JAKARTA, KOMPAS -- Tahun 2022 diawali dengan harapan untuk bangkit, selaras dengan melandainya kurva penularan Covid-19 dan membaiknya perekonomian. Walakin, pijakan awal di tahun baru ini masih dibayangi ketidakpastian dengan merebaknya varian Omicron. Publik pun menyambut tahun yang baru dengan optimisme sekaligus kehati-hatian.
Memasuki tahun 2022, status wabah Covid-19 sebagai pandemi belum berakhir. Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2021 tanggal 31 Desember 2021 menetapkan Covid-19, yang dinyatakan sebagai pandemi global oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak 11 Maret 2020 secara faktual masih terjadi di Indonesia.
Ada tiga pertimbangan yang mendasari penetapan Keppres No 24/2021 itu. Pertama, pandemi Covid-19 sampai saat ini belum berakhir dan telah berdampak luas ke berbagai aspek, termasuk kesehatan, ekonomi, dan sosial di Indonesia.
Kedua, perpanjangan status pandemi itu sejalan dengan pertimbangan majelis hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-XVIII/2020 yang menegaskan pentingnya kepastian hukum atas status faktual pandemi Covid-19.
Ketiga, dalam menghadapi tantangan 2022, sehubungan dengan penanganan pandemi Covid-19, diperlukan langkah kebijakan, khususnya di bidang perekonomian, keuangan negara, dan sektor keuangan.
Optimisme publik
Kondisi pandemi yang belum berakhir itu disikapi warga dengan optimisme sekaligus kehati-hatian. Hal itu tecermin dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada 20-22 Desember 2021 terhadap 504 responden dari 34 provinsi di seluruh Indonesia.
Hasil jajak pendapat menunjukkan optimisme membayangi rencana dan resolusi warga di tahun baru meskipun masih diiringi kehati-hatian dan kewaspadaan.
Sebanyak 61,4 persen responden kembali menyusun rencana berwisata dan berjalan-jalan tahun ini. Adapun 33 persen berencana berwisata ke luar kota, 21 persen ingin berwisata di daerah sekitar tempat tinggal, dan 7,1 persen berencana berwisata ke luar negeri. Ini mencerminkan adanya optimisme dan keberanian masyarakat untuk kembali berwisata.
Optimisme membayangi rencana dan resolusi warga di tahun baru meskipun masih diiringi kehati-hatian dan kewaspadaan.
Namun, kehati-hatian juga tecermin dari 36,1 persen warga yang mengaku tak berencana berwisata dan berjalan-jalan pada 2022 karena masih khawatir tertular Covid-19 saat berwisata. Sebagian besar mereka berasal dari masyarakat dari kelompok sosial-ekonomi bawah dan menengah-bawah.
Warga yang berencana kembali berwisata pun lebih banyak memilih wisata alam, seperti naik gunung atau ke pantai (50,7 persen). Wisata alam adalah jenis wisata yang relatif lebih aman dari potensi penularan Covid-19 dibandingkan ragam wisata lainnya karena dilakukan di luar ruangan.
Kewaspadaan juga ditunjukkan mayoritas warga yang tetap akan mengadopsi protokol kesehatan (prokes) seperti menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan pada tahun 2022.
Sebanyak 51,7 persen responden menilai akan tetap melakukannya sebagai perlindungan diri dari Covid-19 dan 45,5 persen sudah terbiasa melakukan prokes sehari-hari. Hanya 1,6 persen yang tidak akan menerapkan prokes karena menilai situasi pandemi sudah membaik dan 1,2 persen responden yang tidak melakukannya karena tidak percaya dengan Covid-19.
Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Masdalina Pane, Minggu (2/1/2022), mengatakan, optimisme dibutuhkan untuk menangani pandemi tanpa kecemasan dan ketakutan. Namun, hal itu jangan sampai membuat semua pihak lengah dan mengabaikan berbagai aspek penanganan pandemi, termasuk protokol kesehatan.
Optimisme untuk bangkit di tahun baru itu perlu dilakukan dengan berhati-hati. "Ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Masyarakat bisa bermobilisasi jika sudah divaksin dan menerapkan protokol kesehatan standar. Pemerintah juga perlu terus didorong melakukan 3T (pemeriksaan, penelusuran, dan perawatan),” ujar Masdalina.
Menurut dia, banyaknya kasus Omicron di sejumlah negara seharusnya menjadi pertimbangan untuk menunda wisata ke luar negeri. Peningkatan mobilitas di dalam negeri juga harus diiringi dengan upaya vaksinasi dosis lengkap yang masif.
Berdasarkan data Satuan Tugas Covid-19, hingga 2 Januari 2022, sebanyak 114 juta orang telah menerima vaksinasi dosis kedua. Adapun target sasaran vaksinasi mencapai 208 juta orang. "Jika melihat data, target vaksinasi 70 persen pada akhir tahun 2021 belum tercapai. Klaim data yang kurang tepat bisa membuat masyarakat merasa tenang lalu terlena,” katanya.
Target vaksinasi 70 persen pada akhir tahun 2021 belum tercapai. Klaim data yang kurang tepat bisa membuat masyarakat merasa tenang lalu terlena.
Daya beli masyarakat
Di sisi lain, animo publik memasuki tahun 2022 masih dibayangi daya beli yang belum pulih. Hasil jajak pendapat menunjukkan 40,5 persen warga belum bisa merencanakan berwisata atau berbelanja kebutuhan utama yang diinginkan pada tahun 2022 karena sulit mengumpulkan biaya selama pandemi. Ini paling banyak ditemukan pada warga dari kelas sosial-ekonomi bawah dan menengah-bawah.
Menurut ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, demi memastikan pemulihan konsumsi masyarakat pada 2022, pemerintah perlu mendorong akselerasi anggaran belanja modal dan program padat karya yang bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Itu perlu dilakukan sembari tetap menjaga pandemi tetap terkendali, seperti saat ini.
Ia memperkirakan kondisi pandemi yang membaik dapat meningkatkan aktivitas ekonomi warga di sektor informal dan usaha mikro kecil. "Trickle down effect ini yang akan mendorong peningkatan pendapatan masyarakat,” katanya.
TIM KOMPAS: Abdullah Fikri Ashri, Regina Rukmorini, Machardin Wahyudi Ritonga, Haris Firdaus, I Gusti Agung Bagus Angga Putra, Ismail Zakaria, Stefanus Ato, Fransiskus Wisnu Wardhana Dany, Susie Berindra, Kristi Utami, Vina Oktavia, Mawar Kusuma Wulan