Untuk kali pertama sejak bergabung dalam keanggotaan kelompok negara 20 atau G-20, Indonesia memegang tampuk keketuaan alias presidensi pada forum yang membahas isu-isu global ini.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Spanduk presidensi G-20 Indonesia yang mengusung tema ”Recover Together, Recover Stronger” terpasang di gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta, Selasa (7/12/2021).
Pada G-20, peran presidensi diterjemahkan melalui penyusunan agenda pembahasan yang akan didiskusikan dalam pertemuan-pertemuan mulai dari tingkat kelompok kerja hingga tingkat kepala negara atau pemerintahan. Setiap tahun, salah satu negara anggota mendapat giliran untuk mengemban tugas presidensi G-20.
Secara historis, latar belakang terbentuknya G-20 tak terlepas dari krisis keuangan global di tahun 1998 yang berimbas ke banyak negara, terutama Asia.
Kala itu, kelompok G-7, yang lebih dulu terbentuk sejak 1975, dianggap gagal dalam memecahkan masalah ekonomi yang tengah melanda dunia. G-7 sendiri merupakan kelompok negara besar dan kaya beranggotakan Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, dan Jepang.
Kegagalan G-7 turut memicu pandangan akan pentingnya negara-negara menengah yang memiliki pengaruh ekonomi secara sistemik untuk turut serta dalam perundingan perekonomian global.
Kegagalan G-7 turut memicu pandangan akan pentingnya negara-negara menengah yang memiliki pengaruh ekonomi secara sistemik untuk turut serta dalam perundingan perekonomian global.
Berlandaskan hal tersebut, kelompok G-20 pun dibentuk untuk memperkuat alur diskusi dan pemecahan masalah berupa komitmen dan kebijakan yang nantinya akan diimplementasikan. Indonesia menjadi anggota G-20 sejak forum internasional ini dibentuk pada tahun 1999.
Pada saat itu, Indonesia berada dalam tahap pemulihan setelah krisis ekonomi 1997-1998. Indonesia terlibat dalam G-20 karena dinilai sebagai negara berkembang dengan ukuran dan potensi ekonomi sangat besar di kawasan Asia. Mengutip situs Kementerian Keuangan, keanggotaan Indonesia dalam G-20 juga mewakili kawasan Asia Tenggara dan dunia Islam.
G-20 beranggotakan 19 negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar dan Uni Eropa, bertujuan untuk mengoordinasikan kebijakan dalam mencapai stabilitas ekonomi global dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Di samping itu, fungsi lain dari forum-forum G-20 adalah mempromosikan reformasi sektor keuangan untuk memitigasi risiko dan mencegah krisis keuangan, serta menciptakan arsitektur keuangan internasional baru.
Kelompok G-20 jelas memiliki posisi strategis dalam perekonomian global. Pasalnya, secara kolektif G-20 merupakan representasi dari 85 persen perekonomian dunia, 80 persen investasi global, serta 75 persen perdagangan internasional.
Manfaat
Penetapan Indonesia sebagai presidensi G-20 untuk tahun 2022 dilakukan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 ke-15 di Riyadh, Arab Saudi, 22 November 2020. Selanjutnya, serah terima presidensi G-20 dari Italia ke Indonesia dilakukan pada KTT G-20 di Roma, Italia, 31 Oktober 2021.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menyampaikan pidato pembuka dalam Pertemuan Pertama Tingkat Sherpa G-20 di Jakarta, Selasa (7/12/2021), mengatakan selaku presidensi G-20, Indonesia mengajak dunia untuk mencapai pemulihan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan.
Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Italia Mario Draghi saat sesi penutupan KTT G-20 di Roma, Italia, Minggu (31/10/2021).
Secara strategis, manfaat yang akan dirasakan Indonesia selama memegang tampuk presidensi G-20 tentunya adalah keterlibatan dan peran yang lebih besar di dalam menentukan arah kebijakan global ke depan.
Dalam jangka panjang, kepercayaan dunia terhadap Indonesia yang mampu menjalankan amanat presidensi G-20 dengan baik akan meningkat. Indonesia akan mendapatkan panggung yang diharapkan bisa mendorong komitmen investasi dari anggota G-20 dan organisasi internasional.
Adapun secara ekonomis, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, dan Persidangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto memperkirakan putaran uang dari penyelenggaraan forum G-20 sepanjang periode presidensi Indonesia mencapai 1,5- 2 kali lebih besar dari IMF-World Bank Group Annual Meetings di Bali tahun 2018.
Berdasarkan hitung-hitungan Kemenko Perekonomian, melalui ratusan forum yang terselenggara secara hibrida, maka akan terjadi peningkatan konsumsi domestik hingga Rp 1,7 triliun, penambahan PDB nasional hingga Rp 7,4 triliun, serta pelibatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan penyerapan tenaga kerja sekitar 33.000 orang di berbagai sektor.
Kesiapan Indonesia
Terdapat 150 forum tingkat pimpinan, menteri, deputi, hingga kelompok kerja selama Indonesia menjadi presidensi G-20 yang dimulai pada 1 Desember 2021. Dari total pertemuan tersebut, akan ada 28 pertemuan di bidang keuangan.
Pertemuan Pertama Tingkat Sherpa G-20 yang diselenggarakan pada tanggal 7-8 Desember 2021 di Jakarta secara umum berjalan lancar dan sukses. Pertemuan tersebut menjadi pembuka dari seluruh rangkaian pertemuan presidensi G-20 Indonesia tahun 2022.
Agenda tersebut kemudian dilanjutkan dengan Pertemuan Pertama Tingkat Deputi Keuangan dan Bank Sentral di Bali pada tanggal 9-10 Desember 2021.
Pada pertemuan tingkat sherpa dan tingkat deputi keuangan, Indonesia menyampaikan agenda prioritas yang menjadi fokus dalam presidensi G-20 Indonesia.
Dua pertemuan tersebut juga menjadi tolok ukur kepiawaian Indonesia dalam menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan forum-forum G-20 di sepanjang 2022, sebelum ditutup oleh Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Nusa Dua, Bali, pada 30 Oktober-31 Oktober 2022.
Dalam konferensi pers bersama mengenai kesiapan presidensi G-20, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjabarkan, terdapat tujuh agenda prioritas di sektor keuangan yang akan dibahas dalam pertemuan-pertemuan tingkat deputi keuangan.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Peluncuran situs resmi G20.org turut menandai pembukaan presidensi G-20 Indonesia di Taman Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (1/12/2021).
Ketujuh agenda prioritas tersebut yakni mengenai koordinasi langkah penarikan stimulus untuk mendukung pemulihan, upaya mengatasi dampak pandemi Covid-19 untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, pembahasan mengenai mata uang digital bank sentral, dan sumber pembiayaan berkelanjutan.
Selain itu, pembahasan mengenai mekanisme pembayaran lintas batas negara, inklusi keuangan yang berfokus pada pengembangan kredit dan digitalisasi dari usaha mikro kecil menengah, serta kemajuan dan perkembangan dari pelaksanaan global taxation principle.
Jika semua rencana dan agenda G-20 di bawah presidensi Indonesia berjalan lancar dan sesuai rencana, posisi Indonesia sebagai pengarah kebijakan ekonomi global akan semakin strategis. Pada akhirnya, Indonesia bisa membuktikan bahwa kesempatan mengemban presidensi G-20 bukan semata karena mendapatkan giliran, melainkan karena memang layak.