Jangan hanya tinggal pada kegembiraan kemenangan dari kompetisi ke kompetisi. ”Start up” perlu melangkah agar hasil produk kreatif dan inovatifnya dapat dipasarkan ke pasar nasional dan global.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pelaku usaha rintisan (start up)inovatif perlu berkolaborasi. Jangan hanya tinggal pada kegembiraan kemenangan dari kompetisi ke kompetisi, tetapi perlu melangkah lebih jauh agar hasil produk kreatif dan inovatifnya dapat dipasarkan.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki dalam Temu Wicara Pemenang Kompetisi Wirausaha Inovatif 2021 – Celebrating Indonesia-South Korea Partnership 2021 di Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Senin (27/12/2021), mengatakan, kerja sama Indonesia dan Korsel dalam pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sangatlah penting. Sudah saatnya, UMKM Indonesia masuk ke dalam produk-produk berbasis kreativitas dan teknologi.
”Korsel merupakan salah satu negara yang sangat unggul dalam mengembangkan UMKM, bahkan pelaku UMKM menjadi rantai pasok industri global. Karena itu, kerja sama Kemenkop dan UKM dengan Ministry SMEs and Startups Korsel terus dilakukan untuk menyiapkan masa depan UMKM kita supaya mempunyai daya saing,” kata Teten.
Kementerian Koperasi dan UKM sangat terbuka bekerja sama dengan negara lain, terutama negara-negara yang dijadikan benchmark untuk pengembangan UMKM. Selain Korsel, China dan Jepang merupakan negara-negara yang bisa menjadi benchmark bagi UMKM.
Menurut Teten, Indonesia perlu terus menambah persentase kewirausahaan. Sejauh ini, Indonesia baru memiliki kewirausahaan sebesar 3,47 persen. Sementara untuk menjadi negara maju, jumlah kewirausahaan harus mencapai 10-14 persen. Tentunya, kerja sama ini bukan hanya pengembangan model bisnis, melainkan juga pelaku usaha rintisan masuk ke tahap komersialisasi.
Teten mengingatkan, untuk dapat masuk sebagai UMKM yang berkelanjutan, pelaku usaha rintisan harus masuk ke agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan green economy. Gerakan ekonomi hijau atau ramah lingkungan saat ini sudah menjadi standar ekonomi global, bahkan dalam investasi. Usaha rintisan Indonesia sudah harus melihat ke arah berkelanjutan (sustainable).
”Saya berharap betul, kerja sama ini harus memiliki transfer pengetahuan, teknologi, dan model bisnis sehingga UMKM kita siap go global,” ujar Teten.
Sekretaris Jenderal The ASEM SMEs Eco-Innovation Center (ASEIC) Choonglai Cho secara virtual menyambut gembira kerja sama Indonesia-Korea Selatan ini, terutama penyelenggaraan penghargaan kedua Korea-ASEAN SDGs Business Model Competition Top 10 Finalist dan Ecothon oleh Kementerian Koperasi dan UKM.
”Saya juga mengucapkan terima kasih kepada para pemenang bisnis model, yaitu Hear Ma, Soul Parking, Coconut Silo, Neurafarm,” ujar Choonglai.
The ASEM SMEs Eco-Innovation Center telah berdiri di Korea Selatan sejak tahun 2011. Di Indonesia, pilot project kerja sama kedua pemerintah, yaitu Kementerian Koperasi dan UKM Indonesia dengan Kementerian UKM dan Usaha Rintisan Korea Selatan mempunyai green business center (GBC).
Adanya pandemi Covid-19 dunia merupakan situasi yang sulit. Namun, kini semua sedang menuju era normal baru (new normal). Dalam menghadapi krisis tersebut, evolusi sosial yang komprehensif perlu dicapai melalui pemulihan berkelanjutan sepanjang masih mempertimbangkan SDGs. Perusahaan-perusahaan rintisan pemenang penghargaan telah menunjukkan bahwa mereka membawa dunia ini menuju pemulihan dengan menggunakan metode digital yang sesuai slogan SDGs, ”Leave No One Behind”.
”Seiring berjalannya kompetisi dan kerja perusahaan tetap sesuai dengan tema SDGs, kita menggunakan kesempatan ini sebagai batu loncatan untuk menjadi unicorn, perusahaan decacorn di masa depan,” ujar Choonglai.
Dia berharap, apabila pandemi ini sudah mereda, kompetisi ketiga dari Korea-ASEAN SDGs Business Model Competition tahun depan dapat diselenggarakan secara luring (offline).
Karya inovatif
Berbagai karya kreatif usaha rintisan diperlombakan dalam Ecothon – Sustainable Consumption and Production in Indonesia 2021. Dari mengelola sampah, daur ulang produk, berbagai pengembangan kemudahan sektor pertanian berbasis digital, hingga produk inovatif yang mengurangi emisi menjadi pilihan-pilihan yang diperlombakan.
Mutia dari PT Berkah Inovasi Kreatif Indonesia (BIKI) sebagai pemenang pertama mengatakan, selama ini karya kreatifnya telah berhasil menciptakan produk unggulan berupa coating atau pelapis untuk buah dan sayuran yang ramah lingkungan. Sebab, produknya dihasilkan dari kulit udang.
”Kami sangat terbuka untuk pengembangan ke depannya dengan menggandeng investor,” kata Mutia.
Hal senada diungkapkan Feshia Wijaya dari Kausa Indonesia sebagai pemenang ketiga Ecothon 2021. Menurut Feshia, kolaborasi dengan investor akan membuat usaha rintisan ini dapat lebih berkembang ke pasar nasional ataupun global.
Asisten Deputi Kewirausahaan Kemenkop dan UKM Siti Azizah menjelaskan, para pemenang kompetisi itu telah melewati berbagai penilaian. Kompetisi itu terbagi dalam Ecothon Indonesia, dengan tema ”Sustainable Consumption and Production” (SCP) yang merupakan kompetisi bisnis model dengan level wirausaha mulai dari calon wirausaha (masih berbentuk ide bisnis/ prototipe) hingga wirausaha pemula (sudah diterima pasar dan butuh diakselerasi lebih lanjut).
Kompetisi kedua, Korea-ASEAN Business Model Competition (BMC) dengan tema ”Digital Economy for SDGs”, yang merupakan kompetisi bagi wirausaha pemula dan mapan yang telah siap produk/jasanya, diterima pasar, dan usahanya telah berbadan hukum atau terdaftar. Namun, mereka masih membutuhkan akselerasi lebih lanjut untuk menjadi UKM dengan omzet Rp 2 miliar hingga Rp 50 miliar.
Siti mengatakan, pelajaran dari kedua kegiatan ini, selain kompetisi start up, terjadi proses pembelajaran, networking, dan mentoring dari mentor skala internasional. Selain itu, ada juga kegiatan Training on Trainer of Sustainable Consumption and Production bagi pelatih/coach Indonesia yang diharapkan dapat mereplikasi keilmuannya menjadi coach skala internasional serta memperkuat ekosistem/kolaborasi.
”Coach Indonesia ini kami pilih dari berbagai latar belakangan, baik akademisi maupun lembaga inkubasi profesional, seperti The Local Enabler, AMATI Indonesia, Panen Maya Academy, Universitas Indonesia, dan Universitas Bina Nusantara,” ujar Siti.