Berbagai indikator ekonomi yang tercatat di pengujung tahun ini memberikan sinyal positif bahwa pemulihan akan semakin kuat pada tahun 2022.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berbagai indikator ekonomi yang tercatat di pengujung tahun ini memberikan sinyal positif bahwa pemulihan akan semakin kuat pada tahun 2022. Namun, hal itu hanya akan terwujud jika penyebaran kasus Covid-19 tetap terkendali.
Sejumlah indikator ekonomi, baik dari sisi konsumsi maupun produksi, menunjukkan terjadinya pemulihan selama triwulan IV-2021. Dari sisi konsumsi, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada November 2021 tercatat 118,5, lebih tinggi dibandingkan dengan Oktober 2021 yang sebesar 113,4.
Selain itu, indeks penjualan riil (IPR) pada November 2021 tercatat pada level 199,7, tumbuh 2,2 persen dari posisi Oktober yang tercatat 195,5.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2021 bisa berada di atas 5 persen sehingga ekonomi sepanjang tahun diprediksi tumbuh 3,5 persen hingga 4 persen. (Sri Mulyani Indrawati)
Sementara itu, dari sisi produksi, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Oktober 2021 sempat mencapai level tertinggi dalam tiga tahun terakhir di angka 57,2. Pada November, PMI Manufaktur Indonesia turun sedikit ke level 53,9.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan indikator-indikator tersebut menunjukkan sinyal kuat bahwa tren pemulihan konsumsi di pengujung tahun ini akan berlanjut pada tahun depan.
”Pemulihan konsumsi ditopang oleh kinerja impor bahan baku yang pada November 2021 tumbuh 60,5 persen secara tahunan, menunjukkan bahwa sektor manufaktur mengalami aktivitas yang cukup kuat,” kata Sri Mulyani, pekan lalu.
Berdasarkan hal tersebut, Sri Mulyani optimistis pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2021 bisa berada di atas 5 persen sehingga ekonomi sepanjang 2021 diprediksi tumbuh pada kisaran 3,5-4 persen.
Sri Mulyani menegaskan, momentum pemulihan konsumsi terus menguat setelah sempat terinterupsi oleh lonjakan penyebaran kasus Covid-19 varian Delta pada triwulan III-2021. Pemulihan konsumsi dan ekonomi diyakini akan semakin kuat tahun depan jika kasus penularan Covid-19 tetap terkendali.
”Presiden telah meminta seluruh jajaran kabinet dan masyarakat terus menjaga disiplin kesehatan. Ini akan membuat pemulihan bisa lebih kuat, tidak terkendala, sehingga APBN juga bisa disehatkan kembali,” kata Sri Mulyani.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengatakan, pemulihan konsumsi masyarakat pada 2022 akan sejalan dengan peningkatan produktivitas nasional.
Para pelaku usaha berharap tingkat ketidakpastian akibat pandemi pada tahun depan akan menurun sehingga mendongkrak konsumsi masyarakat. ”Dengan begitu kami memproyeksikan tingkat konsumsi masyarakat pada 2022 akan lebih tinggi daripada 2021,” kata Shinta.
Ia bahkan melihat adanya peluang tingkat konsumsi akan kembali ke posisi sebelum pandemi pada tahun depan asalkan memenuhi sejumlah persyaratan, yakni penyebaran Covid-19 rendah, pengetatan mobilitas masyarakat minim, dan pembatasan kegiatan usaha di seluruh sektor ditiadakan.
Shinta menegaskan, jika pemerintah kembali melakukan pengetatan mobilitas dan pembatasan operasi usaha akibat terjadinya lonjakan kasus Covid-19, pertumbuhan konsumsi akan tertahan.
”Daya beli dan konsumsi masyarakat hanya akan terdongkrak secara maksimal ketika kegiatan ekonomi masyarakat meningkat secara signifikan,” ujarnya.
Agar pertumbuhan konsumsi dan ekonomi semakin optimal, diperlukan juga bentuk intervensi kebijakan dari pemerintah dari sisi pasokan berupa stimulus penurunan suku bunga pinjaman dan peningkatan efisiensi biaya usaha di sektor-sektor dengan minat investasi yang cukup rendah, seperti sektor pertambangan.
”Hal itu dapat dilakukan melalui reformasi struktural, stimulus kemudahan pembiayaan ekspor, hingga penyederhanaan prosedur pengapalan. Dengan demikian, pelaku usaha akan terstimulasi untuk meningkatkan kinerja usaha, ekspor, dan memperluas investasi serta lapangan kerja,” ujarnya.
Chief Economist PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Anton Hendranata meyakini pemulihan ekonomi domestik akan bergantung pada daya beli masyarakat, belanja pemerintah, dan adaptasi masyarakat terhadap kondisi pandemi.
Komposisi konsumsi dalam pengeluaran rumah tangga mengalami peningkatan 570 basis poin (bps) dari 69,4 persen pada Oktober 2020 menjadi 75,1 persen pada Oktober 2021. ”Peningkatan tersebut didorong oleh tingkat vaksinasi Covid-19 yang tinggi dan restriksi mobilitas yang melonggar sehingga mendorong masyarakat untuk melakukan konsumsi,” ujarnya.