Optimisme pada pasar saham kian membaik seiring terkendalinya pandemi Covid-19 di Indonesia. Penanganan pandemi adalah kunci bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Oleh
joice tauris santi
·3 menit baca
Pasar saham masih akan menarik pada tahun 2022. Pada saat pandemi belum berakhir, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG sudah naik sekitar 10 persen sepanjang 2021. Walau demikian, tantangan dari luar dan dalam negeri masih tetap berlanjut tahun depan.
Optimisme pada pasar saham ini didasarkan pada kinerja emiten yang terus membaik. Selain itu, penanganan Covid-19 juga sudah baik, terlihat dari cakupan warga yang mendapatkan vaksin serta ketersediaan obat dan fasilitas kesehatan. Penanganan Covid-19 ini menjadi salah satu penentu pertumbuhan ekonomi pada 2022.
Mandiri Sekuritas menyatakan, pemulihan ekonomi akan berlanjut pada 2022. Sempat turun hingga minus 2,01 persen pada 2020, Mandiri Sekuritas memperkirakan ekonomi mampu bertumbuh 3,7 persen dari tahun lalu pada 2021 dan berharap akan mencapai 5,2 persen, angka yang sama dengan level pertumbuhan ekonomi sebelum Covid-19 melanda, jika penanganan Covid-19 tetap dilakukan dengan baik.
Kenaikan harga komoditas diperkirakan masih akan berlanjut, setidaknya pada semester pertama 2022. Ekspor terbesar Indonesia adalah barang komoditas sehingga kenaikan harga komoditas ini akan mendorong transaksi ekspor secara keseluruhan. Hal ini akan mendorong perekonomian sekaligus kinerja perusahaan, termasuk emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Siklus melonjaknya harga komoditas juga akan mendorong konsumsi. Para petani yang masih menahan uangnya dari hasil penjualan komoditas pada tahun 2021 akan mulai berbelanja pada 2022.
Penanganan Covid-19 menjadi salah satu penentu pertumbuhan ekonomi pada 2022.
Dilihat dari price to earning ratio (PER) BEI, manajer investasi Schroders Investment Management Indonesia mengatakan, pasar saham Indonesia masih memiliki valuasi yang rendah dibandingkan dengan pasar saham di negara lain yang besarnya hampir sama.
Walaupun IHSG dari awal tahun hingga akhir November menguat 9,3 persen, indeks saham ini masih diperdagangkan dengan PER 18,15 kali. Angka ini masih lebih rendah ketimbang dengan PER negara maju atau India yang berada di angka 22,86 kali.
Sementara Mirae Asset Sekuritas memperkirakan, pada skenario bull case, IHSG pada akhir 2022 berada di level 8.000 dengan potensi kenaikan sekitar 22,1 persen. Skenario bull case ini berdasarkan asumsi bahwa pertumbuhan laba bersih IHSG pada 2022-2023 masing-masing sebesar 22 persen dan 12 persen dibandingkan dengan tahun lalu dan PER IHSG sebesar 16,4 kali.
Adapun faktor eksternal adalah langkah bank sentral AS, Federal Reserve. Fed sudah bersiap mengurangi pembelian aset secara bertahap hingga akhirnya keran kucuran likuditas ditutup. Tahun depan, Fed juga bersiap menaikkan suku bunga secara bertahap. Penurunan belanja aset kali ini tidak menimbulkan gejolak seperti yang terjadi pada tahun 2013. Walaupun demikian, para investor juga harus mencermati langkah Fed ini.
Fed sudah bersiap mengurangi pembelian aset secara bertahap hingga akhirnya keran kucuran likuditas ditutup.
Saham pilihan
Sepanjang 2021, emiten yang menjadi favorit para investor karena pergerakan sahamnya cepat dan memberikan keuntungan besar adalah emiten pada sektor perbankan, terutama bank yang baru diakuisisi, teknologi, dan distribusi. Sementara emiten perbankan besar yang biasanya menjadi penggerak indeks baru naik menjelang akhir tahun.
Pada analis dan manajer investasi mengatakan, seiring dengan pemulihan ekonomi yang makin solid, sektor perbankan besar dapat menjadi pilihan pada tahun depan. Sektor konsumer juga dapat menjadi pertimbangan karena pemulihan ekonomi ditopang oleh konsumsi.
Untuk sektor teknologi, para investor harus lebih selektif dalam berinvestasi. Emiten yang bergerak pada komoditas yang sedang naik pun berpotensi memberikan keuntungan tahun depan.