlayani layanan jasa keuangan konvensional.
Nailul menilai, bagi industri jasa keuangan, fenomena aksi korporasi tersebut mendorong semakin ketatnya persaingan. Belum lagi, sejumlah pengusaha diperkirakan semakin banyak menjajal bisnis bank digital
”Konsumen yang paling diuntungkan dengan situasi itu,” kata Nailul.
Pembeda
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi saat dihubungi Rabu berpendapat, fenomena tersebut tetap membuat dari sisi penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi memiliki peluang bertumbuh.
Penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi bisa berkolaborasi dengan perusahaan bank digital. Misalnya, untuk urusan pengembangan produk pinjaman dan penilaian kelayakan kredit berbasis teknologi informasi.
Akan tetapi, pada jangka panjang, Adrian mengakui kompetisi di industri teknologi finansial semakin ketat. Beberapa bank digital di Indonesia punya jejak atau latar belakang bisnis perbankan yang kuat sehingga mampu menggalang dana pihak ketiga yang besar. Bisnis pinjaman mereka yang ditawarkan secara digital diperkirakan bisa berjalan cepat.
”Bank digital di Indonesia butuh waktu untuk melesat. Setidaknya, dalam jangka pendek dua-tiga tahun, penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi bisa jadi mitra strategis mereka. Asalkan, penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi ini punya keunikan, baik model bisnis maupun produk pinjaman,” ujar Adrian.
Sejumlah perusahaan rintisan bidang teknologi di Indonesia sedang gencar membentuk ekosistem layanan. Tidak heran di antara mereka saling menjalin integrasi produk dengan bermitra perusahaan teknologi dan non-teknologi
Dengan memiliki keunikan, dia meyakini penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi dapat bertahan di tengah persaingan ketat. Misalnya, mereka menyediakan produk pinjaman ke segmen pendidikan dan pertanian.
Adrian membenarkan sejumlah perusahaan rintisan bidang teknologi di Indonesia sedang gencar membentuk ekosistem layanan. Tidak heran di antara mereka saling menjalin integrasi produk dengan bermitra perusahaan teknologi dan non-teknologi. Penyedia pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi pun sudah ada yang terlibat. Misalnya, Akulaku dengan Bank Neo Commerce.
”Perusahaan yang bisa menciptakan produk yang punya relevansi dengan kebutuhan konsumen, perusahaan itulah yang akan memenangi persaingan,” imbuh Adrian.