Mastel: Tarif Data Internet di Indonesia Sudah Murah
Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai tarif rata-rata data internet di Indonesia sudah tergolong murah. Operator telekomunikasi diduga masih ”perang harga” di tengah pasar data internet yang tumbuh.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tarif rata-rata data internet di Indonesia, sesuai temuan Masyarakat Telematika Indonesia, sekitar 0,31 dollar AS atau Rp 4.400,82 per gigabit (GB). Tarif ini dinilai sudah murah.
Menurut Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sarwoto Atmosutarno, tarif rata-rata data internet dengan kisaran tersebut bisa dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Malaysia, misalnya, memiliki tarif rata-rata data internet sekitar 0,56 dollar AS per GB dan Brasil sekitar 1,16 dollar AS per GB.
Konsultan manajemen McKinsey & Company dalam risetnya tahun 2019 menemukan, tarif rata-rata data internet yang ditawarkan oleh operator telekomunikasi seluler berkisar 0,43 dollar AS per GB atau sekitar Rp 6.105,39 per GB.
Mengenai tarif data internet berbasis jaringan tetap pita lebar, Mastel menggunakan dua acuan sumber data. Pertama, sesuai pengukuran yang dilakukan CupoNation, tarif rata-ratanya berkisar Rp 14.895-Rp 43.500 per Mbps. Kedua, sesuai survei perusahaan telekomunikasi asal Inggris, Cable, tarif rata-rata berlangganan bulanan data internet berbasis jaringan tetap pita lebar sekitar 29,01 dollar AS.
Dengan nilai tersebut, Indonesia dinilai menempati peringkat 53 termurah dari 211 negara yang disurvei Cable. Saat dihubungi di Jakarta, Kamis (23/12/2021), Sarwoto menilai, nilai tarif rata-rata data internet, baik yang ditawarkan melalui jaringan bergerak maupun jaringan tetap pita lebar tersebut, tergolong rendah.
Apalagi, ada kecenderungan tarif rata-rata menurun. Dia menduga itu disebabkan masih adanya perang harga antaroperator telekomunikasi. Padahal, saat bersamaan, Mastel mengamati, pertumbuhan pendapatan bisnis infrastruktur telekomunikasi turun 2-3 persen tiga tahun terakhir. Selisih pengembalian investasi modal (ROIC) dengan biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) cenderung turun dan tinggal sebesar satu sampai dua persen.
”Masih ada upaya operator telekomunikasi menurunkan tarif. Mereka perlu memperhitungkan tingkat keekonomian nilai tarif. Tingkat keekonomian itu kombinasi dari banyak hal, seperti harga pokok, reinvestasi yang diperlukan, persaingan, dan target ETBIDA (pendapatan sebelum bunga, pajak, dan amortisasi),” kata dia.
Head of Industry and Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani, saat dihubungi terpisah, mengatakan, pertumbuhan lalu lintas konsumsi data internet tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan operator telekomunikasi seluler. Hal tersebut disebabkan data yield dan harga paket data internet semakin menurun akibat persaingan. Data yield ialah rata-rata harga data internet per megabit (MB).
”Sepanjang tahun ini, rata-rata pertumbuhan lalu lintas konsumsi data internet di kalangan operator telekomunikasi seluler mencapai 40 persen. Situasinya beda dengan tahun lalu saat awal pandemi Covid-19. Banyak orang bekerja dari rumah sehingga konsumsi data internet dari operator seluler turun,” ujar dia.
Konsumsi data internet di Indonesia masih punya peluang besar untuk naik.
Dendi menilai, pasar internet di Indonesia sedang bertumbuh. Ini terlihat dari rata-rata konsumsi data per kapita di Indonesia yang masih berkisar 2,8 GB per bulan. Sementara negara lain sudah lebih tinggi, seperti Thailand dengan 10,1 GB per bulan dan Malaysia 11,1 GB per bulan. Artinya, konsumsi data internet di Indonesia masih punya peluang besar untuk naik.
Operator telekomunikasi seluler diperkirakan terus berkompetisi tarif lebih murah. Bahkan, selama pandemi Covid-19, dia menyebut hal itu juga dilakukan operator, seperti memberikan diskon.
Meski demikian, fenomena tarif rata-rata data internet, baik berbasis jaringan tetap pita lebar maupun jaringan bergerak pita lebar, tidak lantas membuat perusahaan telekomunikasi merugi. Menurut Dendi, perusahaan telekomunikasi saat ini masih mencatatkan laba operasional (operating margin) yang positif. Sebagai gambaran, pada triwulan III-2021, operating margin Telkom Indonesia mencapai 30-an persen dan XL Axiata 10-an persen.
”Pasar data internet di Indonesia masih tumbuh. Tidak jenuh. Operator telekomunikasi juga masih terus berinvestasi infrastruktur jaringan,” imbuh Dendi.
Berdasarkan data Mastel, pada 2020 di Indonesia telah terbangun sekitar 169.833 kilometer fiber optik, 133 transponder satelit, 117 internet points of presence, dan 26 fasilitas pusat data. Rata-rata pertumbuhan investasinya meningkat 4 persen per tahun.